Minggu, 25 September 2011

Laporan Pendahuluan Kebutuhan cairan dan Elektrolit

LAPORAN PENDAHULUAN
KEBUTUHAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT

A. Pengertian Cairan
Cairan adalah volume air bisa berupa kekurangan atau kelebihan air.
Air tubuh lebih banyak meningkat tonisitus adalah terminologi guna perbandingan osmolalitas dari salah satu cairan tubuh yang normal. Cairan tubuh terdiri dari cairan eksternal dan cairan internal. Volume cairan intrasel tidak dapat diukur secara langsung dengan prinsip difusi oleh karena tidak ada bahan yang hanya terdapat dalam cairan intrasel. Volume cairan intrasel dapat diketahui dengan mengurangi jumlah cairan ekternal, terdiri dari cairan tubuh total.
Cairan eksternal terdiri dari cairan tubuh total :
- Cairan interstitiel: bagian cairan ekstra sel yang ada diluar pembulu darah.
- Plasma darah
- Cairan transeluler, cairan yang terdapat pada rongga khusus seperti dalam pleura, perikardium, cairan sendi, cairan serebrospinalis.

☻ Pertukaran cairan tubuh
1. Pemasukan :
Cairan tubuh sebagian besar berasal dari makanan dan minuman setiap hari dan sebagian kecil berasal dari proses oksidasi H2 dalam makanan.
2. Pengeluaran :
Pengeluaran cairan terjadi melalui organ-organ seperti;
a. Ginjal
- Merupakan pengatur utama keseimbangan cairan yang menerima 170 liter darah untuk disaring setiap hari.
- Produksi urine untuk semua usia 1 ml/kg/jam.
- Pada orang dewasa produksi urine sekitaar 1,5 liter/hari.
- Jumlah urine yang diproduksi oleh ginjal dipengaruhi oleh ADH dan aldosteron.
b. Kulit
- Hilangnya cairan melalui kulit diatur oleh saraf simpatis yang merangsang aktivitas kelenjar keringat.
- Rangsangan kelenjar keringat dapat dihasilkan dari aktivitas otot, temperatur lingkungan meningkat dan demam.
c. Paru-paru
Meningkatnya cairan hilang sebagai respon terhadap perubahan kecepatan dan kedalaman napas akibat pergerakan atau demam.
d. Gastrointestinal
Dalam kondisi normal cairan yang hilang dari gastrointestinal setiap hari sekitar 100 – 1200 ml.
☻ Gangguan keseimbangan cairan pada defisit cairan yaitu :
a Isotonis
Bila sel dimasukan kedalam suatu larutan tanpa menyebabkan sel membengkak atau mengkerut disebut larutan isotonis.
b Hipotonis
Larutan yang bila dimasukan kedalamnya akan menyebabkan sel menjadi bengkak.
c Hipertonis
Larutan yang menyebabkan sel mengkerut jika dimasukan kedalam larutan tadi.
☻ Pengaturan keseimbangan cairan
a. Rasa dahaga
Mekanisme rasa dahaga :
1. Penurunan fungsi ginjal merangsang pelepasan renin, yang pada akhirnya menimbulkan produksi angiotensin II yang dapat merangsang hipothalamus untuk melepaskaan substrat neural yang bertanggung jawab terhadap sensasi haus.
2. Osmoreseptor dihipothalamus mendeteksi peningkatan osmotik dan mengaktivasi jaringan saraf yang dapat mengakibatkan sensasi rasa dahaga.
b. Antidiuretik Hormon
ADH dibentuk dihipofisis dan disimpan didalam neuro hipofisis dari hipofisis posterior stimulasi utaama untuk sekresi ADH adalah peningkatan osmolalitas dan penurunan cairan ekstra sel. Hormon ini meningkatkan reabsorbsi air pada ductus koligentes, dengan demikin dapat menghemat air.
c. Aldosteron
Hormon ini disekresi oleh kelenjaar adrenal yang bekerja pada tubulus ginjal untuk meningkatkan absorbsi natrium. Pelepasan aldosteron dirangsang oleh perubahan konsentrasi kalium natrium serum dan sistem angiotensin renin dan sangat efektif dalam mengendalikan hiperkalemia.

B. Pengertian Elektrolit
Elektrolit adalah substansi yanag menyebabkan ion kation (+) dan anion (-). Ada tiga cairan elektrolit yang paling esensial yaitu :
1. Kation (K ) fungsinya;
- Untuk transmisi dan konduksi impuls saraf.
- Kontraksi otot rangka, otot polos dan otot jantung.
2. Natrium (Na )
Kation utama dari pada cairan ekstra seluler juga dijumpai dalam pada dan jaringan.
- Merupakan kation paling banyak yang terdapat pada cairan ekstra sel.
- Natrium mempengaruhi keseimbangan air, hantaran impuls saraf dan kontraksi otot.
- Sosdium diatur intake garam., aldosteron dan pengeluaran urine normalnya sekitar 135 dan 148 mEq / 1 liter
3. Kalsium (Ca ), fungsinya :
- Membanu aktifitas saraf dan otot normal.
- Meningkatkan kontrasi otot jantung.
- Berguna untuk integritas kulit dan sel, konduksi jantung, pembekuan darah, serta pembentukan tulang-tulang dan gigi.
☻ Gejala klinis kekurangan elektrolit:
- Haus
- Anoreksia
- Perubahan tanda-tanda vital
- Lemas atau pucat
- Anak rewel
- Kejang-kejang
- Kulit dingin
- Rasa malas
☻ Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan cairan elektrolit :
1. Usia
Variasi usia berkaitan dengan luas permukaan tubuh, metabolisme yang diperlukan dan berat badan.
2. Temperatur lingkungan
Panas yang berlebihan menyebabkan berkeringat. Seseorang dapat mengalami kehilangan NaCl sebanyak 15 – 30 gr/hr.
3. Diet
Pada saat nutrisi kekurangan nutrisi, tubuh akan memecah cadangan energi, proses ini akan menimbulkan pegerakan cairan dari intertistial keintra seluler.
4. Keadaan sakit
Keadaan pembedahan, trauma jaringan, kelainan ginjal dan jantung, gangguan hormon akan menganggu keseimbangan cairan.
5. Situasi stres
Stres dapat menimbulkan peningkatan metaabolisme sel, konsentrasi darah dan glikolisis otot, mekanisme ini dapat menimbulkan retensi sodium dan air. Proses ini dapat meningkatkan produksi ADH dan menurunkan produksi urine.

Penatalaksanaan :
1. Penatalaksanaan medis utama diarahkan pada pengendalian atau pengobatan penyakit dasar. Obat-obatan tersebut misalnya; prednison yang dapat mengurangi beratnya diare dan penyakit.
2. Untuk diare ringan cairan oral dengan segera ditingkatkan dan glukosa oral serta larutan elektrolit dapat diberikan untuk rehydrasi pasien.
3. Untuk diare sedang, akibat sumber non infeksius, obat-obatan tidak spesifik seperti defenosiklat (lomotil) dan loperamit (imodium) juga diberikan untuk menurunkan motilitas.
4. Preparat anti mikrobial diberikan bila preparat infeksius telah teridentifiksi atau bila diare sangat berat.
5. Terapi cairan intra vena mungkin diperlukan untuk hydrasi cepat, khususnya untuk anak kecil dan lansia.








TINJAUAN KASUS

I. Identitas
A. Data Biografi
1. Nama : An.” J “
2. Umur : 4 bulan
3. Jenis kelamin : Perempuan
4. Alamat : Jl. Dangko No. 125
5. Agama : Islam
6. Suku/bangsa : Makassar / Indonesia
7. Pendidikan : -
8. Status perkawinan : Belum kawin
9. Tanggal masuk : 09 Agustus 2005
10. Tanggal pengkajian : 09 Agustus 2005
11. Diagnosa medik : Diare
12. No. medikal record : 07 99 25

B. Data Penanggung Jawab
1. Nama : Ny.” S “
2. Umur : 26 tahun
3. Alamat : Jl. Dangko No. 125
4. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
5. Hubungan dengan klien : Ibu kandung

II. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama : Berak-berak
Riwayat keluhan utama :
Ibu klien mengatakan bahwa klien mengalami berak-berak lebih dari 5 kali sehari disertai dengan muntah sejak hari senin pagi tanggal 8 agustus 2005. Keadaan ini dialami tanpa diketahui apa penyebabnya sampai klien dibawa ke RS. Menurut ibu klien, belum ada pengobatan yang diberikan kepada anaknya, dan klien akan merasa enak bila diteteki.
2. Riwayat Kesehatan Masa Lalu :
Menurut ibu klien, penyakit ini baru dialami pertama kali. Sebelumnya klien pernah menderita flu dan batuk ringan tetapi tidak sampai dirawat di RS. Klien juga mempunyai riwayat alergi terhadap keringat dan telah mendapat imunisasi BCG dan hepatitis I dan II.
3. Informasi Kesehatan Sekarang :
Klien tidak alergi terhadap obat-obatan dan klien juga tidak punya kebiasaan tertentu.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga :
Genogram 3 generasi



G 1

G 11 ? ? 27 26 20 16 9


G111 6 3 4

Keterangan :
: Laki-laki : Tinggal serumah
: Perempuan X : Meninggal
: Klien ? : Tidak diketahui
G 1 : Kakek dan nenek klien baik dari pihak ayah dan ibu masih hidup tetapi tidak tinggal serumah dengan klien, hanya kakek dari pihak ayah yang tinggal serumah dengan klien.
G 11 : Ayah dan ibu klien tidak pernah menderita penyakit yang sama dengan klien dan berbadan sehat.
Hubungan orang tua klien dengan anggota keluarga yang lain harmonis.
G111 : Klien adalah anak ketiga dari 3 bersaudara. Kedua saudara kandung klien tidak pernah menderita penyakit yang sama dengan klien.

