Minggu, 04 Desember 2011

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN ANAK dengan GASTRO ENTERITIS

A. Pengertian
Leukemia adalah suatu penyakit neoplastik yang ditandai oleh proliferasi abnormal dari sel-sel hematopoietik.
Leukimia adalah suatu penyakit yang dikenal dengan adanya proliferasi neoplasitik dari sel-sel organ hemopoietik, yang terjadi sebagai akibat mutasi somatik sel bakal (stem cell) yang akan membentuk suatu klon sel leukimia.
Leukimia merupakan keganasan hemopoietik yang mengakibatkan proliferasi klon yang abnormal dan sel bakal mengalami transformasi leukimia, terjadi kelainan pada diferensiasi dan pertumbuhan dari sel limfoid dan mieloid.
Diagnosa leukimia akut dapat ditegakkan dari pemeriksaan hematologi Hb, leukosit, tulang, yaitu tipe leukimia akut berdasarkan klasifikasi FAB.
Pewarnaan sitokimia dapat menkonfirmasi asal leukimia akut apakah dari limfoid atau mieloid. Dengan pemeriksaan immunopheno-typing diagnosis leukimia akut dapat diketahui apakah mieloid atau limfoid, bahkan LLA dapat didiferensiasi lebih lanjut apakah dari sel T ataukah sel B. Pemeriksaan sitogenik akan memberi petunjuk ada/tidaknya aberasi kromosom.
B. Etiologi
Penyebab leukemia sampai sekarang belum jelas, tapi beberapa faktor diduga menjadi penyebab, antara lain :
1. Genetik
a. keturunan
a.1. Adanya Penyimpangan Kromosom
Insidensi leukemia meningkat pada penderita kelainan kongenital, diantaranya pada sindroma Down, sindroma Bloom, Fanconi’s Anemia, sindroma Wiskott-Aldrich, sindroma Ellis van Creveld, sindroma Kleinfelter, D-Trisomy sindrome, sindroma von Reckinghausen, dan neurofibromatosis (Wiernik, 1985; Wilson, 1991). Kelainan-kelainan kongenital ini dikaitkan erat dengan adanya perubahan informasi gen, misal pada kromosom 21 atau C-group Trisomy, atau pola kromosom yang tidak stabil, seperti pada aneuploidy.

a.2. Saudara kandung
Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi pada kembar identik dimana kasus-kasus leukemia akut terjadi pada tahun pertama kelahiran. Hal ini berlaku juga pada keluarga dengan insidensi leukemia yang sangat tinggi (Wiernik,1985).
b. Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan di ketahui dapat menyebabkan kerusakan kromosom dapatan, misal : radiasi, bahan kimia, dan obat-obatan yang dihubungkan dengan insiden yang meningkat pada leukemia akut, khususnya ANLL (Wiernik,1985; Wilson, 1991).
2. Virus
Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa RNA virus menyebabkan leukemia pada hewan termasuk primata.
Penelitian pada manusia menemukan adanya RNA dependent DNA polimerase pada sel-sel leukemia tapi tidak ditemukan pada sel-sel normal dan enzim ini berasal dari virus tipe C yang merupakan virus RNA yang menyebabkan leukemia pada hewan. (Wiernik, 1985). Salah satu virus yang terbukti dapat menyebabkan leukemia pada manusia adalah Human T-Cell Leukemia . Jenis leukemia yang ditimbulkan adalah Acute T- Cell Leukemia. Virus ini ditemukan oleh Takatsuki dkk (Kumala, 1999).
3. Bahan Kimia dan Obat-obatan
a. Bahan Kimia
Paparan kromis dari bahan kimia (misal : benzen) dihubungkan dengan peningkatan insidensi leukemia akut, misal pada tukang sepatu yang sering terpapar benzen. (Wiernik,1985; Wilson, 1991)
Selain benzen beberapa bahan lain dihubungkan dengan resiko tinggi dari AML, antara lain : produk – produk minyak, cat , ethylene oxide, herbisida, pestisida, dan ladang elektromagnetik (Fauci, et. al, 1998).
b. Obat-obatan
Obat-obatan anti neoplastik (misal : alkilator dan inhibitor topoisomere II) dapat mengakibatkan penyimpangan kromosom yang menyebabkan AML. Kloramfenikol, fenilbutazon, dan methoxypsoralen dilaporkan menyebabkan kegagalan sumsum tulang yang lambat laun menjadi AML (Fauci, et. al, 1998).
4. Radiasi
Hubungan yang erat antara radiasi dan leukemia (ANLL) ditemukan pada pasien-pasien anxylosing spondilitis yang mendapat terapi radiasi, dan pada kasus lain seperti peningkatan insidensi leukemia pada penduduk Jepang yang selamat dari ledakan bom atom. Peningkatan resiko leukemia ditemui juga pada pasien yang mendapat terapi radiasi misal : pembesaran thymic, para pekerja yang terekspos radiasi dan para radiologis .
5. Leukemia Sekunder
Leukemia yang terjadi setelah perawatan atas penyakit malignansi lain disebut Secondary Acute Leukemia ( SAL ) atau treatment related leukemia. Termasuk diantaranya penyakit Hodgin, limphoma, myeloma, dan kanker payudara. Hal ini disebabkan karena obat-obatan yang digunakan termasuk golongan imunosupresif selain menyebabkan dapat menyebabkan kerusakan DNA .
C. Klasifikasi Leukemia Akut
Berdasarkan klasifikasi French American British (FAB), leukemia akut terbagi menjadi 2 (dua), Acute Limphocytic Leukemia (ALL) dan Acute Myelogenous Leukemia (AML).
ALL sendiri terbagi menjadi 3, yakni :
- L1
Sel-sel leukemia terdiri dari limfoblas yang homogen dan L1 ini banyak menyerang anak-anak.
- L2
Terdiri dari sel sel limfoblas yang lebih heterogen bila dibandingkan dengan L1. ALL jenis ini sering diderita oleh orang dewasa.
- L3
Terdiri dari limfoblas yang homogen, dengan karakteristik berupa sel Burkitt. Terjadi baik pada orang dewasa maupun anak-anak dengan prognosis yang buruk.
D. AML terbagi menjadi 8 tipe :
- Mo ( Acute Undifferentiated Leukemia )
Merupakan bentuk paling tidak matang dari AML, yang juga disebut sebagai AML dengan diferensiasi minimal.


- M1 ( Acute Myeloid Leukemia tanpa maturasi )
Merupakan leukemia mieloblastik klasik yang terjadi hampir seperempat dari kasus AML. Pada AML jenis ini terdapat gambaran azurophilic granules dan Auer rods. Dan sel leukemik dibedakan menjadi 2 tipe, tipe 1 tanpa granula dan tipe 2 dengan granula, dimana tipe 1 dominan di M1.
- M2 ( Akut Myeloid Leukemia )
Sel leukemik pada M2 memperlihatkan kematangan yang secara morfologi berbeda, dengan jumlah granulosit dari promielosit yang berubah menjadi granulosit matang berjumlah lebih dari 10 % . Jumlah sel leukemik antara 30 – 90 %. Tapi lebih dari 50 % dari jumlah sel-sel sumsum tulang di M2 adalah mielosit dan promielosit.
- M3 ( Acute Promyelocitic Leukemia )
Sel leukemia pada M3 kebanyakan adalah promielosit dengan granulasi berat, stain mieloperoksidase + yang kuat. Nukleus bervariasi dalam bentuk maupun ukuran, kadang-kadang berlobul . Sitoplasma mengandung granula besar, dan beberapa promielosit mengandung granula berbentuk seperti debu . Adanya Disseminated Intravaskular Coagulation ( DIC ) dihubungkan dengan granula-granula abnormal ini .
- M4 ( Acute Myelomonocytic Leukemia )
Terlihat 2 (dua) type sel, yakni granulositik dan monositik, serta sel-sel leukemik lebih dari 30 % dari sel yang bukan eritroit. M4 mirip dengan M1, dibedakan dengan cara 20% dari sel yang bukan eritroit adalah sel pada jalur monositik, dengan tahapan maturasi yang berbeda-beda.
Jumlah monosit pada darah tepi lebih dari 5000 /uL. Tanda lain dari M4 adalah peningkatan proporsi dari eosinofil di sumsum tulang, lebih dari 5% darisel yang bukan eritroit, disebut dengan M4 dengan eoshinophilia. Pasien–pasien dengan AML type M4 mempunyai respon terhadap kemoterapi-induksi standar.