III. Keadaan Umum
A. Penampilan
Klien nampak lemah dan pucat.
B. Kesadaran
Klien dalam keadaan sadar dan bisa diajak bermain tapi kadang-kadang klien menangis.
C. Tanda-tanda vital :
N : 130 x/mnt
S : 38,4 º C
P : 46 x/menit
Atropometri :
BB : 6,2 kg
PB : 62 cm
LLA : 16 cm
LLB : 14 cm
LK : 42 cm
LP : 43 cm

IV. Pemeriksaan Fisik
A. Kepala
Inspeksi :
- Kulit kepala bersih tidak ada luka, dan berbentuk mesocepalus.
- Rambut baru mulai tumbuh.
Palpasi :
- Tidak ada massa.
- Rambut tidak mudah tercabut.
B. Mata
Inspeksi :
- Mata nampak cekung.
- Konjungtiva nampak anemis.
- Sklera mata putih.
- Bola mata mengikuti arah telunjuk.
Palpasi :
- Tidak ada penonjolan bola mata.
C. Kulit
Inspeksi :
- Warna kulit sawo matang.
Palpasi :
- Turgor kulit jelek.
D. Telinga
Inspeksi :
- Pendengaran klien baik dan tidak menggunakan alat bantu.
- Bentuk telinga simetris kiri dan kanan.
- Tidak nampak cairan.
E. Hidung
Inspeksi :
- Bentuk hidung simetris kiri dan kanan.
- Klien tidak menggunakan pernapasan cuping hidung.
- Lubang hidung nampak kotor.
Palpasi :
- Tidak ditemukan benjolan
F. Mulut
Inspeksi :
- Bibir klien tidak nampak kering.
- Gigi belum tumbuh.
- Tidak ada perdarahan pada gusi.
G. Leher
Inspeksi :
- Tidak ada pembesaran pada kelenjar tiroid.
Palpasi :
- Tidak ada massa.
H. Dada dan Paru
Inspeksi :
- Bentuk dada simetris kiri dan kanan.
- Gerakan dada mengikuti pernapasan.
- Retraksi subcostal tidak nampak.
- Frekuensi pernapasan 46 x/menit.
- Tidak terjadi retraksi dinding dada.
Palpasi :
- Tidak teraba massa.
Auskultasi :
- Tidak ada bunyi napas tambahan.
I. Abdomen
Inspeksi :
- Bentuk abdomen simtris kiri dan kanan.
- Gerakan perut mengikuti gerakan napas.
- Warna kulit abdomen sawo matang.
Palpasi :
- Tidak teraba adanya masa.
Auskultasi :
- Peristaltik ↑ 17 x/menit.
Perkusi :
- Terdengar bunyi timpani.
J. Genitalia
Inspeksi :
- Nampak kemerahaan disekitar anus dan alat kelamin.
- Turgor kulit disekitar genitalia jelek.
K. Ekstremitas
1) Ekstremitas atas
Inspeksi :
- Tidak terdat kelainan.
- Keadaan jari-jari dan kuku normal.
- Nampak terpasang infus KAEN – 3B 36 tetes/menit.
2) Ekstremitas bawah
Inspeksi :
- Tidak terdapat kelainan.
- Tidak ada edema.
- Kekuatan otot-otot untuk menggerakan baik.

Pola Aktivitas Sehari-hari
A. Nutrisi
No. Jenis Kegiatan Sebelum Sakit Saat Sakit
1





2. Makan
Napsu makan
Porsi makan
Frekuensi makan
Menu

Minum
Jenis air minum
Sumber air
Frekuensi
Jumlah
Baik
Dihabiskan
3 kali sehari
SUN beras merah


ASI, air putih
Ledeng
Tidak tentu
¼ gelas
Kurang
Tidak dihabiskan
2 kali sehari
SUN beras merah


ASI, air putih
Ledeng
Tidak tentu
¼ gelas
b. Eliminasi
No Jenis kegiatan Sebelum sakit Saat sakit
1.






2. BAB
Tempat
Frekuensi

Konsistensi
Warna

BAK
Tempat
Frekuensi
Warna

Celana
2 kali sehari

Lembek
Kuning


Celana
Tidak tentu
Kuning


Celana
Lebih dari 5 x/hari
Cair / encer
Kuning kehijau-hijauan


Celana
Tidak tentu
Kuning



 Istirahat dan Tidur
No Jenis kegiatan Sebelum sakit Saat sakit
1.





2.
Siang
Waktu
Kebiasaan sebelum tidur

Tempat

Malam
Waktu
Kebiasaan sebelum tidur
Tempat
Pkl. 13.00
Menetek dan dinina-bobokan
Ayunan

19.00
Menetek dan dinina-bobokan
Ayunan
Tidak tentu
Menetek dan dinina-bobokan
Kasur

Tidak tentu
Menetek dan dinina-bobokan
Kasur

PENGKAJIAN KEBUTUHAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT

1. Riwayat kebutuhan cairan dan elektrolit;
a. Riwayat kesehatan masa lalu
1. Pola intake cairan dan makanan yang dikonsumsi dalam 24 jam
 Jenis air minum : ASI
2. Pola pengeluaran cairan
 Banyak mengeluarkan cairan melalui BAB
3. Pernah menderita penyakit flu dan batuk ringan.
b. Riwayat kesehatan saat ini
1. Ada tanda-tanda dehidrasi;
- Klien nampak lemah
- Klien nampak pucat
- Mata cekung
- BAB 5 kali / hari dengan konsistensi cair / encer.
- Turgor kulit jelek.
2. Pengobatan / cairan yang diberikan;
- Cairan infus KAEN – 3B 36 tetes / menit.
- Obatnya : Vomitrol 3 x ¼
3.Pengukuran tanda-tanda vital
Nadi : 130 x/mnt
Suhu : 38,4 º C
Pernapasan: 46 x/mnt.
DATA FOKUS
Ruangan : P. Anak RSU. Haji Makassar
Data Subyektif Data Obyektif
-Ibu klien mengatakan anaknya BAB > 5 kali / hari disertai muntah
-Ibu klien mengatakan anaknya merasa lemas.
-Ibu klien mengatakan anaknya tidak seceria sebelum ia sakit. - Klien tampak lemah.
-Klien nampak pucat.
-Mata cekung.
-Turgor kulit jelek.
-BAB > 5 x/hr dengan konsistensi BAB cair / encer.
-TTV :
N : 130 x/mnt
S : 38,4 ºC
P : 46 x/mnt
BB : 6,2 kg
- Tampak terpasang infus KAEN – 3B 36 tetes / menit.
ANALISA DATA

Nama : An. “J”
No. Med. Rec : 07 99 25
Ruangan : P. Anak RSU. Haji Makassar

Data Etiologi Masalah
DS :
- Ibu klien mengatakan anaknya BAB > 5 kali / hari disertai muntah.
- Ibu klien mengatakan anaknya merasa lemas.
- Ibu klien mengatakan anaknya tidak seceria sebelum ia sakit.