- M5 ( Acute Monocytic Leukemia )
Pada M5 terdapat lebih dari 80% dari sel yang bukan eritroit adalah monoblas, promonosit, dan monosit. Terbagi menjadi dua, M5a dimana sel monosit dominan adalah monoblas, sedang pada M5b adalah promonosit dan monosit. M5a jarang terjadi dan hasil perawatannya cukup baik.
- M6 ( Erythroleukemia )
Sumsum tulang terdiri lebih dari 50% eritroblas dengan derajat berbeda dari gambaran morfologi Bizzare. Eritroblas ini mempunyai gambaran morfologi abnormal berupa bentuk multinukleat yang raksasa. Perubahan megaloblastik ini terkait dengan maturasi yang tidak sejalan antara nukleus dan sitoplasma . M6 disebut Myelodisplastic Syndrome ( MDS ) jika sel leukemik kurang dari 30% dari sel yang bukan eritroit . M6 jarang terjadi dan biasanya kambuhan terhadap kemoterapi-induksi standar.
- M7 ( Acute Megakaryocytic Leukemia )
Beberapa sel tampak berbentuk promegakariosit/megakariosit.
( Yoshida, 1998; Wetzler dan Bloomfield, 1998 )
E. Manifestasi Klinis leukemia Akut
Gejala klinis yang paling sering dijumpai adalah :AnemiaDemamPerdarahan , purpura, epistaksis ( sering ), hematoma, infeksi oropharingeal, pembesaran nodus limfatikus, lemah ( weakness ), faringitis, gejala mirip flu ( flu like syndrome ) yang merupakan manifestasi klinis awal, splenomegali, hepatomegali, limfadenopati, ikterus (Cawson 1982; De Vita Jr,1985, Archida, 1987, Lister, 1990, Rubin,1992).
F. Patogenesa Leukemia Akut
Manifestasi klinis penderita leukemia akut disebabkan adanya penggantian sel pada sumsum tulang oleh sel leukemik , menyebabkan gangguan produksi sel darah merah . Depresi produksi platelet yang menyebabkan purpura dan kecenderungan terjadinya perdarahan . Kegagalan mekanisme pertahanan selular karena penggantian sel darah putih oleh sel lekemik, yang menyebabkan tingginya kemungkinan untuk infeksi . Infiltrasi sel-sel leukemik ke organ-organ vital seperti liver dan limpa oleh sel-sel leukemik yang dapat menyebabkan pembesaran dari organ-organ tersebut. (Cawson, 1982).
G. Diagnosa Leukemia Akut
Penegakan diagnosa leukemia akut dilakukan dengan berdasarkan pada anamnesa , pemeriksaan klinis , pemeriksaan darah dan pemeriksaan sumsum tulang pada beberapa kasus . Pada pemeriksaan darah, sel darah putih menunjukkan adanya kenaikan jumlah, penurunan jumlah, maupun normal, pemeriksaan trombosit menunjukkan penurunan jumlah, pemeriksaan hemoglobin menunjukkan penurunan nilai ( De Vita Jr, 1993 ), pemeriksaan sel darah merah menunjukkan penurunan jumlah dan kelainan morfologi
( Cawson, 1982 ;De Vita Jr, 1993 ), adanya sel leukemik sejumlah 5 % cukup untuk mendiagnosa kelainan darah sebagai leukemia, tapi sering dipakai nilai yang mencapai 25 % atau lebih (Altman J.A.,1988 cit De Vita Jr, 1993). Pemeriksaan dengan pewarnaan Sudan Black, PAS, dan mieloperoksidase untuk pembedaan AML dan ALL,
( De Vita Jr, 1993 ; Boediwarsono, 1996 ; Yoshida, 1996 ) .
H. Kelainan Rongga Mulut Yang Berhubungan Dengan Leukemia Akut
Kelainan rongga mulut disini adalah kelainan – kelainan yang timbul pada rongga mulut penderita leukemia akut, diantaranya adalah :
a. Pembengkakan gusi
Pembengkakan gusi berupa pembengkakan papila dan margin gusi. Pembengkakan ini terjadi akibat infiltrasi sel leukemik di dalam lapisan retikular mukosa mulut , di buktikan dari hasil biopsi dan FNAB mukosa rongga mulut (Nugroho, 1991 ; Berkovitz 1995). Mukosa mulut yang mengalami infiltrasi sel leukemik adalah mukosa yang sering mengalami trauma minor, misal mukosa sepanjang garis oklusi, palatum, lidah dan sudut mulut (Rusliyanto, 1986; Glickman, 1958 cit Berkovitz 1995 ) . Gejala ini ditemukan pada 14,28 % penderita leukemia (Archida, 1987) dan khas pada leukemia monositik dan mielomonositik akut (Rusliyanto, 1980; Wiernik, 1985 ; Berkovitz, 1995). Pembesaran gusi ini juga diduga diakibatkan oleh inflamasi kronis yang disebabkan oleh plak, berupa inflamasi karena gingivitis kronis derajat ringan yang juga ditemui pada gusi yang sehat secara klinis (Widjaja, 1992; Moughal et al, 1991 cit Berkovitz 1995).
b. Perdarahan
Perdarahan pada kasus leukemia bisa berupa petekie, ekimosis maupun perdarahan spontan ( Lister, 1990 ) . Sering terjadi pada kasus-kasus leukemia akut yang disertai penurunan jumlah trombosit ( trombositopeni ) serta keabnormalan morfologi dan fungsi trombosit ( Widmann, 1995 ) . Trombosit merupakan komponen penting dalam proses pembekuan darah, yaitu berfungsi untuk membentuk sumbat trombosit . Sumbat trombosit berasal dari agregrasi trombosit yang menutup robekan pembuluh darah . Trombosit juga berperan terhadap aktivasi fibrinogen menjadi fibrin yang merupakan sumbat tetap dalam proses pembekuan darah . Penurunan jumlah trombosit ( trombositopeni ) serta keabnormalan morfologi dan fungsi trombosit akan mengakibatkan kecenderungan perdarahanan ( Guyton, 1994; Ganiswara, 1995). Perdarahan diakibatkan juga karena kerusakan pembuluh darah . Kerusakan pembuluh darah diakibatkan oleh rupturnya kapiler. Darah meningkatnya viskositasnya akibat adanya sel leukemik dengan konsentrasi tinggi . Kondisi ini menyebabkan tekanan intra kapiler darah meningkat . aliran darah yang seharusnya ke sisi bertekanan rendah terhalang karena infiltrasi sel leukemik yang membentuk emboli . Penghentian aliran darah dengan viskositas dan tekanan tinggi ini menyebabkan pembuluh darah kapiler ruptur ( Wiernik, 1985 ) . Kebersihan rongga mulut yang buruk, jaringan periodontal yang tidak sehat dan iritasi lokal diduga menjadi penyebab lain dari perdarahan rongga mulut ( Wezler, 1991; Nugroho 1998). Kondisi lokal rongga mulut yang buruk, dapat menyebabkan keradangan dan berakibat mudah terjadi perdarahan .
c. Ulserasi
Ulserasi pada rongga mulut penderita leukemia akut diduga disebabkan karena adanya kegagalan mekanisme pertahanan tubuh. Neutrofil mengalami penurunan fungsi berupa kegagalan fagositosis dan migrasi . Pada kondisi ini trauma yang kecil pun dapat menyebabkan terjadinya ulser ( Rusliyanto, 1986 ).
Jumlah sel leukemik yang banyak pada darah tepi dapat menyebabkan statis pembuluh darah kecil sehingga terjadi anemia (Burket, 1940 cit Berkovitz , 1995, Sinrod, 1957 cit Berkovitz , 1995 ; Bodey, 1971 cit Berkovitz , 1995 ; Segelman dan Doku, 1977, cit Berkovitz , 1995) selanjutnya terjadi nekrosis dan ulkus (Rusliyanto, 1986).