DO :
- Klien tampak lemah.
- Klien nampak pucat.
- Mata cekung.
- Turgor kulit jelek.
- BAB > 5 x/hr dengan konsistensi BAB cair / encer.
- TTV :
N : 130 x/mnt
S : 38,4 ºC
P : 46 x/mnt
BB : 6,2 kg
- Tampak terpasang infus KAEN – 3B 36 tetes / menit. Invasi bakteri kedalam saluran intestinal

Mengiritasi usus

Peristaltik usus meningkat

Transit chyme untuk absorbsi terganggu

Sari-sari makanan sulit diserap

air dan garam mineral terbawa kedalam usus

cairan dan elektrolit terbuang melalui feces
gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit Gangguan keseimbangan
cairan elektrolit.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan Tanggal ditemukan Tanggal teratasi
Gangguan keseimbangan
cairan elektrolit berhubungan dengan diare. 09 Agustus 2005 -
Ruangan : P. Anak RSU. Haji Makassar
NDx dan Data Tujuan Intervensi Rasional
Gangguan keseim-bangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan diare., yang ditandai dengan :
DS :
-Ibu klien menga-takan anaknya BAB > 5 kali/hari disertai muntah.
-Ibu klien menga-takan anaknya merasa lemas.
-Ibu klien menga-takan anaknya tidak seceria sebelum ia sakit.
DO :
-Klien tampak lemah.
-Klien nampak pucat.
-Mata cekung.
-Turgor kulit jelek.
-BAB > 5 x/hr cair / encer.
-TTV :
N : 130 x/mnt
S : 38,4 ºC
P : 46 x/mnt
BB : 6,2 kg
-Tampak terpasang infus KAEN – 3B 36 tetes / menit. Kebutuhan cairan dan elektrolit klien terpenuhi, dengan kriteria hasil :
-BAB 1 x/hr.
-Klien ceria.
-Keadaan umum baik.
-Mata tidak cekung
-BAB dengan konsistensi lembek.
-Turgor kulit baik.
1.Observasi TTV, takikardia dan demam. Kaji turgor kulit dan kelembaban membran mukosa.
2.Pantau input dan out put cairan, catat / ukur diare dan kehilangan cairan melalui oral.
3.Penuhi kebutuhan cairan individu dengan menen-tukan jadwal pemberian.
4.Timbang BB klien secara teratur / sesuai jadwal.
5.Anjurkan ibu klien untuk meni-ngkatkan masu-kan oral bila mampu.
6.Berikan cairan tambahan infus sesuai indikasi.
7.Observasi tetesan infus.
8.Penatalaksanaan pemberian obat sesuai instruksi
Merupakan indikator adanya dehidrasi / hipovolemia dan untuk menentukan intervensi selanjutnya.
Untuk mengidentifi-kasi tingkat dehi-drasi dan pedoman untuk penggantian cairan.
Pemberian cairan yang teratur dapat membantu memper-tahankan keseim-bangan cairan dan elektrolit klien.
Penurunan BB menunjukan adanya kehilangan cairan yang berlebihan.
Memungkinkan penghentian tindakan dukungan cairan invasif dan membantu mengem-balikan fungsi usus normal.
Menggantikan kehilangan cairan dan memperbaiki keseimbangan cairan
Memberikan infor-masi tentang status cairan. Kecenderu-ngan keseimbangan cairan negatif dapat menunjukan terjadi-nya defisit.
Mempercepat proses penyembuhan dan berguna untuk meminimalkan kehilangan cairan.
1.Observasi TTV, takikardia dan demam. Kaji turgor kulit dan kelembaban membran mukosa.
Hasil: N ; 130 x/mnt, P; 46 x/mnt, S; 38,4 ºC. Turgor kulit jelek, membran mukosa tampak kering.
2. Pantau input dan out put cairan, catat / ukur diare dan kehilangan cairan melalui oral.
Hasil: Klien minum air putih ½ gelas sehari dan infus RL. Klien BAB > 5 x/hr.
3. Penuhi kebutuhan cairan individu dengan menentukan jadwal pemberian.
Hasil: Klien minum ASI ditambah air putih dengan waktu yang tidak tentu. Terpasang infus Kaen-3B dengan kecepatan 36 tetes / menit.
4. Anjurkan ibu klien untuk meningkatkan masukan oral bila mampu.
Hasil: Klien minum rata-rata ½ gelas air putih/hr ditambah ASI.
5. Berikan cairan tambahan infus sesuai indikasi.
Hasil: Terpasang infus Kaen-3B dengan kecepatan 36 tetes / menit.
6. Observasi tetesan infus.
Hasil: Infus Kaen-3B berjalan lancar dengan kecepatan 36 tetes / menit.
7. Penatalaksanaan pemberian obat sesuai instruksi
Hasil: Klien diberi obat .

1. Timbang BB klien secara teratur / sesuai jadwal.
Hasil: BB klien 6,2 kg.
2. Observasi TTV, catat perubahan TD, takikardia dan demam. Kaji turgor kulit dan kelembaban membran mukosa.
Hasil: N ; 130 x/mnt, P; 46 x/mnt, S; 38,4 ºC. Turgor kulit jelek, membran mukosa tampak kering.
3. Pantau input dan out put cairan, catat / ukur diare dan kehilangan cairan melalui oral.
Hasil: Klien minum air putih ½ gelas sehari dan infus RL. Klien BAB > 5 x/hr.
4. Penuhi kebutuhan cairan individu dengan menentukan jadwal pemberian.
Hasil: Klien minum ASI ditambah air putih dengan waktu yang tidak tentu. Terpasang infus Kaen-3B dengan kecepatan 36 tetes / menit.
5. Anjurkan ibu klien untuk meningkatkan masukan oral bila mampu.
Hasil: Klien minum rata-rata ½ gelas air putih/hr ditambah ASI.
6. Penatalaksanaan pemberian obat sesuai instruksi
Hasil: Klien diberi obat.

1. Observasi TTV, catat perubahan TD, takikardia dan demam. Kaji turgor kulit dan kelembaban membran mukosa.
Hasil: N ; 130 x/mnt, P; 46 x/mnt, S; 38,4 ºC. Turgor kulit jelek, membran mukosa tampak kering.
2. Pantau input dan out put cairan, catat / ukur diare dan kehilangan cairan melalui oral.
Hasil: Klien minum air putih ½ gelas sehari dan infus RL. Klien BAB > 5 x/hr.
3. Penuhi kebutuhan cairan individu dengan menentukan jadwal pemberian.
Hasil: Klien minum ASI ditambah air putih dengan waktu yang tidak tentu. Terpasang infus Kaen-3B dengan kecepatan 36 tetes / menit.
4. Anjurkan ibu klien untuk meningkatkan masukan oral bila mampu.
Hasil: Klien minum rata-rata ½ gelas air putih/hr ditambah ASI.
S : Ibu klien mengatakan anaknya BAB > 5 kali sehari disertai muntah.
O : Klien nampak pucat, mata cekung, turgor kulit jelek. Keadaan umum klien tampak lemah
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi 1 s/d 8

S : Ibu klien mengatakan anaknya BAB 3 kali sehari.
O : Klien nampak pucat, mata cekung, turgor kulit mulai membaik. Keadaan umum klien masih lemah
A : Masalah sebagian teratasi
P : Lanjutkan intervensi
1. Observasi TTV, turgor kulit dan kelembaban membran mukosa.
2. Pantau input dan out put cairan, catat / ukur diare dan kehilangan cairan melalui oral.
3. Penuhi kebutuhan cairan individu dengan menentukan jadwal pemberian.
5. Anjurkan ibu klien untuk meningkatkan masukan oral bila mampu.
8. Penatalaksanaan pemberian obat sesuai instruksi.

S : Ibu klien mengatakan anaknya BAB 1 kali sehari dengan konsistensi lembek.
O : Klien nampak, mata tidak cekung, turgor kulit baik, keadaan umum baik, BAB dengan konsistensi lembek.
A : Masalah teratasi
P : Intervensi selesai

Laporan Pendahuluan Diare

LAPORAN PENDAHULUAN
DIARE

I. KONSEP MEDIK
A. Pengertian
Diare adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak; konsistensi feces encer, dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja (Ngastiyah, 1997).
Hal ini biasanya dihubungkan dengan dorongan ketidak nyamanan perianal, inkontinensia, atau kombinasi dari kedua faktor ini. Adanya kondisi yang menyebabkan perubahan pada sekresi usus, absorpsi mukosa atau motilitas dapat menimbulkan diare. Diare dapat bersifat akut atau kronis. Ini dapat diklasifikasikan sebagai volume tinggi, volume darah, sekresi, osmotik, atau campuran. Diare dengan volume banyak terjadi bila terdapat lebih dari 1 liter feces cair/hari. Diare dengan volume sedikit terjadi bila terdapat kurang dari 1 liter feces cair yang dihasilkan perhari.
Diare dapat disebabkan oleh obat-obatan tertentu (penggantian hormon thyroid, pelunak feces dan laksatif, antibiotik dan kemoterapi, dan antasida), pemberian makanan per selang, gangguan metabolik, dan endokrin (diabetes, adisson, thyrotoksikosis), serta proses infeksi oleh virus atau bakteri (disentri, shigellosis, keracunan makanan). Proses penyakit lain yang dihubungkan dengan diare adalah gangguan nutrisi dan malabsorpsi (sindrom usus pekak, kolitis ulseratif, enteritis regional, dan penyakit siliaka), defisit springter anal, sindrom Zollinger – Ellison, paralitik ileus dan obstruksi usus.

B. Etiologi
Penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa faktor :
1. Faktor Infeksi
a. Infeksi enteral; infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama diare pada anak. Meliputi infeksi enteral sebagai berikut:
 Infeksi bakteri; Vibrio, E. coli, Salmonella, Shigella, Campylobakter, Yersinia, Aeromonas dan sebagainya.
 Infeksi virus; Enterovirus (Virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis), Adenovirus, Rotavirus, Antrovirus dan lain-lain.
 Infeksi parasit; Cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris, Strongyloides), Protozoa (Entamoeba histolitika, Giardia lambia, Trichomonas hominis), Jamur (Candida albicans).
b. Infeksi Parenteral ialah infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti; otitis media akut (OMA), tonsilitis/tonsilofaringitis, bronchopneumonia, enchefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah 2 tahun.
2. Faktor Malabsorpsi
 Malabsorpsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa): monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering adalah intoleransi laktosa.
 Malabsorpsi lemak
 Malabsorpsi protein
3. Faktor Makanan
Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
4. Faktor Psikologis
Rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada anak yang lebih besar)

C. Patogenesis
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare adalah :
1. Gangguan osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
2. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit kedalam rongga usus dan selanjutnya timbul diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
3. Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan menyebabkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya timbul diare pula.

D. Pathofisiologi
Sebagai akibat diare baik akut maupun kronik akan terjadi :
1. Kehilangan air dan elektrolit (terjadi dehydrasi) yang mengakibatkan gangguan keseimbangan asam basah (asidosis metabolik, hopokalemia).
2. Gangguan gizi akibat kelaparan (masukan kurang, pengeluaran bertambah).
3. Hipoglikemia
4. Gangguan sirkulasi darah

E. Gejala Klinik
Tergantung dari jenis diare, secara umum gejalanya :
1. BAB lebih dari 4 kali dengan jumlah 200 – 250 gr.
2. Anoreksia, pucat, iretable.
3. Vomoting, kejang, feces encer.
4. Terjadi perubahan perilaku.
5. Nyeri saat BAB.
6. Urine out put menurun.
7. Awalnya anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan mungkin meningkat, kemudian timbul diare. Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur empedu.
8. Anus dan sekitarnya lecet karena tinja menjadi asam.
9. BB menurun. Pada bayi ubun-ubun besar, cekung.
10. Tonus dan turgor kulit berkurang.
11. Selaput lendir mulut dan bibir kering.

F. Komplikasi
Akibat diare, kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak dapat menjadi berbagai komplikasi sebagai berikut :
1. Dehydrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik, atau hipertonik).
2. Renjatan hipovolemik.
3. Hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardia, perubahan elektrokardiogram).
4. Hipoglikemia.
5. Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi enzim laktose.
6. Kejang, terjadi pada dehydrasi hipertonik.
7. Malnutrisi energi protein (akibat muntah dan diare, jika lama atau kronik).

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan tinja: makroskopis dan mikroskopis, pH dan kadar gula jika diduga ada intoleransi gula (sugar intolerance), biakan kuman untuk mencari kuman penyebab dan uji resistensi terhadap berbagai antibiotika (pada diare persisten).
2. Pemeriksaan darah: darah perifer lengkap, analisis gas darah dan elektrolit (terutama natrium, kalium, kalsium dan phospor serum pada diare yang disertai kejang).
3. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin darah untuk mengetahui faal ginjal.
4. Duodenal intubation untuk mengetahui kuman penyebab secara kuantitatif dan kualitatif terutama pada diare kronik.

II. KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengertian
Keperawatan adalah ilmu dan kiat yang berkenaan dengan masalah-masalah fisik, psikologis, sosiologis, udaya dan spiritual dari individu.
Ilmu keperawatan didasarkan atas kerangka teori yang luas; kiatnya tergantung pada ketrampilan merawat dan kemampuan perawat secara individual. Pentingnya perawat dalam sistem perawatan kesehatan telah dikenal dalam banyak hal yang posiif, dan profesi keperawatan itu sendiri sedang mengatakan kebutuhan untuk para praktisinya agar menjadi profesional dan bertanggung jawab.

B. Proses Keperawatan
Proses keperawatan pertama kali diperkenalkan pada tahun 1950-an sebagai proses yang meliputi tiga tahap yaitu pengkajian, perencanaan, dan evaluasi yang berdasarkan pada metode ilmiah yaitu mengobservasi, mengukur, mengumpulkan data dan menganalisis temuan-temuan tertentu. Dengan penelitian, penggunaan data dan perbaikaan selama bertahun-tahun telah menghantarkan perawat untuk memperluas proses keperawatan menjadi 5 tahap yang memberikan metode proses berpikir yang terorganisasi untuk pengambilan keputusan klinik, pemecahan masalah, dan memberikan perawatan yang berkualitas, perawatan klien secara individual.
 Tahap-tahap proses keperawatan
Proses keperawatan terdiri dari 5 tahap yaang spesifik yaitu :
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Hal-hal yang perlu dikaji pada klien dengan diare dehydrasi adalah: a. Data Subyektif;
- Frekuensi BAB 3 – 4 kali/hari atau lebih.
- Napsu makan berkurang.
- Nyeri perut.
- Konsistensi feces encer yang terjadi perubahan warna.
- Mual.
- Vomoting
- Lemas, lemah.
- Orang tua cemas
b. Data Obyektif
- Feces encer mungkin disertai lendir atau darah.
- Anak menjadi cengeng dan gelisah.
- Suhu badan meningkat (36ºC - 37ºC)
- Muntah
- Anus dan daerah sekitarnya lecet/iritasi karena seringnya BAB.
- BB menurun.
- Turgor kulit menurun atau jelek.
- Selaput lendir dan bibir kering.
- Peristaltik meningkat.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan menurun, membatasi, mencegah, dan mengubah (A. Carpenito, 200)
 Tujuan diagnosa keperawatan untuk mengidentifikasi;
1) Masalah dimana adanya respon klien terhadap status kesehatan atau penyakit.
2) Faktor-faktor yang menunjang atau menyebabkan suatu masalah (etiologis); dan
3) Kemampuan klien untuk mencegah atau menyelesaikan masalah.
 Langkah-langkah menentukan diagnosa keperawatan
Langkah-langkah dalam diagnosa keperawatan dapat dibedakan menjadi :
1) Klasifikasi dan analisa data.
2) Interpretasi data.
3) Validasi data.
4) Penentuan diagnosa keperawatan
Berdasarkan hasil pengkajian, maka ditemukan beberapa diagnosa keperawatan pada anak dengan diare yaitu :
1) Gangguan keseimbangan cairan elektrolit berhubungan dengan diare.
2) Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
3) Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses inflamasi pada usus.
4) Resiko terjadi infeksi sekunder berhubungan dengan iritasi pada anus akibat diare.
5) Resiko terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan seringnya BAB.
6) Gangguan pola tidur berhubungan dengan peningkatan aktivasi RAS.
7) Kecemasan (orang tua) berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit anaknya.

3. Intervensi Keperawatan
1) Gangguan keseimbangan cairan elektrolit berhubungan dengan diare.
Tujuan : Klien dapat mempertahankan volume cairan yang adekuat dengan keseimbangan input dan out put serta bebas dari tanda dehidrasi.
Intervensi :
- Observasi TTV, takikardia dan demam. Kaji turgor kulit dan kelembabab membran mukosa.
Rasional : Merupakan indikator adanya dehidrasi/hipovolemia dan untuk menentukan intervensi selanjutnya.
- Pantau input dan out put cairan, catat/ukur diare dan kehilangan cairan melalui oral.
Rasional : Untuk mengidentifikasi tingkat dehidrasi dan pedoman untuk penggantian cairan .
- Penuhi kebutuhan cairan individu dengan menentukan jadwal pemberian.
Rasional : Pemberian cairan yang teratur dapat membantu mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit klien .
- Timbang BB klien secara teratur/sesuai jadwal.
Rasional : Penurunan BB menunjukan adanya kehilangan cairan yang berlebihan .
- Anjurkan ibu klien untuk meningkatkan masukan oral bila mampu.
Rasional : Memungkinkan penghentian tindakan dukungan cairan invasif dan membantu mengembalikan fungsi usus normal.
- Berikan cairan tambahan infus sesuai indikasi.
Rasional : Menggantikan kehilangan cairan dan memperbaiki keseimbangan cairan.
- Observasi tetesan infus secara ketat.
Rasional : Memberikan informasi tentang status cairan. Kecenderungan keseimbangan cairan negatif dapat menunjukan terjadinya defisit.
- Penatalaksanaan pemberian obat sesuai instruksi.
Rasional : Mempercepat proses penyembuhan dan berguna untuk meminimalkan kehilangan cairan.
2) Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
Tujuan : Klien akan mempertahankan intake makanan dan minuman yang adekuat untuk mepertahankan berat badan dalam rangka pertumbuhan dengan kriteria hasil porsi makan dihabiskan, BB meningkat atau dipertahankan.
Intervensi :
- Buat jadwal masukan tiap jam, anjurkan mengukur cairan atau makanan dan minuman sedikit demi sedikit.
Rasional : Pemberian makanan dan minuman yang teratur dapat membantu mempertahankan keseimbangan nutrisi klien.
- Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi.
Rasional: Merupakan indikator terhadap asupan makanan yang adekuat.
- Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen.
Rasional : Gangguan keseimbangaan cairan elektrolit dapat menurunkan motilitas/fungsi lambung.
- Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan dan elektrolit dengan segera jika klien dapat mentoleransinya melalui pemberian cairan oral.
Rasional : Pemberian makanan melalui oral lebih baik jika klien sadar dan fungsi ganstrointestinalnya baik.
- Libatkan keluarga (ibu klien) pada perencanaan makanan sesuai indikasi.
Rasional : Meningkatkan rasa keterlibatan keluarga dalam perawatan klien dan memberikan informasi untuk memahami kebutuhan nutrisi pasien.
3) Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses inflamasi pada usus.
Tujuan : Anak menunjukan suhu tubuh dalam batas normal (36-37˚C)
Intervensi :
- Pantau suhu tubuh klien setiap 1 jam, perhatikan apakah klien menggigil.
Rasional : Untuk memantau peningkatan suhu tiba-tiba. Suhu 38,9˚ C – 41,1˚ C menunjukan proses infeksi. Menggigil sering mendahului puncak peningkatan suhu.
- Pertahankan lingkungan yang sejuk.
Rasional : Suhu ruangan harus diubah untuk mempertahakan suhu mendekati normal.
- Beri kompres hangat dan hindari penggunaan alkohol/es.
Rasional : Membantu mengurangi demam. Alkohol / air es dapat menyebabkan kedinginan dan mengeringkan kulit.
- Kolaborasi untuk memberikan antipiretik (asetaminofen, ibuprofen) sesuai indikasi.
Rasional : Mengurangi demam dengan aksi sentral pada hipotalamus.
4) Resiko terjadi infeksi sekunder berhubungan dengan iritasi pada anus akibat diare.
Tujuan : Tidak terjadi infeksi sekunder dengan kriteria klien bebas dari tanda-tanda infeksi sistemik atau lokal.
Intervensi :
-Pertahankan keadaan kulit sekitar anus tetap kering dan bersih.
Rasional :Mencegah terjadinya kontaminasi dan penyebaran bakteri dan kontaminasi silang.
-Pertahankan teknik aseptik dalam melakukan tindakan invasif.
Rasional :Menurunkan resiko terjadinya infeksi silang.
-Kolaborasi untuk pemberian antimikrobial/antibiotik sesuai indikasi.
Rasional :Menurunkan kolonisasi bakteri atau jamur disekitar anus.
-Libatkan keluarga dalam program perawatan klien untuk mempertahankan kulit tetap kering.
Rasional :Membantu meningkatkan peran keluarga dan memberikan pemahaman tentang perawatan klien.
5)Resiko terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan seringnya BAB.
Tujuan : Klien dapat mempertahankan integritas kulit dalam keadaan normal.
Intervensi :
-Pertahankan keadaan kulit sekitar anus tetap kering dan bersih.
Rasional :Mencegah terjadinya kontaminasi dan iritasi.
-Berikan perawatan kulit secara rutin, observasi pakaian klien agar tetap kering dan steril.
Rasional : Mencegah terjadinya kerusakan dan meningkatkan penyembuhan.
-Pertahankan keadaan kulit sekitar anus tetap kering dan bersih. Observasi ketat pada lipatan kulit
Rasional :Kelembaban atau akskroriasi meningkatkan pertumbuhan bakteri yang dapat menyebabkan infeksi.
-Ajarkan kepada keluarga untuk tidak memberikan tekanan pada bagian tubuh tertentu.
Rasional :Menurunkan tekanan sehingga dapat meningkatkan sirkulasi perifer dan menurunkan resiko kerusakan kulit.
6)Gangguan pola tidur berhubungan dengan peningkatan aktivasi RAS.
Tujuan : Klien dapat beristirahat dan tidur sesuai dengan kebutuhan secara teratur.
Intervensi :
-Kaji kebiasaan tidur dan perubahan yang terjadi.
Rasional:Mengidentifikasi dan menentukan intervensi yang tepat.
-Ciptakan tempat tidur yang nyaman.
Rasional: Meningkatkan kenyamanan tidur serta dukungan fisiologi – psikologis.
-Ciptakan lingkungan yang kondusif dengan mengurangi kebisingan.
Rasional: Memberikan situasi yang kondusif untuk tidur/istirahat.
-Hindari mengganggu klien bila mungkin (misalnya; membangunkan untuk obat dan terapi)
Rasional: Tidur tanpa gangguan lebih menimbulkan rasa segar dan klien mungkin tidak dapat tidur setelah di bangunkan.
7)Kecemasan (orang tua) berhubungan dengan kurangnya kurangnya pengetahuan tentang penyakit anaknya.
Tujuan : Kecemasan orang tua berkurang yang ditandai dengan meningkatnya kemampuan mereka dalam mendampingi dan memberi dukungan pada anak dengan menjelaskan kondisinya.
Intervensi :
-Berikan informasi yang adekuat pada orang tua dan keluarga.
Rasional :Informasi yang adekuat merupakan suatu aspek penting dalam membantu proses perawatan klien.
-Biarkan orang tua tetap mendampingi klien selama hospitalisasi.
Rasional :Orang tua dapat mengetahui perkembangan informasi tentang kondisi anaknya.
-Kaji pehaman orang tua tentang kondisi anaknya dan gambaran perawatan.
Rasional :Mengetahui seberapa jauh pemahaman orang tua tentang konsi anaknya dan gambaran perawatan sehingga dapat membantu dalam melaksanakan intervensi selanjutnya.
-Jelaskan semua prosedur pada orang tua (keluarga).
Rasional :Untuk meminimalkan rasa takut/cemas terhadap hal-hal yang tidak diketahui.
-Beri dukungan emosional pada orang tua selama anak masih dirawat di RS.
Rasional :Diharapkan orang tua dapat mengenal dan menghadapi rasa cemas dengan adanya dukungan dan konseling.
DAFTAR PUSTAKA
1.Arif Mansjoer, 2002, Kapita Salekta Kedoktern, Edisi 3 Jilid 2, EGC, Jakarta.
2.Brunner & Suddarth, 2002, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol. 2, EGC, Jakarta.
3.Doenges, moorhouse & Burley, 2001, Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa Keperawatan, Edisi 2, EGC, Jakarta.
4.Yusuf M., 2004, Diktat Kebutuhan Dasar Manusia I, Makassar.
5.Nursalam, 2001, Proses dan Dokumentasi Keperawatan; konsep dan Praktik Edisi I, Salemba Medika, Jakarta.
6.Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta.
7.Syahar Yakup, SKp., 2004, Dikatat PPKDM II, Makassar.

Sabtu, 24 September 2011

LAPORAN PENDAHULUAN CEDERA MEDULLA SPINALIS

1.1 PENGERTIAN
Cedera spinal biasanya fraktur atau cedera lain pada tulang vetrebrata.Vertebra yang paling sering mengalami cedera adalah medulla spinalis pada daerah servikal(leher) ke-5,6 dan 7,torakal ke-12dan lumbal pertama.Verterba ini adalah paling rentang karena ada rentang mobilitas yang lebih besar dalam kolumna vertepral dalam area ini. Korda spinalis itu sensiri, yang terletak didalam kolumna vertebralis,dapat terpotong,tertarik,terpilin,atau tertekan.Kerusakan pada kolumna vertebralis atau korda dapat terjadi disetiap tingkatan.Kerusakan korda spinalis dapat mengenai seluruh korda atau hanya separuhnya.Demikian juga, kerusakan pada spinal dapat menyebabkan dispungsi temporer atau kerusaka permanen apbila korda spinalis mengalami trasseksi (terputus).
Sebagian besar kerusakan pada medula spinalis terjadi pada saat cidera.Cidera medula spinalis sekunder terjadi karena gerakan kolumna vertebralis yang tidak stabil;cidera yang terjai adalah akibat gerakan medula spinalis terhadap fragmen tulang tajam yang menonjol dalam kanalis vertebralis,dan akibat tekanan yang terus menerus pada medula spinalis.
Perubahan primer yang terjadi setelah cidera medula spinalis adalah pendarahan kecil dalam substansia grisea akibat berkurangnya aliran darah medula spinalis dan hipoksia yang diikuti oleh edema.
Apabila medula spinalis putus total,dua bencana fungsional akan terlihat :
1.Semua aktifitas voluntar pada bagian tubuh yang dipersarafi oleh segmen-segme medula spinalis tersebut akan hilang selamanya.
2.Semua sensasi yang tergantung pada intregritas lintasan asendens medula spinalis akan hilang.
1.2 ETIOLOGI
Penyebab tersering cidera spinalis adalah kecelakaan mobil,kecelakaan motor
cidera ditempat industri,luka akibat tembakan atau pisau,olah raga,dan paling banyak adalah akibat jatuh.
1.3 PATOFISIOLOGI DAN DAMPAK PENYIMPANGAN KDM
Kerusakan medula spinalis dari komorsio sementara (dimana pasien sembuh.
sempurna ) sampai kontusio,laserasi,dan komperensi substansi medula (baik salah satu atau dalam kombinasi),sampai transaksi lengkap medula (yang membuat pasien paralisis dibawah tingkat cidera).
Bila hemoragi terjadi pada daerah spinalis,darah dapat merembes keekstra dural,subdural,atau daerah subarakhloid pada kanal spinal.Setelah terjad kontisio atau robekan akibat cidera,serabut-serabut saraf mulai membengkak dan hancur.Sirkulsi darah kesubtansia grisea medula spinalis menjadi terganggu.
Daerah lumbal adalah daerah yang paling sering mengalami herniasi nukleus pulposus. Kandungan air diskus berkurang bersamaa dengan bertambahnya usia. Selain itu,serabut-serabut itu menjadi kasar dan mengalami hialinisasi yang ikut membantu terjadinya perubahan kearah hernia nukleus pulposus melalui anulus,dan menekan radiks saraf spinal.
PENDARAHAN MIKROSKOPIK
Pada semua cidera madula spinalis atau vertebra,terjadi perdarahan-perdarahan kecil.Yang disertaireaksi peradangan,sehingga menyebabkan pembengkakan dan edema dan mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan didalam dan disekitar korda.Peningkatan tekanan menekan saraf dan menghambatalira darah sehingga terjadi hkposia dan secara drastis meningkatkan luas cidera korda.Dapat timbul jaringan ikat sehingga saraf didarah tersebut terhambat atau terjerat.
HILANGNYA SESASI, KONTROL MOTORIK, DAN REFLEKS.
Pada cidera spnal yangparah, sensasi,kontrol motorik, dan refleks setingg dan dibawah cidera korda lenyap. Hilangnya semua refleks disebut syok spinal. Pembengkakan dan edema yang mengelilingi korda dapat meluas kedua segen diatas kedua cidera. Dengan demkian lenyapnya fungsi sensorik dan motorik serta syok spinal dapat terjadi mulai dari dua segmen diatas cidera. Syok spnal biasanya menghilang sendiri, tetap hilangnya kontor sensorik dan motorik akan tetap permanen apabila korda terputus akan terjadi pembengkakan dan hipoksia yang parah.
SYOK SPINAL.
Syok spinal adalah hilangnya secara akut semua refleks-refleks dari dua segme diatas dan dibawah tempat cidera. Repleks-refleks yang hilang adalah refleks yang mengontrol postur, fungsi kandung kemih dan rektum, tekanan darah, dan pemeliharaan suhu tubuh. Syok spinal terjadi akibat hilangnya secara akut semua muatan tonik yang secara normal dibawah neuron asendens dari otak, yang bekerja untuk mempertahankan fungsi refleks.Syok spinl biasanya berlangsung antara 7 dan 12 hari, tetapi dapat lebih lama. Suatu syok spinal berkurang dapat tmbul hiperreflekssia, yang ditadai oleh spastisitas otot serta refleks, pengosongan kandung kemih dan rektum.
HIPERREFLEKSIA OTONOM.
Kelainan ini dapat ditandai oleh pengaktipan saraf-saraf simpatis secar refleks, yang meneyebabkan peningkatan tekanan darah. Hiper refleksia otonom dapat timbul setiap saat setelah hilangnya syok spinal. Suatu rangsangan sensorik nyeri disalurkan kekorda spnalis dan mencetukan suatu refleks yang melibatkan pengaktifan sistem saraf simpatis.Dengan diaktifkannya sistem simpatis,maka terjadi konstriksi pembuluh-pembuluh darah dan penngkatan tekanan darah sistem
Pada orang yang korda spinalisnya utuh,tekanan darahnya akan segera diketahui oleh baroreseptor.Sebagai respon terhadap pengaktifan baroreseptor,pusat kardiovaskuler diotak akan meningkatkan stimulasi parasimpatis kejantung sehingga kecepatan denyut jantunhg melambat,demikian respon saraf simpatis akan terhenti dan terjadi dilatasi pembuluh darah.Respon parasimpatis dan simpatis bekerja untuk secara cepat memulihkan tekanan darah kenormal.Pada individu yang mengalami lesi korda,pengaktifan parasimpatis akan memperlambat kecepatan denyut jantung dan vasodilatasi diatas tempat cedera,namun saraf desendens tidak dapat melewati lesi korda sehngga vasokontriksi akibat refleks simpatis dibawah tingkat tersebut terus berlangsung.
Pada hiperrefleksia otonom,tekanan darah dapat meningkat melebihi 200 mmHg sistolik,sehingga terjadi stroke atau infanr miokardium.Rangsangan biasanya menyebabkan hiperrefleksia otonom adalah distensi kandung kemih atau rektum,atau stimulasi reseptor-reseptor permukaan untuk nyeri.
PARALISIS
Paralisis adalah hilangnya fungsi sensorik dan motorik volunter.Pada transeksi korda spinal,paralisis bersifat permanen.Paralisis ekstremitas atas dan bawah terjadi pada transeksi korda setinggi C6 atau lebih tinggi dan disebut kuadriplegia.Paralisis separuh bawah tubuh terjadi pada transeksi korda dibawah C6 dan disebut paraplegia.Apabila hanya separuh korda yang mengalami transeksi maka dapat terjadi hemiparalisis.
1.4 MANIFESTASI KLINIK
1. Jika dalam keadaan sadar, pasien biasanya mengeluh nyeri akut pada belakang leher, yang menyebar sepanjang saraf yang terkena.
2. Hilangnya sensasi kontrol motorik da repleks dibawah tingkat cdera akan segera terjadi.Suhu tubuh akan mencerminkan suhu lingkungan, dan tekanan darah akan menurun.
3. Kecepatan denyut nadi sering normal disertai tekanan darah normal.
4. Tingkat neurologik bagian bawah mengalami paralisis sensori da paralitik total, kehilangan kandung kemih dan usus besar (biasanya terjadi retensi urine dan distensi kandung kemih, penurunan keringat dan tonus vaso motor, dan penurunan tekanan darah diawali dengan resistensi vaskuler verifer.
5. Pada cidera medula servikal tinggi, kegagalan pernapasan akut adalah penyebab utama kematian.
1.5 PERANGKAT DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan fisik ditambah CT scan dan MRI akan mengidentifikasi cedera dan edema vertebra serta korda spinalis.
2. Diagnostik dengan sinar-x (sinar-x pada spinal servikal lateral).
3. Pemantauan EKG kontinu merupakan indikasi karena brakikardia (perlambatan frekuensi jantug) dan asistole (standstill jantung) mum terjadi pada cidera servikal akut

1.7 ASUHAN KEPERAWATAN MEDULA SPINALIS

1.7.1 PENGKAJIAN
Pola pernapasan harus diobservasi, juga dikaji kekuatan batuk pasien serta diauskultasi paru-paru karena paralisis abdominal dan otot pernapasan yang menyebabkan penurunan batuk dan membuatnya sulit membersihkan sekresi bronkial dan paring. Ekskursi dada juga menurun.
Pasien dipantau dengan adanya perubaha fungsimotorik dan sensorik dan gejala kerusakan neurologik progresif. Pada tahap awal cidera medula spinalis tidak mungkin untuk menentukan apakah medula telah memburuk karena tanda dan gejala edema medula tidak dapat dibedakan dari transseksi medula. Edema medula medula spinalis dapat tejadi dengan cidera medula berat dan dapat terus menurunkan fungsi medula spinalis.
Fungsi sesorik dan motorik dikaji melalui pemeriksaan neurologik cermat. Temuan ini dicatat sehingga perubahan atau kemajuan dari status data dasar neurologik dapat dievaluasi dengan akurat.
1. Kemampuan motorik dikaji dengan meminta pasien meregangkan jari-jari tangan, meremas tangan pemeriksa dan menggerakkan jaribu kaki atau membalik kaki.
2. Sensasi dikaji dengan mencubit kulit atau menusuk kulit dengan ujung patahan lidi kapas, mulai dari tingkat bahu dan berjalan turun kedua sisi ekstremitas. Pasien ditanya apakah sensasi dirasakan.
3. Adanya penurunan pada fungsi neurologik dilaporkan dengan segera.
Pasien juga dikaji terhadap adanya syok spinal, dimana terjadi kehilangan repleks kompleks, motorik, sensori, dan aktifitas autonom dibawah tingkat lesi, yang menyebabkan paralisis kandung kemih dan distensi.Palpasi abdomen bagian bawah dipalpasi terhadap tand-tanda retensi urine dan distensi kandung kemih yang berlebihan.Kaji dengan ketat dilatasi lambung dan usus karena atonik usus besar sebagai gangaguan autonom.
Suhu dipantau karena pasien dapat mengalami periode hipertermia sebagai akibat perubahan kontrol suhu karena gangguan aoutonom.
1.7.2DIAGNOSA KEPERAWATAN
Berdasarkan data pengkajian, diagnosa keperawatan utama pasien terdiri dari:
1. Pola napas tidak efektif dengan kelemahan dengan paralisis otot abdominal dan interkostal serta ketidak mampuan untuk membersihkan sekresi.
2. Kerusakan mobilitas pisik yang berhubungan dengan sensorik dan motorik
3. Kerusakan terhadap intregitas kulit yang berhubungan dengan kehilangan sensori dan imobilitas.
4. Retensi urinarius yang berhubungan dengan ketidak mampuan untuk berkemih spontan.
5. Konstipasi berhubungan adanya atonik kolon sebagai akibat gangguan autonomik.
6. Nyeri dan ketidaknyamanan yang berhubungan dengan pengobatan dan namanya imobilitas.
1.7.3 INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Pola napas tidak efektif dengan kelemahan dengan paralisis otot abdominal dan interkostal serta ketidak mampuan untuk membersihkan sekresi.
Kriteria evaluasi: mempertahankan kesejajaran yang tepat dari spinal tanpa cidera medula spinalis lanjut.
# Pertahankan tirah baring dan alat-alat imobilisasi seperti traksi, halobrace, polar leher, bantal pasir dan sebagainya.

2. Kerusakan mobilitas pisik yang berhubungan dengan sensorik dan motorik
3. Kerusakan terhadap intregitas kulit yang berhubungan dengan kehilangan sensori dan imobilitas.
4. Retensi urinarius yang berhubungan dengan ketidak mampuan untuk berkemih spontan.
5. Konstipasi berhubungan adanya atonik kolon sebagai akibat gangguan autonomik.
6. Nyeri dan ketidaknyamanan yang berhubungan dengan pengobatan dan namanya imobilitas.

LAPORAN PENDAHULUAN BRONCHOPNEUMONIA

A. Pengertian
Bronchopneumonia adalah radang pada paru-paru yang mempunyai penyebaran berbercak, teratur dalam satu area atau lebih yang terlokalisasi di dalam bronki dan meluas keparenkim paru (Brunner & Suddarth, 2001).

B.Etiologi
1.Bakteri contohnya; Diplococeus pueuneomiae, streptococcus pneumoniae.
2.Virus contohnya; virus influenza, virus parainfluenza.
3.Jamur contohnya; Histoplasma caspulatum, candida, kriptokokkus dan blastomises.

C.Pathofisiologi
Bakteri, virus ataupun jamur menyerang ventilasi maupun difusi. Suatu reaksi inflamasi yang terjadi pada alveoli dan menghasilkan eksudat yang mengganggu gerakan dan difusi oksigen dan karbondioksida. Sel-sel darah putih, neutrofil juga bermigrasi ke alveoli dan memenuhi ruang yang berisi udara. Area paru tidak mendapat ventilasi yang cukup karena sekresi, edema mukosa dan bronkospasme menyebabkan oklusi partial bronki atau alveoli dengan mengakibatkan penurunan tahanan oksigen alveoli. Keadaan demikian mengakibatkan tubuh kekurangan oksigen sehingga tubuh harus meningkatkan frekuensi dan kedalaman bernapasnya.

Penyimpangan KDM

D.Manifestasi Klinik
Demam dan menggigil karena proses peradangan.
Nyeri dada yang terasa ditusuk-tusuk yang dicetuskan oleh bernapas dan batuk.
Adanya bunyi tambahan pernapasan seperti ronchi, wheezing
Napas sesak dan cepat
Tampak pernapasan cuping hidung
Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipoksia apabila infeksinya serius
Ventilasi mungkin berkurang akibat penimbunan mukus yang menyebabkan atelektasis absorbsi.

E.Komplikasi
Hipotensi dan syok
Atelektasis
Efusi pleural
Delirium
Superinfeksi

F.Perangkat Diagnostik
Pemeriksaan radiologi yaitu pada foto thoraks konsolidasi satu atau beberapa lobus yang berbercak-bercak infiltrat.
Pemeriksaan laboratorium, didapati lekositosis antara 15.000 sampai 40.000/mm³.
Hitung sel darah putih biasanya meningkat kecuali apabila pasien mengalami immunodefisiensi.

G.Penatalaksanaan
Pemberian antibiotik misalnya penisillin G, streptomisin, ampisillin, dan garamicin.
Inhalasi lembab dan hangat sangat membantu dalam menghilangkan iritasi bronkhial.
Istirahat yang adekuat sampai klien menunjukan tanda-tanda penyembuhan.
Jika terjadi hipoksemia, pasien diberikan oksigen.
Teknik-teknik bernapas dalam untuk meningkatkan ventilasi alveolus dan mengurangi resiko atelektasis.

H.Proses Keperawatan


DAFTAR PUSTAKA

1.Arief Mausyoer, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta, Medika Aeskulopius.

2.Corwin Elisabeth J., 2000, Pathofisiologi, Jakarta, EGC.

3.Merbin Halim, 2001, Ilmu penyakit Dalam, Jakarta. EGC.

4.Smeltzer Suzanne C. & Bare Brenda G., 2001, Keperawatan Medikal Bedah, Brunner dan Suddarth, Jakarta, EGC.

LAPORAN PENDAHULUAN
KEBUTUHAN PSIKOSOSIAL

Manusia selalu berusaha untuk mempertahankan keseimbangan hidupnya. Keseimbangan yang dipertahankan oleh setiap individu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya disebut sehat. Sedangkann seseorang dikatakan sakit apabila gagal dalam mempertahankan keseimbangan diri dan lingkungannya.
Dalam Lirarbi Maslow dinyatakan bahwa kabutuhan manusia yang paling tinggi adalah tercapainya aktualisasi diri. Untuk mencapai aktualisasi diri diperlukan konsep diri yang sehat.
Konsep diri merupakan semua program, kepercayaan dan nilai yang diketahui induvidu tentang dirinya dan mempengaruhi induvidu dalam berhubungan dengan orang lain. Pembentukan konsep diri sangat dipengaruhi oleh asuhan orang tua dan lingkungannya. Komponen konsep diri diantaranya :
1.Citra tubuh
Sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup prosepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk dan fungsi penampilan tubuh saat ini dan masa lalu.

2.Ideal diri
Persepsi induvidu tentang bagaimana ia harus berperilaku sesuai dengan standar perilaku. Ideal diri akan mewujudkan cita-cita dan harapan pribadi.
3.Harga diri
Penulaian terhadap hasil yang dicapai dengan analisis, sejauhmana perilaku memenuhi ideal diri. Harga diri dipeoleh dari diri sendiri dan orang lain.
4.Peran diri
Pola sekap, perilaku nila yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat.
5.Identitas diri
Kesadaran akan dirinya sendiri yang bersumber dari obsuvasi dan penilaian yang merupakan sintesis dari semua aspek konsep diri sebagai suatu kesatuan yang utuh.

Faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri :
1.Tingkat Perkembangan dan Kematangan
Perkermbangan anak seperti dukungan mental, perlakuan dan pertumbuhan anak akan mempengaruhi konsep dirinya.
2.Budaya
Pada usia anak-anak, nilai-nilai akan diadopsi dari orang tua, kelompok dan lingkungannya.
3.Sumber Eksternal dan Internal
Sumber eksternal diantaranya adalah dukungan dari masyarakat dan ekonomi yang kuat. Sedangkan sumber internal diantaranya orang yang humoris yang memiliki koping individualnya lebih efektif.
4.Pengalaman Sukes dan Gagal
Adanya riwayat sukses akan meningkatkan konsep diri, demikian pulah sebaliknya.
5.Stressor
Jika koping individu tidak adekuat maka akan menimbulkan depresi, menarik diri dan kecemasan.
6.Usia, keadaan sakit dan trauma akan mempengaruhi konsep dirinya.

Ada beberapa kriteria kepribadian yang sehat yaitu sebagai berikut :
1.Citra tubuh positif dan akurat
2.Ideal dan realitas
3.Konsep diri yang positif
4.Memiliki harga diri
5.Kepuasan penampilan peran
6.Identitas yang jelas

Stress dan Adaptasi
Stres adalah suatu keadaan yang dihasilkan oleh perubahan lingkungan yang diterima sebagai suatu hal yang menantang, mengancam atau merusak terhadap keseimbangan seseorang (Brunner dan Suddarth, 2001). Penyebab stres disebut stressor.
Adaptasi adalah suatu proses yang konstan dan berkelanjutan yang membutuhkan perubahan dalam hal struktur, fungsi dan perilaku sehingga seseorang lebih sesuai dengan lingkungan tertentu (Brunner dan Suddarth, 2001).
Respon psikologi terhadap stres adalah depresi, marah dan kecemasan. Terdapat empat tingkatan kecemasan diantaranya :
1.Cemas Ringan
Persepsi terhadap masalah melebar dan individu akan berhati-hati dan waspada. Respon kecemasan ringan seperti sesekali bernapas pendek, nadi daan tekanan darah meningkat, muka berkerut, bibir bergetar, tidak dapat duduk dengan tenang, dan tremor halus pada tangan.
2.Cemas Sedang
Persepsi terhadap masalah menurun. Responnya seperti sering napas pendek, nadi dan tekanan darah meningkat, mulut kering, anoreksia, sulit tidur dan perasaan tidak enak.
3.Cemas Berat
Persepsinya sangat sempit dan membutuhkan lebih banyak pengarahan atau tuntunan. Responnya seperti napas pendek, nadi dan tekanan darah meningkat, berkeringat, dan sakit kepala, penglihatan kabur, ketegangan dan perasaan akan ancaman meningkat.
4.Panik
Persepsi telah terganggu sehingga individu tidak dapat mengendalikan diri lagi dan tidak dapat melakukan apa-apa walaupun telah diberikan pengarahan. Responnya napas pendek, rasa tercekik, sakit dada, pucat, hipotensi, tidak dapat berpikir lagi, marah mengamuk, bnerteriak-teriak dan kehilangan kendali.
Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya stres :
1.Lingkungan yang asing
2.Kehilangan kemandirian sehingga mengalami ketergantungan dan memerlukan bantuan orang lain.
3.Berpisah dengan pasangan dan keluarga
4.Masalah biaya
5.Kurang informasi
6.Ancaman akan penyakit yang lebih parah
7.masalah pengobatan



DAFTAR PUSATAKA

1.Goodner, Brenda dan Roth, Linda Skidmore, 1994, Panduan Tindakan Keperawatan Klinik Praktis, Jakarta, EGC.

2.Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Bredda G., Keperawatan Medikal Bedal Brunner dan Suddart, Jakarta, EGC.

3.Tarwoto dan Wartonah, 2004, Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan, Jakarta, Salemba Medika.

LAPORAN PENDAHULUAN
KEBUTUHAN OKSIGENASI

Oksigen merupakan salah satu komponen gas yang dibutuhkan dalam proses metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh (Tarwotoh & Wartonah, 2004). Secara normal oksigen diperoleh melalui proses respirasi dan penyampaian oksigen kejaringan tubuh ditentukan oleh sistem respirasi, kardiovaskuler dan keadaan haematologi.
Respirasi adalah transpor oksigen kedalam sel tubuh dan transfer karbondioksida dari sel keatmosfir. Tujuan dari proses respirasi ini adalah untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh dan membuang karbondioksida ke atmosfir. Untuk mencapai tujuan itu, maka sistem pernapasan menjalankan fungsinya melalui empat (4) tahap diantaranya:
1.Ventilasi Paru, yaitu proses masuk dan keluarnya udara dari atmosfir ke alveoli paru
2.Difusi oksigen dan karbondioksida antara alveoli dan kapiler paru
3.Transport oksigen dan karbondioksida antara darah dan jaringan
4.Perfusi gas yaitu pertukaran oksigen dan karbondioksida dijaringan
Respirasi terdiri dari proses inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi terjadi setiap 1-5,5 detik dan ekspirasi setiap 2-3 detik. Inspirasi terjadi karena adanya kontraksi diafragma, diafragma turun menyebabkan desakaan kerongga abdomen sehingga rongga dada membesar, dan diikuti oleh terangkatnya iga-iga sehingga diameter anterior posterior dada menjadi lebih besar. Oleh karena itu iga menonjol kedepan dan sternum menjauhi tulang punggung dan dengan demikian diafragma menjadi lebih luas. Sedangkan ekspirasi terjadi pada saat diafragma relaksasi. Diafragma naik bersamaan dengan kontraksi otot-otot abdomen daan tekanan organ-organ dalam abdomen keatas sehingga iga-iga ikut tertarik kebelakang dan rongga dada mengecil.
Volume paru ditentukan oleh proses spirometri yang mengukur atau menghitung volume udara yang keluar dan masuk paru. Volume paru diantaranya:
1.Volume tidal, yaitu volume udara yang secara normal dihirup dan dihembuskan pada setiap terikan napas. Nilainya kira-kira 500 ml.
2.Volume cadangan ekspirasi, yaitu jumlah udara maksimum yanag dapat dihembuskan melebihi ekspirasi normal. Nilainya rata-rata 1100 ml.
3.Volume cadangan inspirasi, yaitu volume udara diatas inspirasi tidal – volume yang dapat secara maksimum dihirup pada setiap terikan napas. Besarnya sekitar 3000 ml.
4.Volume residual yaitu volume udara yang tetap berada didalam paru setelah ekspirasi maksimum, besarnya sekitar 1200 ml.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan oksigenasi yaitu :
1.Faktor fisiologi
Menurunnya kemampuan mengikat oksigen seperti pada anemia.
Menurunnya konsentrasi oksigen yang diinspirasi seperti pada obstruksi saluran pernapasan atas.
Hipovolemia sehingga tekanan darah menurun yang mengakibatkan terganggunya pemenuhan oksigen.
Meningkatnya metabolisme seperti adanya infeksi, demam, dan luka.
Kondisi yang mempengaruhi pergerakan dinding dada diantaranya pada kehamilan, obesitas, penyakit kronis seperti TBC paru.
2.Faktor perkembangan
Bayi prematur yang disebabkan oleh kekurangaan surfaktan
Bayi dan toddler, adanya resiko infeksi saluran pernapasaan akut.
Anak usia sekolah dan remaja resiko infeksi saluran pernapasan dan merokok.
Dewasa muda dan pertengahan, diet yang tidak sehat, kurang aktivitas dan stres.
Dewasa tua, adanya proses penuaan yang mengakibatkan kemungkinan arterosklerosis, elastisitas menurun, ekspansi paru menurun.
3.Faktor perilaku
Nutrisi, misalnya pada obesitas yang menyebabkan penurunan ekspansi paru, gizi buruk menyebabkan anemia sehingga daya ikat oksigen berkurang.
Exercise akan meningkatkan kebutuhan oksigen.
Merokok, nikotinnya menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah perifer daan koroner.
Substansi abuse (alkohol dan obat-obatan) menyebabkan intake nutrisi menurun mengakibatkan penurunan hemoglobin.
Kecemasan menyebabkan metabolisme meningkat.
4.Faktor lingkungan
Tempat kerja karena adanya polusi.
Suhu lingkungan.
Ketinggian tempat dari permukaan laut.

Perubahan pada fungsi pernapasan diantaranya adalah :
1.Hiperventilasi, yaitu peningkatan frekuensi dan kedalaman dalam bernapas untuk meningkatkan jumlah oksigen dalam paru-paru.
2.Hipoventilasi, yaitu ventilasi alveolaar yang tidaak adekuat untuk memenuhi penggunaan oksigen tubuh atau pengeluaran karbondioksida yang cukup.
3.Hipoksia, yaitu tidak adekuatnya penggunaan oksigen seluler akibat dari defisiensi oksigen yang diinspirasi atau meningkatnya penggunaan karbondioksida pada tingkat seluler.


DAFTAR PUSTAKA

1.Corwin, Elizabeth J., 2000, Pathofisiologi, Jakarta, EGC.

2.Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Bredda G., 2001, Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta, EGC.

3.Tarwoto dan Wartonah, 2004, Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan, Jakarta, Salemba Medika.