d. Limfadenopati
limfadenopati berupa pembesaran kelenjar limfe, terjadi akibat adanya infiltrasi sel leukemik ke dalam kelenjar limfe (Lister, 1990; Rusliyanto, 1986; Berkovitz, 1995) dan juga diduga adalah limfadenitis reaktif sebagai proses pertahanan tubuh terhadap tubuh terhadap radang yang merupakan proses fisiologis tubuh (Rubbins dan Khumar, 1992). Menurut Guyton et. al. (1994) limfadenopati ini juga terjadi akibat adanya proses hematopoeisis ekstra medular pada nodus limfatikus. Hematopoesis yang pada usia dewasa seharusnya terjadi pada sumsum tulang, terganggu karena sel leukemik dari proses multiplikasi sel prekursor leukemik mempunyai masa hidup yang lebih lama, menginfiltasi sumsum tulang serta mendesak sel-sel normal. Pernyataan Guyton ini didukung oleh W.F. Ganong (1995) yang menyatakan bahwa hematopoesis ekstra medular dapat terjadi pada usia dewasa akibat adanya penyakit yang menyebabkan fibrosis atau kerusakan sumsum tulang . Pembesaran ini mampu mencapai ukuran sebesar telur ayam (Pitojo S, 1992) .



e. Infeksi
Infeksi sangat sering terjadi pada penderita leukemia akut, baik infeksi jamur, bakteri maupun infeksi virus . Kondisi ini diakibatkan oleh kegagalan mekanisme pertahanan tubuh untuk menanggulangi infeksi . Pada penderita leukemia akut terjadi neutropenia (Barret, 1986) dan neutrofil itu sendiri mengalami penurunan fungsi berupa kegagalan fagositosis dan migrasi (Rusliyanto, 1986; Berkovitz, 1995). Infeksi jamur yang paling banyak dijumpai adalah infeksi jamur Candida Albicans yang mencapai 60 % pada penderita ALL (Reskiasih, 2000 ) . Infeksi jamur kandida secara klinis dapat dijumpai berupa lesi putih maupun lesi merah . Lesi putih berupa warna yang lebih putih dari jaringan disekelilingnya, lebih tinggi dari sekitarnya, lebih kasar atau memiliki tekstur yang berbeda dari jaringan normal yang ada di sekelilingnya . Lesi putih -ini bisa merupakan lesi yang keratotik atau non keratotik berdasarkan kemudahan diangkat dengan gosokan atau kerokan lembut. Lesi yang sulit / tidak bisa diangkat dengan gosokan atau kerokan lembut dianggap sudah melibatkan penebalan epitel mukosa dan mungkin sebagai akibat dari mengangkatnya ketebalan lapisan yang berkeratosis (hiperkeratosis) dan disebut lesi keratotik. Lesi yang mudah diangkat dan seringkali menimbulkan suatu daerah yang kasar atau sedikit kemerahan dari mukosa bisa berupa debris atau peradangan pada pseudomembranous mukosa mulut yang disebut lesi non keratotik. Lesi akibat infeksi jamur Kandida seringkali dikaitkan dengan keradangan pada pseudomembranous mukosa atau ikut berperan dalam etiologi lesi hiperkeratotik walaupun dapat berupa lesi putih yang disertai lesi hipokeratotik. Infeksi jamur yang lain dapat berupa angular cheilitis, dan median rhomboid glossitis (Brightment,1993). Infeksi bakteri gram negatif yang menyebabkan pneumonia sangat sering terjadi. Dan satu-satunya tanda klinis yang biasa dijumpai adalah demam (Wiernik; 1985). Infeksi virus yang sering ditemui adalah infeksi Herpes Zoster yang mempunyai prosentase cukup tinggi yaitu 40 % pada penderita leukemia akut jenis AML dan 30 % leukemia akut jenis ALL (Barret,1986). Salah satu komplikasi infeksi, yaitu sepsis merupakan penyebab kematian terbesar pada penderita leukemia akut yang mencapai 52,63 % (Archida, 1987).
I. Patofisiologi
Klasifikasi leukemia dibagi menjadi 2 kelompok besar, yang ditandai dengan ditemukannya sel darah putih matang yang menyolok – agranulosit (leukemia granuosit/mielositi) atau limfosit ( limpfositik ). Klasifikasi ini didasarkan pada morfologis diferensiasi sel dan pematangan sel-sel leukemia predominan di dalam sum-sum tulang dan sitokimiawi (Gralnick, 1977; Dabich, 1980, Price,1995). Kalsifikasi ini juga dapat dijadikan suatu gambaran varian dalam manifestasi klinik, prognosis dan pengobatannya.
Walaupun leukemia menyerang kedua jenis kelamin, tetapi pria terserang sedikit lebih banyak dibanding wanita. Leukemia limfositik, terutama akut menyolok pada anak-anak umur kurang dari 15 tahun, dengan puncaknya pada umur 2-4 tahun.
Penyebab leukemia secara jelas hingga saat ini belum diketahui dengan pasti, tetapi pengaruh lingkungan dan genetik diperkirakan memegang peranan penting. Faktor genetik dapat dilihat pada tingginya kasus leukemia pada anak kembar monozigot. Faktor lingkungan berupa kontak dengan radiasi ionisasi disertai manifestasi leukemia timbul bertahun-tahun kemudian. Zat kimia misalnya : benzen, arsen, kloramfenikol, fenilbutazone, dan agen antineoplastik, dikaitkan dengan frekwensi yang meningkat , khususnya agen alkil. Agent virus HTLV-1 dari leukemia sel T sejak lama dapat menyebabkan timbulnya leukemia.
Leukemia akut baik granulositik atau mielositik merupakan jenis leukemia yang banyak terjadi pada orang dewasa. Manifestasi klinis berkaitan dengan berkurangnya atau tidak adanya sel hematopoietik (Clarkson, 1983). Tanda dan gejala leukemia akut berkaitan dengan netropenia dan trombositopenia. Ini adalah infeksi berat yang rekuren disertai timbulnya tukak pada membrana mukosa, abses perirektal, pnemonia, septikemia disertai menggigil, demam, tachikardi dan tachypnea. Trombositopenis menyebabkan perdarahan yang tak terkontrol. Tulang mungkin sakit dan lunak. Anemia bukan merupakan manifestasi awal disebabkan karena umur eritrosit yang panjang. Gejala anemia berupa pusing, malaise, dan dispnea waktu kerja fisik yang melelahkan. Pensitopenia dapat terjadi setelah dilakukan kemoterapi.
Leukemia limfositik akut (LLA), paling sering menyerang anak-anak dibawah 15 tahun dan mencapai puncaknya pada umur 2-4 tahun. Manifestasi LLA berupa proliferasi limfoblas abnormal dalam sum-sum tulang dan tempat ekstra medular seperti kelenjar limfe dan limpa. Tanda dan gejala dikaitkan dengan penekanan pada unsur – unsur sum-sum tulang normal. Karena itu, infeksi, perdarahan dan anemia merupakan manifestasi utama. Tanda lain berupa limfadenopati, hepatosplenomegali, nyeri tulang, sakit kepala, muntah, kejang, gangguan penglihatan. Data laboratorium berupa leukositosis, limfositosis, trombosit dan sel darah merah rendah, hiperseluler sum-sum tulang belakang
Data penunjang:
Penghitungan sel darah :
- Normocitic, normokromik anemia
- Hb < 10 g/100 ml - Retikulosit : rendah - Platelet count : < 50.000/mm - WBC > 50.000/cm (Shift to left) tampak blast sel leukemia
- PT/PTT memanjang
- LDH meningkat
- Serum asam urat dalam urine : meningkat
- Serum lysozym : meningkat terutama pada acut monosit dan myelosit leukemia.
- Serum tembaga : meningkat
- Serum Zinc : menurun
- Biopsi Bone Narrow: abnormal WBC lebih dari 50 %, lebih dari 60 % - 90 % blast sel,
- Chest X- Ray : Pembesaran hepar dan lien
- Lymp node biopsy : tampak pengecilan

A. Diagnose Keperawatan
1. Resiko tinggi terjadi infeksi s.d penurunan daya tahan tubuh, prosedur invasive, malnutrisi dan penyakit kronis.
2. Resiko tinggi devisit cairan s.d kurang intake cairan, muntah, perdarahan, diare, demam
3. Nyeri s.d pembesaran organ intra abdominal, dan manifestasi dari kecemasan.
4. Keterbatasan aktivitas s.d kelemahan, penurunan cadangan energi, suplay oksigen yang tidak seimbang, terapi isolasi.
5. Kurangnya pengetahuan tentang perjalanan penyakit, prognosis dan pengobatan s.d kurangnya informasi, atau misinterprestasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar