Jumat, 18 Februari 2011

FISIOTERAPI DADA

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
A. FISIOTERAPI DADA
Fisioterapi dada adalah salah satu dari pada fisioterapi yang sangat berguna bagi penderita penyakit respirasi baik yang bersifat akut maupun kronis. Fisioterapi dada ini walaupun caranya kelihatan tidak istimewa tetapi ini sangat efektif dalam upaya mengeluarkan sekret dan memperbaiki ventilasi pada pasien dengan fungsi paru yang terganggu. Jadi tujuan pokok fisioterapi pada penyakit paru adalah mengembalikan dan memelihara fungsi otot-otot pernafasan dan membantu membersihkan sekret dari bronkus dan untuk mencegah penumpukan sekret, memperbaiki pergerakan dan aliran sekret. Fisioterapi dada ini dapat digunakan untuk pengobatan dan pencegahan pada penyakit paru obstruktif menahun, penyakit pernafasan restriktif termasuk kelainan neuromuskuler dan penyakit paru restriktif karena kelainan parenkim paru seperti fibrosis dan pasien yang mendapat ventilasi mekanik. Fisioterapi dada ini meliputi rangkaian : postural drainage, perkusi, dan vibrasi.
1. Clapping/Perkusi Dada
a. Pengertian;
Perkusi dada adalah penepukan pada daerah dimana sekret terakumulasi (dada dan punggung) dengan tangan yang dibentuk menyerupai mangkuk, tepukan tangan secara berirama dan sistematis dari arah atas menuju kebawah. Selalu perhatikan ekspresi wajah klien untuk mengkaji kemungkinan nyeri. Setiap lokasi dilakukan perkusi selama 1-2 menit.
b. Tujuan:
Perkusi dilakukan pada dinding dada dengan tujuan melepaskan atau melonggarkan secret yang tertahan.
c. Indikasi Klien Yang Mendapat Perkusi Dada
Perkusi secara rutin dilakukan pada pasien yang mendapat postural drainase, jadi semua indikasi postural drainase secara umum adalah indikasi perkusi.
Perkusi harus dilakukan hati-hati pada keadaan :
1. Patah tulang rusuk
2. Emfisema subkutan daerah leher dan dada
3. Skin graf yang baru
4. Luka bakar, infeksi kulit
5. Emboli paru
6. Pneumotoraks tension yang tidak diobati
d. Persiapan Alat dan Bahan
Baki berisi :
1. Handuk
3. Bantal ( 2 – 3 buah )
4. Segelas air
5. Tissue
6. Sputum pot, berisi cairan desinfektan
7. Buku catatan
e. Persiapan Klien
1. Informasikan klien mengenai : tujuan pemeriksaan, waktu dan prosedur
2. Pasang sampiran / jaga privacy pasien
3. Atur posisi yang nyaman
f. Persiapan perawat :
1. Cuci tangan
2. Perhatikan universal precaution
g. Prosedur Kerja
1. Lakukan auskultasi bunyi napas klien
2. Instruksikan klien untuk mengatakan bila mengalami mual, nyeri dada, dispneu.
3. Berikan medikasi yang dapat membantu mengencerkan sekresi.
4. Kendurkan pakaian klien
5. Tutup area yang akan diperkusi dengan menggunkan handuk
6. Anjurkan klien untuk tarik napas dalam dan lambat untuk meningkatkan relaksasi
7. Jari dan ibu jari berhimpitan dan fleksi membentuk mangkuk
8. Secara bergantian, lakukan fleksi dan ekstensi pergelangan tangan secara cepat menepuk dada
9. Perkusi pada setiap segmen paru selama 1 -2 menit, jangan pada area yang mudah cedera seperti mammae, sternum, dan ginjal
2. Vibrasi
a. Pengertian;
Vibrasi adalah getaran kuat secara serial yang dihasilkan oleh tangan perawat yang diletakkan datar pada dinding dada klien
b. Tujuan:
Vibrasi digunakan setelah perkusi untuk meningkatkan turbulensi udara ekspirasi dan melepaskan mukus yang kental. Sering dilakukan bergantian dengan perkusi.
c. Indikasi Klien Yang Mendapat Vibrasi
Kontra indikasinya adalah patah tulang dan hemoptisis yang tidak diobati
d. Persiapan Alat dan Bahan
Baki berisi :
1. Handuk
3. Bantal ( 2 – 3 buah )
4. Segelas air
5. Tissue
6. Sputum pot, berisi cairan desinfektan
7. Buku catatan
e. Persiapan Klien
1. Informasikan klien mengenai : tujuan pemeriksaan, waktu dan prosedur
2. Pasang sampiran / jaga privacy pasien
3. Atur posisi yang nyaman
f. Persiapan perawat :
1. Cuci tangan
2. Perhatikan universal precaution
g. Prosedur Kerja
1. Lakukan auskultasi bunyi napas klien
2. Instruksikan klien untuk mengatakan bila mengalami mual, nyeri dada, dispneu.
3. Berikan medikasi yang dapat membantu mengencerkan sekresi.
4. Kendurkan pakaian klien
5. Letakkan tangan, telapak tangan menghadap ke bawah di area yang didrainase, satu tangan di atas tangan yang lain dengan jari-jari menempel bersama dan ekstensi.
6. Anjurkan klien inspirasi dalam dan ekspirasi secara lambat lewat mulut (pursed lip breathing )
7. Selama ekspirasi, tegangkan seluruh otot tangan dan lengan, dan gunakan hamper semua tumit tangan, getarkan tangan, gerakkan ke arah bawah. Hentikan getaran saat klien inspirasi
8. Lakukan vibrasi selama 5 kali ekspirasi pada segmen paru yang terserang.

B. POSTURAL DRAINAGE
a. Pengertian;
Merupakan cara klasik untuk mengeluarkan secret dari paru dengan mempergunakan gaya berat (gravitasi) dari secret.
Pembersihan dengan cara ini dicapai dengan melakukan salah satu atau lebih dari 11 posisi tubuh yang berbeda. Setiap posisi mengalirkan secret dari pohon trakheobronkhial ke dalam trachea. Batuk penghisapan kemudian dapat membuang secret dari trachea. Pada penderita dengan produksi sputum yang banyak drainase postural lebih efektif bila disertai dengan perkusi dan vibrasi dada.
b. Tujuan:
Tujuan dilakukannya teknik postural drainage adalah:
• Untuk mengeluarkan secret yang tertampung
• Untuk mencegah akumulasi secret agar tidak terjadi atelektasis
• Mencegah dan mengeluarkan secret.
c. Indikasi untuk Postural Drainage :
1. Profilaksis untuk mencegah penumpukan sekret yaitu pada :
• Pasien yang memakai ventilasi
• Pasien yang melakukan tirah baring yang lama
• Pasien yang produksi sputum meningkat seperti pada fibrosis kistik atau bronkiektasis
• Pasien dengan batuk yang tidak efektif .
2. Mobilisasi sekret yang tertahan :
• Pasien dengan atelektasis yang disebabkan oleh sekret
• Pasien dengan abses paru
• Pasien dengan pneumonia
• Pasien pre dan post operatif
• Pasien neurologi dengan kelemahan umum dan gangguan menelan atau batuk
d. Kontra indikasi untuk postural drainage :
• Tension pneumotoraks
• Hemoptisis
• Gangguan sistem kardiovaskuler seperti hipotensi, hipertensi, infark miokard kutrd infark dan aritmia.
• Edema paru
• Efusi pleura yang luas
e. Persiapan Alat dan Bahan
Baki berisi :
1. Handuk
3. Bantal ( 2 – 3 buah )
4. Segelas air hangat
5. Tissue
6. Sputum pot, berisi cairan desinfektan
7. Buku catatan
8. Stetoskop
f. Persiapan Klien
1. Informasikan klien mengenai : tujuan pemeriksaan, waktu dan prosedur
2. Pasang sampiran / jaga privacy pasien
3. Atur posisi yang nyaman
g. Persiapan perawat :
1.Cuci tangan
2.Perhatikan universal precaution
h. Prosedur Kerja
1.Jelaskan prosedur
2.Kaji area paru, data klinis, foto x-ray
3.Cuci tangan
4.Pakai masker
5.Dekatkan sputum pot
6.Berikan minum air hangat
7.Atur posisi pasien sesuai dengan area paru yang akan didrainage
8.Minta pasien mempertahankan posisi tersebut selama 10-15 menit. Sambil PD bisa dilakukan clapping dan vibrating
9.Berikan tisu untuk membersihkan sputum
10.Minta pasien untuk duduk, nafas dalam dan batuk efektif
11.Evaluasi respon pasien (pola nafas, sputum: warna, volume, suara pernafasan)
12.Cuci tangan
13.Dokumentasi (jam, hari, tanggal, respon pasien)
14.Jika sputum masih belum bisa keluar, maka prosedur dapat diulangi kembali dengan memperhatikan kondisi pasien
i.Posisi Postural Drainage
Postural drainage dilakukan pada posisi tertentu yaitu pada posisi supaya terjadi pengeluaran (drain-age) sputum yang cepat karena pengaruh gaya beratnya di-sertai pengaruh perkusi dan vibrasi dada. Posisi pen-derita yang diharapkan terjadi drainage sesuai dengan lokasikelainan paru adalah sebagai berikut:
1.Tidur dengan beberapa bantal, kepala letak tinggi membentuk sudut 45° untuk drainage kedua lobus atas dari segmen apical, perkusi dada dibawah leher serentak pada kedua sisi.
2.Tidur dengan satu bantal bawah kepala dan satu bantal bawah lutut untuk drainage lobus atas kanan segmen anterior dilakukan perkusi pada bahu kanan bagian atas, dan beberapa bantal tanpa bantal bawah lutut untuk drainage lobus atas kiri segmen ante-rior perkusi pada bahu kiri bagian atas.
3.Tidur menelungkup pada bantal untuk drainage lobus atas segmen posterior perkusi pada daerah punggung dibawah leher .
4.Tidur pada sisi kiri dengan3/4 bagian badan tidur, untuk drainage lobus tengah kanan dan lobus bawah kanan segmen anterior. Kepala lebih bawah dari bagian tubuh lainnya, perkusi pada dada kanan antara ICS 4-6.
5.Tidur pada sisi kanan dengan3/4 bagian badan tidur, untuk drainage lingula dan lobus bawah kiri segmen anterior, perkusi pada basal paru jangan sampai menepuk lambung . Letak kepala sama seperti No. 4.
6.Tidur dengan satu bantal bawah kepala dan satu bantal bawah lutut dengan letak kepala seperti no. 4, untuk drainage kedua lobus bawah segmen anterior.
7.Tidur pada sisi kiri, letak kepala sama seperti no. 4, untuk drainage lobus bawah kanan segmen lateral.
8.Tidur pada sisi kanan dengan letak kepala sama seperti no. 4, untuk drainage lobus bawah kiri segmen lateral dan lobus bawah kanan segmen kardiak.
9.Tidur menelungkup dengan satu bantal dibawah perut dengan letak kepala sama seperti no. 4 atau beberapa bantal di bawah perut untuk drainage kedua lobus bawah.
10.Tidur pada sisi kiri dengan ¾ bagian badan miring, letak kepala sama seperti no. 4, untuk drainage lobus bawah kanan segmen posterior. Untuk penderita dengan kelainan paru pada beberapa tempat PD dapat dilakukan pada beberapa posisi. Setiap posisi sebaiknya dilakukan selama 5 - 10 menit. Keadaan ini biasa diperpanjang bila penderita tahan lama, sekret/cairan patologik jumlahnya banyak atau kental sehingga drainage memerlukan.
C. Terapi Oksigen
a. Pengertian;
Terapi oksigen adalah suatu tindakan untuk meningkatkan tekanan parsial oksigen pada inspirasi, yang dapat dilakukan dengan cara meningkatkan kadar oksigen inspirasi (FiO2) atau meningkatkan tekanan oksigen (hiperbarik).
Dengan demikian maka terapi oksigen bukanlah pekerjaan rutin “biasa” yang dilakukan di ruang perawatan tetapi merupakan “obat” yang sebaiknya diinstruksikan oleh dokter tentang cara, kadar dan lamanya pemberian karena didalam pemberiannya harus memenuhi kriteria 4 tepat 1 waspada yaitu tepat indikasi, dosis, cara pemberian, waktu serta waspada terhadap efek samping.
b. Tujuan:
Tujuan umum terapi oksigen adalah untuk mencegah dan memperbaiki hipoksia jaringan, sedangkan tujuan khususnya adalah untuk mendapatkan PaO2 lebih dari 90 mmHg atau SaO2 lebih dari 90%
c. Indikasi terapi oksigen antara lain:
Diabetes, Stroke, terapi untuk kecantikan dan kebugaran, Penyakit dekompresi, Emboli udara, Aktinomikosis, Anemia, Insufisiensi arteri perifer akut, Infeksi, Bakteri, Keracunan CO, Keracunan sianida, Gas ganren, Cangkokan kulit, Infeksi jaringan lunak, Osteomielitis, Ekstraksi gigi, Kontra indikasi terapi oksigen antara lain: Kelainan paru, Riwayat operasi paru, Infeksi saluran nafas atas, Cedera paru, Tumor ganas, Penyakit menular, Pengidap gaustrophobia, Kehamilan, Pneumothorax, Resiko terapi oksigen antara lain adalah: Keracunan oksigen, Retensi CO2, Atelektasis, Disstress substernal, Kongesti hidung, Nyeri tenggorokan, Batuk, Retinipati prematuritas, Kedutan otot, Rasa pening, kejang, Bunyi berdering dalam telinga, Koma.
d. Persiapan Alat dan Bahan
1. Tabung Oksigen lengkap dengan flow meter dan humidifier
2. kateter nasal,kanula nasal, atau masker
3. Vaselin / Jeli
e. Persiapan Klien
Sebelum pemberian oksigen harus terlebih dahulu diberitahukan kepada penderita tentang prosedur, maksud dan manfaat pemberian oksigen.
1. Kateter Nasal
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan oksigen secara kontinyu dengan aliran 1 – 6 liter/mnt dengan konsentrasi 24% - 44%.
- Keuntungan
Pemberian oksigen stabil, klien bebas bergerak, makan dan berbicara, murah dan nyaman serta dapat juga dipakai sebagai kateter penghisap.
- Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen yang lebih dari 45%, tehnik memasukan kateter nasal lebih sulit dari pada kanula nasal, dapat terjadi distensi lambung, dapat terjadi iritasi selaput lendir nasofaring, aliran dengan lebih dari 6 liter/mnt dapat menyebabkan nyeri sinus dan mengeringkan mukosa hidung, serta kateter mudah tersumbat.
- Prosedur Kerja
1.Jelaskan prosedur yang akan di lakukan.
2.Cuci tangan
3.Atur aliran oksigen sesuai dengan kecepatan yang dibutuhkan, biasanya 1-6 liter/menit. Kemudian observasi humidifire dengan melihat air bergelembung.
4.Atur posisi dengan semi-Fowler.
5.Ukur kateter nasal dimulai dari lubang telinga sampai kehidung dan berikan tanda.
6.Buka saluran udara dari tabung oksigen.
7.berikan minyak pelumas (Vaselin/jeli)
8.Masukkan kedalam hidung sampai batas yang ditentukan.
9.Lakukan pengecekan kateter apakah sudah masuk atau belum dengan menekan lidah pasien menggunakan spatel (akan terlihat posisinya dibelakang uvula).
10.Fiksasi pada daerah hidung.
11.Periksa kateter nasal setiap 6-8 jam.
12.Kaji cuping, septum, dan mukos hidung serta periksa kecepatan aliran oksigen setiap 6-8 jam.
13.Catat kecepatan aliran oksigen, rute pemberian dan respon klien.
14.Cuci tangan setelah prosedur di lakukan.
2. Kanul Nasal
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan oksigen kontinyu dengan aliran 1 – 6 liter/mnt dengan konsentrasi oksigen sama dengan kateter nasal.
- Keuntungan
Pemberian oksigen stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan teratur, pemasangannya mudah dibandingkan kateter nasal, klien bebas makan, bergerak, berbicara, lebih mudah ditolerir klien dan terasa nyaman.
- Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen lebih dari 44%, suplai oksigen berkurang bila klien bernafas melalui mulut, mudah lepas karena kedalaman kanul hanya 1 cm, dapat mengiritasi selaput lendir.
- Prosedur Kerja
1.Jelaskan prosedur yang akan di lakukan.
2.Cuci tangan
3.Atur aliran oksigen sesuai dengan kecepatan yang dibutuhkan, biasanya 1-6 liter/menit. Kemudian observasi humidifire pada tabung dengan adanya gelembung air.
4.pasang kanula nasal pada hidung dan atur pengikat untuk kenyamanan pasien.
5.periksa kanula tiap 6-8 jam.
6.Kaji cuping, septum, dan mukos hidung serta periksa kecepatan aliran oksigen setiap 6-8 jam.
7.Catat kecepatan aliran oksingen, rute pemberian, dan respon klien.
8.Cuci tangan Setelah prosedur dilakukan.
3. Sungkup Muka Sederhana
Merupakan alat pemberian oksigen kontinu atau selang seling 5 – 8 liter/mnt dengan konsentrasi oksigen 40 – 60%.
- Keuntungan
Konsentrasi oksigen yang diberikan lebih tinggi dari kateter atau kanula nasal, sistem humidifikasi dapat ditingkatkan melalui pemilihan sungkup berlobang besar, dapat digunakan dalam pemberian terapi aerosol.
- Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen kurang dari 40%, dapat menyebabkan penumpukan CO2 jika aliran rendah.
4. Sungkup Muka dengan Kantong Rebreathing :
Suatu teknik pemberian oksigen dengan konsentrasi tinggi yaitu 60 – 80% dengan aliran 8 – 12 liter/mnt
- Keuntungan
Konsentrasi oksigen lebih tinggi dari sungkup muka sederhana, tidak mengeringkan selaput lendir
- Kerugian
Tidak dapat memberikan oksigen konsentrasi rendah, jika aliran lebih rendah dapat menyebabkan penumpukan CO2, kantong oksigen bisa terlipat.
5. Sungkup Muka dengan Kantong Non Rebreathing
Teknik pemberian oksigen dengan konsentrasi oksigen mencapai 99% dengan aliran 8 – 12 liter/mnt dimana udara inspirasi tidak bercampur dengan udara ekspirasi
- Keuntungan :
Konsentrasi oksigen yang diperoleh dapat mencapi 100%, tidak mengeringkan selaput lendir.
- Kerugian
Kantong oksigen bisa terlipat.
- Prosedur Kerja
1.Jelaskan prosedur yang akan di lakukan.
2.Cuci tangan
3.Atur posisi dengan semi-Fowler
4.Atur aliran oksigen sesuai dengan kecepatan yang dibutuhkan (umumnya 6-10 L/menit). Kemudian observasi humidifire pada tabung air yang menunjukkan adanya gelembung.
5.Tempatkan masker oksigen diatas mulut dan hidung pasien dan atur pengikat untuk kenyamanan pasien.
6.Periksa kecepatan aliran tiap 6-8 jam, catat kecepatan aliran oksigen, rute pemberian, dan respon klien.
7.Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.

Minggu, 13 Februari 2011

FINAL TIK SEMESTER V

1.SEJARAH PERKEMBANGAN KOMPUTER DALAM KEPERAWATAN

Komputer telah dikenal sekitar lima puluh tahun yang lalu, tetapi rumah sakit lambat dalam menangkap revolusi komputer. Saat ini hampir setiap rumah sakit menggunakan jasa komputer, setidaknya untuk manajemen keuangan.
Perawat terlambat mendapatkan manfaat dari komputer, usaha pertama dalam menggunakan komputer oleh perawat pada akhir tahun 1960-an dan 1970-an mencakup:
•Automatisasi catatan perawat untuk menjelaskan status dan perawatan pasien.
•Penyimpanan hasil sensus dan gambaran staf keperawatan untuk analisa kecenderungan masa depan staf.
Sistem pencatatan dengan menggunakan komputer diterapkan pertama kali di rumah sakit El Camino, California pada akhir tahun 1960-an. Di masa itu, komputer digunakan untuk mengolah seluruh data klien yang diperoleh selama klien dirawat di rumah sakit. Tahun 1970-an banyak institusi kesehatan yang mengembangkan Sistem Informasi Manajemennya (SIM) dengan menggunakan komputer. Seiring perkembangan praktik keperawatan, pada tahun 1980-an dibuat software khusus keperawatan untuk mempermudah pendokumentasian yang dikenal dengan istilah Computer-based Patient Record System (CPRS). Di tahun tersebut, microcomputer atau Personal Computer (PC) juga diciptakan. Hal tersebut menjadikan penggunaan komputer lebih mudah digunakan oleh perawat maupun praktisi kesehatan lainnya.
2.SISTEM INFORMASI KEPERAWATAN DI PUSKESMAS

Puskesmas sebagai salah satu institusi pelayanan umum, dapat dipastikan membutuhkan keberadaan sistem informasi yang akurat dan handal, serta cukup memadai untuk meningkatkan pelayanan puskesmas kepada para pengguna (pasien) dan lingkungan terkait. Dengan lingkup pelayanan yang begitu luas, tentunya banyak sekali permasalahan kompleks yang terjadi dalam proses pelayanan di puskesmas. Banyaknya variabel di puskemas turut menentukan kecepatan arus informasi yang dibutuhkan oleh pengguna dan lingkungan puskesmas.
Selama ini banyak puskesmas yang masih mengelola data-data kunjungan pasien, data-data arus obat, dan juga membuat pelaporan dengan menggunakan cara-cara yang manual. Selain membutuhkan waktu yang lama, keakuratan dari pengelolaan data juga kurang dapat diterima, karena kemungkinan kesalahan sangat besar. Beberapa puskesmas mungkin sudah memakai komputer sebagai alat bantu untuk pengelolaan data, hanya saja sampai sekarang belum banyak program komputer yang secara khusus didesain untuk manajemen data di puskesmas.
SIMPUS dikembangkan dengan mempertimbangkan kondisi-kondisi yang secara umum banyak dijumpai di puskesmas. SIMPUS mempunyai tunjuan pengembangan yang jelas, antara lain :
1.Terbangunnya suatu perangkat lunak yang dapat digunakan dengan mudah oleh puskesmas, dengan persyaratan yang seminimal mungkin dari segi perangkat keras maupun dari segi sumber daya manusia yang akan menggunakan perangkat lunak tersebut.
2.Membantu dalam mengolah data puskesmas dan dalam pembuatan berbagai pelaporan yang diperlukan.
3.Terbangunnya suatu sistem database untuk tingkat kabupaten, dengan memanfaatkan data-data kiriman dari puskesmas.
4.Terjaganya data informasi dari puskesmas dan Dinas Kesehatan sehingga dapat dilakukan analisa dan evaluasi untuk berbagai macam penelitian.
5.Terwujudnya unit informatika di Dinas Kesehatan Kabupaten yang mendukung terselenggaranya proses administrasi yang dapat meningkatkan kwalitas pelayanan dan mendukung pengeluaran kebijakan yang lebih bermanfaat untuk masyarakat.
Berbagai kendala dalam implementasi SIMPUS ataupun program aplikasi yang sudah pernah dialami di berbagai daerah ikut menjadi masukkan untuk menentukan model pengembangan SIMPUS. Kendala-kendala yang secara umum sering dijumpai di puskesmas antara lain :

Kendala di bidang Infrastruktur
Banyak puskesmas yang hanya memiliki satu atau dua komputer, dan biasanya untuk pemakaian sehari-hari di puskesmas sudah kurang mencukupi. Sudah mulai banyak pelaporan-pelaporan yang harus ditulis dengan komputer. Komputer lebih berfungsi sebagai pengganti mesin ketik semata. Selain itu kendala dari sisi sumber daya listrik juga sering menjadi masalah. Puskesmas di daerah-daerah tertentu sudah biasa menjalani pemadaman listrik rutin sehingga pengoperasian komputer menjadi terganggu. Dari segi keamanan, banyak gedung puskesmas yang kurang aman, sering terjadi puskesmas kehilangan perangkat komputer.

Kendala di bidang Manajemen
Masih jarang sekali ditemukan satu orang staf atau petugas atau bahkan unit kerja yang khusus menangani bidang data/komputerisasi. Hal ini dapat dijumpai dari tingkat puskesmas ataupun tingkat dinas kesehatan di kabupaten/kota. Pada kondisi seperti ini nantinya akan menjadi masalah untuk menentukan siapa yang bertanggung jawab atas data-data yang akan ada, baik dari segi pengolahan dan pemeliharaan data, maupun dari segi koordinasi antar bagian.

Kendala di bidang Sumber Daya Manusia
Kendala di bidang SDM ini yang paling sering ditemui di puskesmas. Banyak staf puskesmas yang belum maksimal dalam mengoperasikan komputer. Biasanya kemampuan operasional komputer didapat secara belajar mandiri, sehingga tidak maksimal. Belum lagi dengan pemakaian komputer oleh staf yang kadang-kadang tidak pada fungsi yang sebenarnya.




3.PERAN TEKNOLOGI INFORMASI UNTUK MENDUKUNG MANAJEMEN INFORMASI KESEHATAN DI RUMAHA SAKIT

Perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat telah merambah ke berbagai sektor termasuk kesehatan. Meskipun dunia kesehatan (dan medis) merupakan bidang yang bersifat information-intensive, akan tetapi adopsi teknologi informasi relatif tertinggal. Sebagai contoh, ketika transaksi finansial secara elektronik sudah menjadi salah satu prosedur standar dalam dunia perbankan, sebagian besar rumah sakit di Indonesia baru dalam tahap perencanaan pengembangan billing system. Meskipun rumah sakit dikenal sebagai organisasi yang padat modal-padat karya, tetapi investasi teknologi informasi masih merupakan bagian kecil. Di AS, negara yang relatif maju baik dari sisi anggaran kesehatan maupun teknologi informasinya, rumah sakit rerata hanya menginvestasinya 2% untuk teknologi informasi.
Di sisi yang lain, masyarakat menyadari bahwa teknologi informasi merupakan salah satu tool penting dalam peradaban manusia untuk mengatasi (sebagian) masalah derasnya arus informasi. Teknologi informasi (dan komunikasi) saat ini adalah bagian penting dalam manajemen informasi. Di dunia medis, dengan perkembangan pengetahuan yang begitu cepat (kurang lebih 750.000 artikel terbaru di jurnal kedokteran dipublikasikan tiap tahun), dokter akan cepat tertinggal jika tidak memanfaatkan berbagai tool untuk mengudapte perkembangan terbaru. Selain memiliki potensi dalam memfilter data dan mengolah menjadi informasi, TI mampu menyimpannya dengan jumlah kapasitas jauh lebih banyak dari cara-cara manual. Konvergensi dengan teknologi komunikasi juga memungkinkan data kesehatan di-share secara mudah dan cepat. Disamping itu, teknologi memiliki karakteristik perkembangan yang sangat cepat. Setiap dua tahun, akan muncul produk baru dengan kemampuan pengolahan yang dua kali lebih cepat dan kapasitas penyimpanan dua kali lebih besar serta berbagai aplikasi inovatif terbaru. Dengan berbagai potensinya ini, adalah naif apabila manajemen informasi kesehatan di rumah sakit tidak memberikan perhatian istimewa. Artikel ini secara khusus akan membahas perkembangan teknologi informasi untuk mendukung manajemen rekam medis secara lebih efektif dan efisien. Tulisan ini akan dimulai dengan berbagai contoh aplikasi teknologi informasi, faktor yang mempengaruhi keberhasilan serta refleksi bagi komunitas rekam medis.

B. Aplikasi teknologi informasi untuk mendukung manajemen informasi kesehatan
Secara umum masyarakat mengenal produk teknologi informasi dalam bentuk perangkat keras, perangkat lunak dan infrastruktur. Perangkat keras meliputi perangkat input (keyboard, monitor, touch screen, scanner, mike, camera digital, perekam video, barcode reader, maupun alat digitasi lain dari bentuk analog ke digital). Perangkat keras ini bertujuan untuk menerima masukan data/informasi ke dalam bentuk digital agar dapat diolah melalui perangkat komputer. Selanjutnya, terdapat perangkat keras pemroses lebih dikenal sebagai CPU (central procesing unit) dan memori komputer. Perangkat keras ini berfungsi untuk mengolah serta mengelola sistem komputer dengan dikendalikan oleh sistem operasi komputer. Selain itu, terdapat juga perangkat keras penyimpan data baik yang bersifat tetap (hard disk) maupun portabel (removable disk). Perangkat keras berikutnya adalah perangkat outuput yang menampilkan hasil olahan komputer kepada pengguna melalui monitor, printer, speaker, LCD maupun bentuk respon lainnya.
Selanjutnya dalam perangkat lunak dibedakan sistem operasi (misalnya Windows, Linux atau Mac) yang bertugas untuk mengelola hidup matinya komputer, menhubungkan media input dan output serta mengendalikan berbagai perangkat lunak aplikasi maupun utiliti di komputer. Sedangkan perangkat aplikasi adalah program praktis yang digunakan untuk membantu pelaksanaan tugas yang spesifik seperti menulis, membuat lembar kerja, membuat presentasi, mengelola database dan lain sebagainya. Selain itu terdapat juga program utility yang membantu sistem operasi dalam pengelolaan fungsi tertentu seperti manajemen memori, keamanan komputer dan lain-lain.
Pada aspek infrastruktur, kita mengenal ada istilah jaringan komputer baik yang bersifat terbatas dan dalam kawasan tertentu (misalnya satu gedung) yang dikenal dengan nama Local Area Network maupun jaringan yang lebih luas, bahkan bisa meliputi satu kabupaten atau negara atau yang dikenal sebagai Wide Area Network (WAN). Saat ini, aspek infrastruktur dalam teknologi informasi seringkali disatukan dengan perkembangan teknologi komunikasi. Sehingga muncul istilah konvergensi teknologi informasi dan komunikasi. Perangkat PDA (personal digital assistant) yang berperan sebagai komputer genggam tetapi sarat dengan fungsi komunikasi (baik Wi-Fi, bluetooth maupun GSM) merupakan salah satu contoh diantaranya.

4.PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI PADA RISET KEPERAWATAN

Perkembangan teknologi informasi merupakan salah satu perkembangan peradaban manusia mengenai penyampaian informasi. Perkembangan ini dimulai sejak zaman pra sejarah sampai sekarang. Salah satu peran perawat adalah sebagai peneliti. Untuk itu, perawat perlu melakukan riset yang berhubungan isu-isu keperawatan, antara lain: praktik keperawtan, pendidikan keperawatan, dan administrasi keperawatan guna meningkatkan kemampuannya. Untuk memudahkan riset yang dilakukan maka perawat perlu memanfaatkan perkembangan teknologi informasi yang sudah ada baik dalam hal pengolahan data, penulisan, penyimpanan, atau pun publikasi hasil riset yang telah perawat lakukan.
Perkembangan teknologi informasi mulai merambah dunia keperawatan. Kebutuhan layanan kesehatan juga termasuk keperawatan yang cepat, efisien dan efektif menjadi tuntutan masyarakat modern saat ini. Dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat, istilah telemedicine, telehealth dan telenursing menjadi popular sebagai salah satu model layanan kesehatan.
Teknologi informasi dapat dimanfaatkan dalam bidang perkembangan riset keperawatan berbasis informatika kesehatan. Dapat juga digunakan dikampus dengan video conference, pembelajaran on line dan Multimedia Distance Learning. Pengolahan data dalam riset keperawatan perlu ketelitian, dengan perhitungan menggunakan teknologi informasi yang sudah ada maka kesalahan dalam perhitungan dapat diminimalkan agar dasar-dasar keilmuan yang nantinya akan menjadi landasan dalam kegiatan praktik klinik, pendidikan, dan menejemen keperawatan dapat diperkuat.
Penggunaan teknologi informasi dalam riset keperawatan juga untuk pendokumentasian hasil riset yang telah dilakukan. Setelah itu, perlu mempublikasikan hasil riset keperawatan sebagai ilmu untuk perawat lain dan masyarakat tentang hal yang berkaitan dengan isu keperawatan. Semua proses yang dibutuhkan dalam melakukan riset keperawtan pun akan lebih mudah dan efektif.
Seiring dengan pesatnya kebutuhan akan penggunaan teknologi informasi, perawat juga perlu berpartisipasi memanfaatkan teknologi yang sudah ada agar kegiatan yang dilakukan menjadi lebih efisien, salah satunya untuk riset keperawatan. Penggunaan teknologi informasi dalam riset keperawatan dapat digunakan untuk pengolahan data, penulisan hasil riset, penyimpanan, metode baru dalam pendokumentasian, peningkatan akses informasi, pengembangkan kemampuan pengambilan keputusan yang dapat membantu melakukan perubahan dalam profesionalisasi perawat serta publikasi hasil riset keperawatan.
Sebagai perawat yang mampu mengikuti perkembangan zaman, guna meningkatkan profesionalisme dan kemampuan maka pemanfaatan teknologi harus benar-benar digunakan untuk kegiatan yang dilakukan oleh perawat termasuk melakukan riset.

5.SISTEM INFORMASI KEPERWATAN BERBASIS KOMPUTER
Seiring dengan globalisasi, perkembangan pengetahuan dan teknologi, pengetahuan masyarakat tentang kesehatan juga mulai berkembang. Perkembangan pengetahuan masyarakat membuat masyarakat lebih menuntut pelayanan kesehatan yang bermutu dan dapat dipertanggungjawabkan.
Perawat sebagai salah satu tenaga yang mempunyai kontribusi besar bagi pelayanan kesehatan, mempunyai peranan penting untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Dalam upaya peningkatan mutu, seorang perawat harus mampu melaksanakan asuhan keperawatan sesuai standar, yaitu mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi berikut dengan dokumentasinya.
Pendokumentasian Keperawatan merupakan hal penting yang dapat menunjang pelaksanaan mutu asuhan keperawatan. (Kozier,E. 1990).
Selain itu dokumentasi keperawatan merupakan bukti akontabilitas tentang apa yang telah dilakukan oleh seorang perawat kepada pasiennya. Dengan adanya pendokumentasian yang benar maka bukti secara profesional dan legal dapat dipertanggung jawabkan.
Masalah yang sering muncul dan dihadapi di Indonesia dalam pelaksanaan asuhan keperawatan adalah banyak perawat yang belum melakukan pelayanan keperawatan sesuai standar asuhan keperawatan. Pelaksanaan asuhan keperawatan juga tidak disertai pendokumentasian yang lengkap.
( Hariyati, RT., th 1999)
Saat ini masih banyak perawat yang belum menyadari bahwa tindakan yang dilakukan harus dipertanggungjawabkan. Selain itu banyak pihak menyebutkan kurangnya dokumentasi juga disebabkan karena banyak yang tidak tahu data apa saja yang yang harus dimasukkan, dan bagaimana cara mendokumentasi yang benar.( Hariyati, RT., 2002)
Kondisi tersebut di atas membuat perawat mempunyai potensi yang besar terhadap proses terjadinya kelalaian pada pelayanan kesehatan pada umumnya dan pelayanan keperawatan pada khususnya. Selain itu dengan tidak ada kontrol pendokumentasian yang benar maka pelayanan yang diberikan kepada pasien akan cenderung kurang baik, dan dapat merugikan pasien
Pendokumentasian asuhan keperawatan yang berlaku di beberapa rumah sakit di Indonesia umumnya masih menggunakan pendokumentasian tertulis. Pendokumentasian tertulis ini sering membebani perawat karena perawat harus menuliskan dokumentasi pada form yang telah tersedia dan membutuhkan waktu banyak untuk mengisinya. Permasalahan lain yang sering muncul adalah biaya pencetakan form mahal sehingga sering form pendokumentasian tidak tersedia
Pendokumentasian secara tertulis dan manual juga mempunyai kelemahan yaitu sering hilang. Pendokumentasian yang berupa lembaran-lembaran kertas maka dokumentasi asuhan keperawatan sering terselip. Selain itu pendokumentasian secara tertulis juga memerlukan tempat penyimpanan dan akan menyulitkan untuk pencarian kembali jika sewaktu-waktu pendokumentasian tersebut diperlukan. Dokumentasi yang hilang atau terselip di ruang penyimpanan akan merugikan perawat. Hal ini karena tidak dapat menjadi bukti legal jika terjadi suatu gugatan hukum, dengan demikian perawat berada pada posisi yang lemah dan rentan terhadap gugatan hukum.
Di luar negri kasus hilangnya dokumentasi serta tidak tersedianya form pengisian tidak lagi menjadi masalah. Hal ini karena pada rumah sakit yang sudah maju seluruh dokumentasi yang berkaitan dengan pasien termasuk dokumentasi asuhan keperawatan telah dimasukkan dalam komputer. Dengan informasi yang berbasis dengan komputer diharapkan waktu pengisian form tidak terlalu lama, lebih murah, lebih mudah mencari data yang telah tersimpan dan resiko hilangnya data dapat dikurangi serta dapat menghemat tempat karena dapat tersimpan dalam ruang yang kecil yang berukuran 10 cm x 15 cm x 5 cm . Sistem ini sering dikenal dengan Sistem informasi manjemen.
Sistem informasi merupakan suatu kumpulan dari komponen-komponen dalam organisasi yang berhubungan dengan proses penciptaan dan pengaliran informasi. Sistem Informasi mempunyai komponen- komponen yaitu proses, prosedur, struktur organisasi, sumber daya manusia, produk, pelanggan, supplier, dan rekanan. (Eko,I. 2001).
Sistem informasi keperawatan adalah kombinasi ilmu komputer, ilmu informasi dan ilmu keperawatan yang disusun untuk memudahkan manajemen dan proses pengambilan informasi dan pengetahuan yang digunakan untuk mendukung pelaksanaan asuhan keperawatan (Gravea & Cococran,1989)

Sedangkan menurut ANA (Vestal, Khaterine, 1995) system informasi keperawatan berkaitan dengan legalitas untuk memperoleh dan menggunakan data, informasi dan pengetahuan tentang standar dokumentasi , komunikasi, mendukung proses pengambilan keputusan, mengembangkan dan mendesiminasikan pengetahuan baru, meningkatkan kualitas, efektifitas dan efisiensi asuhan keperawaratan dan memberdayakan pasien untuk memilih asuhan kesehatan yang diiinginkan. Kehandalan suatu sistem informasi pada suatu organisasi terletak pada keterkaitan antar komponen yang ada sehingga dapat dihasilkan dan dialirkan menjadi suatu informasi yang berguna, akurat, terpercaya, detail, cepat, relevan untuk suatu organisasi.
Sistem Informasi manajemen asuhan keperawatan sudah berkembang di luar negri sekitar tahun 1992, di mana pada bulan September 1992, sistem informasi diterapkan pada sistem pelayanan kesehatan Australia khususnya pada pencatatan pasien. (Liaw, T.,1993).
Pemerintah Indonesia sudah mempunyai visi tentang sistem informasi kesehatan nasional yaitu Informasi kesehatan andal 2010(Reliable Health Information 2010 ). (Depkes, 2001). Pada Informasi kesehatan andal tersebut telah direncanakan untuk membangun system informasi di pelayanan kesehatan dalam hal ini Rumah sakit dan dilanjutkan di pelayanan di masyarakat, namun pelaksanaannya belum optimal.
Sistem informasi manajemen keperawatan sampai saat ini juga masih sangat minim di rumah sakit Indonesia. Padahal sistem Informasi manajemen asuhan keperawatan mempunyai banyak keuntungan jika dilihat dari segi efisien, dan produktifitas.
Dengan sistem dokumentasi yang berbasis komputer pengumpulan data dapat dilaksanakan dengan cepat dan lengkap. Data yang telah disimpan juga dapat lebih efektive dan dapat menjadi sumber dari penelitian, dapat melihat kelanjutan dari edukasi ke pasien, melihat epidemiologi penyakit serta dapat memperhitungkan biaya dari pelayanan kesehatan.(Liaw,T. 1993). Selain itu dokumentasi keperawatan juga dapat tersimpan dengan aman. Akses untuk mendapat data yang telah tersimpan dapat dilaksanakan lebih cepat dibandingkan bila harus mencari lembaran kertas yang bertumpuk di ruang penyimpanan.
Menurut Herring dan Rochman (1990) diambil dalam Emilia, 2003: beberapa institusi kesehatan yang menerapkan system komputer, setiap perawat dalam tugasnya dapat menghemat sekitar 20-30 menit waktu yang dipakai untuk dokmuntasi keperawatan dan meningkat keakuratan dalam dokumentasi keperawatan.
Dokumentasi keperawatan dengan menggunakan komputer seyogyanya mengikuti prinsip-prinsip pendokumentasian, serta sesuai dengan standar pendokumentasian internasional seperti: ANA, NANDA,NIC (Nursing Interventions Classification, 2000).
Sistem informasi manajemen berbasis komputer dapat menjadi pendukung pedoman bagi pengambil kebijakan/pengambil keputusan di keperawatan/Decision Support System dan Executive Information System.(Eko,I. 2001) Informasi asuhan keperawatan dalam sistem informasi manajemen yang berbasis komputer dapat digunakan dalam menghitung pemakaian tempat tidur /BOR pasien, angka nosokomial, penghitungan budget keperawatan dan sebagainya. Dengan adanya data yang akurat pada keperawatan maka data ini juga dapat digunakan untuk informasi bagi tim kesehatan yang lain. Sistem Informasi asuhan keperawatan juga dapat menjadi sumber dalam pelaksanaan riset keperawatan secara khususnya dan riset kesehatan pada umumnya. (Udin,and Martin, 1997)
Sistem Informasi manajemen (SIM) berbasis komputer banyak kegunaannya, namun pemanfaatan Sistem Informasi Manajemen di Indonesia masih banyak mengalami kendala. Hal ini mengingat komponen-komponen yang ada dalam sistem informasi yang dibutuhkan dalam keperawatan masih banyak kelemahannya.
Kendala SIM yang lain adalah kekahawatiran hilangnya data dalam satu hard-disk. Pada kondisi tersebut hilangnya data telah diantisipasi sebagai perlindungan hukum atas dokumen perusahaan yang diatur dalam UU No. 8 Tahun 1997. Undang-undang ini mengatur tentang keamanan terhadap dokumentasi yang berupa lembaran kertas, namun sesuai perkembangan tehnologi, lembaran yang sangat penting dapat dialihkan dalam Compact Disk Read Only Memory (CD ROM). CD ROM dapat dibuat kopinya dan disimpan di lain tempat yang aman . Pengalihan ke CD ROM ini bertujuan untuk menghindari hilangnya dokumen karena peristiwa tidak terduga seperti pencurian komputer, dan kebakaran.
Memutuskan untuk menerapkan sistem informasi manajemen berbasis komputer ke dalam sistem praktek keperawatan di Indonesia tidak terlalu mudah. Hal ini karena pihak manajemen harus memperhatikan beberapa aspek yaitu struktur organisasi keperawatan di Indonesia, kemampuan sumber daya keperawatan, sumber dana, proses dan prosedur informasi serta penggunaan dan pemanfaatan bagi perawat dan tim kesehatan lain.
Bagaimana SIM keperawatan di Indonesia ? Sampai saat ini implementasi sistem informasi manajemen baik di rumah sakit maupun di masyarakat masih sangat minim, bahkan masih banyak perawat yang tidak mengenal apa sistem informasi manajemen keperawatan yang berbasis komputer tersebut. Namun seiring dengan perkembangan pengetahuan dan ilmu pengetahuan maka beberapa rumah sakit di Jakarta dan kota lain sudah menerapkan system informasi keperawatan yang berbasis komputer.
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia juga mempunyai kontribusi dalam pengembangan system informasi keperawatan. Fakultas ilmu keperawatan telah mempunyai soft-ware system informasi asuhan keperawatan dan system informasi dalam manajemen untuk manajer perawat. Media ini sangat berguna dalam menyokong proses pembelajaran yang menyiapkan peserta didik dalam menyongsong era globalisasi. Dengan mengikuti pembelajaran tersebut peserta didik diharapkan mampu bersaing , namun tentunya tak cukup hanya dalam proses proses pembelajaran di kuliah. Peserta didik harus terus belajar agar dapat mengikuti perkembangan ilmu dan tehnogi keperawatan. Bagaimana dengan anda, siapkah anda memasuki era tehnologi dan era globalisasi.

6.DOKUMENTASI KEPERAWATAN BERBASIS KOMPUTER

Dengan adanya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, maka sangat dimungkinkan bagi perawat untuk memiliki sistem pendokumentasian asuhan keperawatan yang lebih baik. Metode pendokumentasian asuhan keperawatan saat sudah mulai menunjukkan perkembangan, dari yang sebelumnya manual, bergeser kearah komputerisasi. Metode pendokumentasian tersebut dengan menggunakan Sistem Informasi Manajemen.
Sistem informasi manajemen berbasis komputer tidak hanya bermanfaat dalam pendokumentasian asuhan keperawatan, namun juga dapat menjadi pendukung pedoman bagi pengambil kebijakan/pengambil keputusan di keperawatan/Decision Support System dan Executive Information System (Eko,I. 2001). Informasi asuhan keperawatan dalam sistem informasi manajemen yang berbasis komputer dapat digunakan dalam menghitung pemakaian tempat tidur /BOR pasien, angka nosokomial, penghitungan budget keperawatan dan sebagainya. Dengan adanya data yang akurat pada keperawatan maka data ini juga dapat digunakan untuk informasi bagi tim kesehatan yang lain. Sistem Informasi asuhan keperawatan juga dapat menjadi sumber dalam pelaksanaan riset keperawatan secara khususnya dan riset kesehatan pada umumnya. (Udin,and Martin, 1997). Oleh karena itu system sistem informasi manajemen berbasis komputer ini sangat penting dan sangat dibutuhkan oleh manajemen rumah sakit, dimana aktifitas perawatan dapat termonitor dalam sebuah.
Manfaat lain yang dapat diperoleh dari sistem informasi yang berbasis komputer ini ialah system ini sangat praktis karena mampu menyimpan data yang sangat banyak penuh dalam sebuah kotak kecil / hard disk yang berukuran hanya 15x10x 5 cm. Sistem informasi berbasis komputer juga dirancang untuk mengikuti era globalisasi sehingga perawat di Indonesia tidak tertinggal dengan perawat yang diluar
Pendokumentasian Keperawatan merupakan hal penting yang dapat menunjang pelaksanaan mutu asuhan keperawatan. (Kozier,E. 1990). Selain itu dokumentasi keperawatan merupakan bukti akontabilitas tentang apa yang telah dilakukan oleh seorang perawat kepada pasiennya. Dengan adanya pendokumentasian yang benar maka bukti secara profesional dan legal dapat dipertanggung jawabkan. Masalah yang sering muncul dan dihadapi di Indonesia dalam pelaksanaan asuhan keperawatan adalah banyak perawat yang belum melakukan pelayanan keperawatan sesuai standar asuhan keperawatan. Pelaksanaan asuhan keperawatan juga tidak disertai pendokumentasian yang lengkap. ( Hariyati, RT., th 1999)
Pendokumentasian pada pemberian asuhan keperawatan dapat dilakukan secara manual atau berbasis komputer. Sampai saat ini sebagian kecil rumah sakit telah menggunakan dokumentasi proses keperawatan berbasis komputer. Namun informasi keperawatan yang tersedia belum terstandarisasi. Namun dengan kemajuan yang pesat pada teknologi informasi maka diharapkan perawat akan memanfaatkan teknologi tersebut pada dokumentasi keperawatan sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas asuhan keperawatan. Menurut Holmas (2003) terdapat beberapa keuntungan utama dari dokumentasi berbasis komputer yaitu:
1.Standarisasi, terdapat pelaporan data klinik yang standar yang mudah dan cepat diketahui
2.Kualitas, meningkatkan kualitas informasi klinik dan sekaligus meningkatkan waktu perawat berfokus pada pemberian asuhan
3.Accessibility & legibility, mudah membaca dan mendapat informasi klinik tentang semua pasien dan suatu lokasi (Ratna Sitorus, 2006).

Sabtu, 12 Februari 2011

Asuhan Keperawatan Gonorhea

A. Definisi
Gonorhea adalah sebuah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhea yang penularannya melalui hubungan kelamin baik melalui genito-genital, oro-genital, ano-genital. Penyakit ini menginfeksi lapisan dalam uretra, leher rahim, rektum, tenggorokan, dan konjungtiva. Ada masa tenggang selama 2 – 10 hari setelah kuman masuk kedalam tubuh melalui hubungan seks.
- Pada sekitar 50% penderita gonore, ditemukan infeksi trikomoniasis dan / atau klamidia yang menyertainya.
- Cara penularan hampir semuanya melalui kontak seksual.

B. Patofisiologi
Kuman N.gonorrheae paling mudah menginfeksi darah dengan mukosa epitel kuboid atau lapis gepeng yang belum berkembang (imatur), misalnya pada vagina wanita sebelum pubertas. Umumnya penularan melalui hubungan kelamin, yaitu secara genito-genital, oro-genital, dan ano-genital. Tidak semua orang yang terpajan gonorea akan terjangkit penyakit, dan resiko penularan dari laki-laki kepada perempuan lebih tinggi daripada penularan perempuan kepada laki-laki terutama karena lebih luasnya selaput lendir yang terpajan dan eksudat yang berdiam lama di vagina. Setelah terinokulasi, infeksi dapat menyebar ke prostat vas deferens, vesikula seminalis, epididimis dan testis pada laki-laki dan ke uretra, kelenjar skene, kelenjar bartholin, endometrium, tuba vallopi dan rongga peritoneum. Menyebabkan PID pada perempuan. PID adalah penyebab utama infertilitas pada perempuan. Infeksi gonokokkus dapat menyebar melalui aliran darah, menimbulkan bakteremia gonokokkus. Gonore dapat menyebar melalui aliran darah ke bagian tubuh lain terutama kulit dan persendian. Pada wanita, gonore bisa menjalar ke saluran kelamin dan menginfeksi selaput di dalam panggul sehingga menyebabkan nyeri pinggul dan gangguan reproduksi.
C.Etiologi
Penyebab pasti penyakit gonore adalah bakteri Neisseria gonorrhea yang bersifat patogen. Daerah yang paling mudah terinfeksi adalah daerah dengan mukosa epitel kuboid atau lapis gepeng yang belum berkembang pada wanita yang belum pubertas. yang pertama kali ditemukan dan diberi nama oleh ahli dermatologi polandia, Albert Neisseria. Bakteri ini melekat dan menghancurkan membrane sel epitel yang melapisi selaput lender, terutama epitel yang melapisi kanalis endoserviks dan uretra.

D. Manifestasi klinis
Pada pria:
- Gejala awal gonore biasanya timbul dalam waktu 2-7 hari setelah terinfeksi
- Gejalanya berawal sebagai rasa tidak enak pada uretra kemudian diikuti nyeri ketika berkemih
- Disuria yang timbul mendadak, rasa buang air kecil disertai dengan keluarnya lendir mukoid dari uretra
- Retensi urin akibat inflamasi prostat
- Keluarnya nanah dari penis.
Pada wanita:
- Gejala awal biasanya timbul dalam waktu 7-21 hari setelah terinfeksi
- Penderita seringkali tidak merasakan gejala selama beberapa minggu atau bulan (asimtomatis)
- Jika timbul gejala, biasanya bersifat ringan. Namun, beberapa penderita menunjukkan gejala yang berat seperti desakan untuk berkemih
- Nyeri ketika berkemih
- Keluarnya cairan dari vagina
- Demam
- Infeksi dapat menyerang leher rahim, rahim, indung telur, uretra, dan rektum serta menyebabkan nyeri pinggul yang dalam ketika berhubungan seksual
Wanita dan pria homoseksual yang melakukan hubunga seks melalui anus, dapat menderita gonore di rektumnya. Penderita akan merasa tidak nyaman disekitar anusnya dan dari rektumnya keluar cairan. Daerah disekitar anus tampak merah dan kasar serta tinja terbungkus oleh lendir dan nanah.

E. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan pembantu yang terdiri atas 5 tahap, yaitu:
1. Sediaan langsung dengan pewarnaan gram akan ditemukan diplokokus gram negatif, intraseluler dan ekstraseluler, leukosit polimorfonuklear.
2. Kultur untuk identifikasi perlu atau tidaknya dilakukan pembiakan kultur. Menggunakan media transport dan media pertumbuhan.
3. Tes definitif, tes oksidasi (semua golongan Neisseria akan bereaksi positif), tes fermentasi (kuman gonokokus hanya meragikan glukosa)
4. Tes beta laktamase, hasil tes positif ditunjukkan dengan perubahan warna kuning menjadi merah apabila kuman mengandung enzim beta laktamase
5. Tes Thomson dengan menampung urin pagi dalam dua gelas. Tes ini digunakan untuk mengetahui sampai dimana infeksi sudah berlangsung.
F. Komplikasi
Komplikasi pada pria:
- Prostatitis
- Cowperitis
- Vesikulitis seminalis
- Epididimitis
- Cystitis dan infeksi traktus urinarius superior
Komplikasi pada wanita:
- Komplikasi uretra
- Bartholinitus
- Endometritis dan metritis
- Salphingitis

G. Pengobatan
1. Medikamentosa
o Walaupun semua gonokokus sebelumnya sangansensitif terhadap penicilin, banyak ‘strain’ yang sekarang relatif resisten. Terapi penicillin, amoksisilin, dan tetrasiklin masih tetap merupakan pengobatan pilihan.
o Untuk sebagian besar infeksi, penicillin G dalam aqua 4,8 unit ditambah 1 gr probonesid per- oral sebelum penyuntikan penicillin merupakan pengobatan yang memadai.
o Spectinomycin berguna untuk penyakit gonokokus yang resisten dan penderita yang peka terhadap penicillin. Dosis: 2 gr IM untuk pria dan 4 gr untuk wanita.
o Pengobatan jangka panjang diperlukan untuk endokarditis dan meningitis gonokokus.
2. Non-medikamentosa
Memberikan pendidikan kepada klien dengan menjelaskan tentang:
o Bahaya penyakit menular seksual
o Pentingnya mematuhi pengobatan yang diberikan
o Cara penularan PMS dan perlunya pengobatan untuk pasangan seks tetapnya
o Hindari hubungan seksual sebelum sembuh dan memakai kondom jika tidak dapat dihindari.
o Cara-cara menghindari infeksi PMS di masa yang akan datang.

H. Diagnosa dan Intervensi
Nyeri b.d reaksi infeksi
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien akan:
- Mengenali faktor penyebab
- Menggunakan metode pencegahan non analgetik untuk mengurangi nyeri
- Menggunakan analgetik sesuai kebutuhan
- Melaporkan nyeri yang sudah terkontrol

Intervensi:
a) Kaji secara komprehensif tentang nyeri meliputi lokasi, karakteristik, dan onset, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas/beratnya nyeri, dan faktor-faktor presipitasi.
b) Observasi isyarat-isyarat non verbal dari ketidaknyamanan, khususnya ketidakmampuan untuk komunikasi secara efektif.
c) Gunakan komunikasi terapeutik agar klien dapat mengekspresikan nyeri
d) Berikan dukungan terhadap klien dan keluarga
e) Kontrol faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon klien terhadap ketidaknyamanan (ex.: temperatur ruangan, penyinaran, dll)
f) Ajarkan penggunaan teknik non farmakologik (ex.: relaksasi, guided imagery, terapi musik, distraksi, aplikasi panas-dingin, massage, TENS, hipnotis, terapi aktivitas)
g) Berikan analgesik sesuai anjuran
h) Tingkatkan tidur atau istirahat yang cukup
i) Evaluasi keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri yang telah digunakan.
Hipertermi b.d reaksi inflamasi
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien akan:
- Suhu dalam rentang normal
- Nadi dan RR dalam rentang normal
- Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing

Intervensi:
a) Monitor vital sign
b) Monitor suhu minimal 2 jam
c) Monitor warna kulit
d) Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
e) Selimuti klien untuk mencegah hilangnya panas tubuh
f) Kompres klien pada lipat paha dan aksila
g) Berikan antipiretik bila perlu
Perubahan pola eliminasi urin b.d proses inflamasi
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien akan:
- Urin akan menjadi kontinens
- Eliminasi urin tidak akan terganggu: bau, jumlah, warna urin dalam rentang yang diharapkan dan pengeluaran urin tanpa disertai nyeri
Intervensi:
a) Pantau eliminasi urin meliputi: frekuensi, konsistensi, bau, volume, dan warna dengan tepat
b) Rujuk pada ahli urologi bila penyebab akut ditemukan
Cemas b.d penyakit
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien akan:
- Tidak ada tanda-tanda kecemasan
- Melaporkan penurunan durasi dan episode cemas
- Melaporkan pemenuhan kebutuhan tidur adekuat
- Menunjukkan fleksibilitas peran
Intervensi:
a) Kaji tingkat kecemasan dan reaksi fisik pada tingkat kecemasan (takikardi, takipneu, ekspresi cemas non verbal)
b) Temani klien untuk mendukung kecemasan dan rasa takut
c) Instruksikan klien untuk menggunakan teknik relaksasi
d) Berikan pengobatan untuk menurunkan cemas dengan cara yang tepat
e) Sediakan informasi aktual tentang diagnosa, penanganan, dan prognosis
Risiko penularan b.d kurang pengetahuan tentang sifat menular dari penyakit
Tujuan:
Dapat meminimalkan terjadinya penularan penyakit pada orang lain
Intervensi:
Berikan pendidikan kesehatan kepada klien dengan menjelaskan tentang:
- Bahaya penyakit menular
- Pentingnya memetuhi pengobatan yang diberikan
- Jelaskan cara penularan PMS dan perlunya untuk setia pada pasangan
- Hindari hubungan seksual sebelum sembuh dan memakai kondom jika tidak dapat menghindarinya.
Harga diri rendah b.d penyakit
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien akan mengekspresikan pandangan positif untuk masa depan dan memulai kembali tingkatan fungsi sebelumnya dengan indikator:
- Mengindentifikasi aspek-aspek positif diri
- Menganalisis perilaku sendiri dan konsekuensinya
- Mengidentifikasi cara-cara menggunakan kontrol dan mempengaruhi hasil
Intervensi:
a) Bantu individu dalam mengidentifikasi dan mengekspresikan perasaan
b) Dorong klien untuk membayangkan masa depan dan hasil positif dari kehidupan
c) Perkuat kemampuan dan karakter positif (misal: hobi, keterampilan, penampilan, pekerjaan)
d) Bantu klien menerima perasaan positif dan negatif
e) Bantu dalam mengidentifikasi tanggung jawab sendiri dan kontrol situasi
Daftar Pustaka
Lachlan, MC. 1987. Buku Pedoman Diagnosis dan Penyakit Kelamin. Ilmiah Kedokteran Yogyakarta.
Natadidjaja, hendarto. 1990. Kapita Selekta Kedokteran. Bina Rupa Aksara: Jakarta.
Prof. DR. Djuanda, Adhi. 1999. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 3. Balai Penerbit FKUI: Jakarta.
Wikinson, Judith M. 2006. Buku saku DIAGNOSIS KEPERAWATAN. Penerbit buku kedokteran EGC.
Carpenito, Lynda J. 2001. Buku saku DIAGNOSA KEPERAWATAN Edisi 8. Penerbit buku kedokteran EGC.

ANESTESI

BAB I
PENDAHULUAN

Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa" dan aesthētos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Istilah anestesi digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun 1846.
Obat untuk menghilangkan nyeri terbagi ke dalam 2 kelompok, yaitu analgetik dan anestesi. Analgetik adalah obat pereda nyeri tanpa disertai hilangnya perasaan secara total. seseorang yang mengkonsumsi analgetik tetap berada dalam keadaan sadar. Analgetik tidak selalu menghilangkan seluruh rasa nyeri, tetapi selalu meringankan rasa nyeri.
Beberapa jenis anestesi menyebabkan hilangnya kesadaran, sedangkan jenis yang lainnya hanya menghilangkan nyeri dari bagian tubuh tertentu dan pemakainya tetap sadar.
Beberapa tipe anestesi adalah:
• Pembiusan total — hilangnya kesadaran total
• Pembiusan lokal — hilangnya rasa pada daerah tertentu yang diinginkan (pada sebagian kecil daerah tubuh).
• Pembiusan regional — hilangnya rasa pada bagian yang lebih luas dari tubuh oleh blokade selektif pada jaringan spinal atau saraf yang berhubungan dengannya
Pembiusan lokal atau anestesi lokal adalah salah satu jenis anestesi yang hanya melumpuhkan sebagian tubuh manusia dan tanpa menyebabkan manusia kehilangan kesadaran. Obat bius jenis ini bila digunakan dalam operasi pembedahan, maka setelah selesai operasi tidak membuat lama waktu penyembuhan operasi.
Anestesi dilakukan oleh dokter spesialis anestesi atau anestesiologis. Dokter spesialis anestesiologi selama pembedahan berperan memantau tanda-tanda vital pasien karena sewaktu-waktu dapat terjadi perubahan yang memerlukan penanganan secepatnya.
Empat rangkaian kegiatan yang merupakan kegiatan sehari-hari dokter anestesi adalah:
• Mempertahankan jalan napas
• Memberi napas bantu
• Membantu kompresi jantung bila berhenti
• Membantu peredaran darah
• Mempertahankan kerja otak pasien.
BAB II
PEMBAHASAN

Ada beberapa jenis anastesi yang dilakukan di rumah sakit, salah satu di antaranya adalah anastesi (analgesi) bedah ringan. Sebelum membahas tentang prosedur dan penatalaksanaan anastesi bedah ringan atau yang biasa juga disebut sebagai bedah sehari, perlu diketahui jenis bedah ringan yang biasa dilakukan di rumah sakit.

Bedah Ringan (Bedah Sehari)
Prosedur bedah sehari paling tepat ditujukan bagi orang sehat yang berniat untuk menjalani prosedur operasi bedah ringan atau menengah. Akhir-akhir ini telah diamati banyak orang-orang dengan keluhan medis yang lebih kompleks menjalani bedah sehari. Terdapat kurang lebih 65% dari prosedur bedah yang dilakukan melalui bedah pada hari yang sama.
Ada beberapa prosedur pembedahan atau jenis prosedur bedah sehari yang dapat dilakukan dengan perawatan bedah sehari. Sebagian diantaranya adalah sebagai berikut:
• Sunat.
• Bedah kaki bunion.
• Operasi katarak.
• Bedah laser.
• Prosedur operasi kosmetik seperti pengencangan wajah.
• Bedah luka sayatan.
• Cabut gigi
• Pengangkatan kutil maupun mata ikan
Prosedur-prosedur yang disebutkan diatas merupakan beberapa contoh dari berbagai jenis prosedur bedah sehari.
Bedah ringan mendapatkan popularitasnya yang terus meningkat karena cara ini memiliki beberapa keuntungan. Bedah ini membantu mendukung proses pemulihan yang cepat, menghemat waktu, menghemat uang, mengurangi jumlah kehilangan darah dan mengurangi kemungkinan infeksi-infeksi nosokomial. Operasi bedah rawat jalan terbilang aman dan dapat menjadi suatu pilihan yang baik.

Anastesi Bedah Ringan
Anestesi atau pembiusan bedah ringan secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh tapi tidak pada pembedahan berat dan dalam. Pada ilmu anestesi dikenal tiga teknik pembiusan yakni pembiusan total, pembiusan lokal dan pembiusan regional, namun yang akan dibahas yakni anastesi yang termasuk bedah ringan.
Pembiusan Lokal
Pembiusan lokal biasa dimanfaatkan untuk banyak hal. Misalnya, sirkumsisi (sunatan), mencabut gigi, mengangkat kutil atau mata ikan, hingga merawat luka terbuka yang disertai tindakan penjahitan.
Pembiusan ini menggunakan obat bius yang cara kerjanya hanya menghilangkan rasa di area tubuh tertentu yang akan dilakukan tindakan. Hal ini dilakukan dengan menginjeksikan obat anestesi tertentu pada area yang akan dilakukan sayatan atau jahitan. Obat-obatan itu bekerja dengan memblokade saraf-saraf tepi yang ada di area sekitar injeksi sehingga tidak mengirimkan impuls nyeri ke otak.
Obat bius lokal/anestesi lokal atau yang sering disebut pemati rasa adalah obat yang menghambat hantaran saraf bila digunakan secara lokal pada jaringan saraf dengan kadar yang cukup. Obat bius lokal bekerja pada tiap bagian susunan saraf.
Obat bius lokal bekerja merintangi secara bolak-balik penerusan impuls-impuls saraf ke Susunan Saraf Pusat (SSP) dan dengan demikian menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri, gatal-gatal, rasa panas atau rasa dingin.
Obat bius lokal mencegah pembentukan dan konduksi impuls saraf. Tempat kerjanya terutama di selaput lendir. Disamping itu, anestesia lokal mengganggu fungsi semua organ dimana terjadi konduksi/transmisi dari beberapa impuls. Artinya, anestesi lokal mempunyai efek yang penting terhadap SSP, ganglia otonom, cabang-cabang neuromuskular dan semua jaringan otot.
Persyaratan obat yang boleh digunakan sebagai anestesi lokal:
1. Tidak mengiritasi dan tidak merusak jaringan saraf secara permanen
2. Batas keamanan harus lebar
3. Efektif dengan pemberian secara injeksi atau penggunaan setempat pada membran mukosa
4. Mulai kerjanya harus sesingkat mungkin dan bertahan untuk jangka waktu yang yang cukup lama
5. Dapat larut air dan menghasilkan larutan yang stabil, juga stabil terhadap pemanasan.
Secara kimia, anestesi lokal digolongkan sebagai berikut :
1. Senyawa ester
Adanya ikatan ester sangat menentukan sifat anestesi lokal sebab pada degradasi dan inaktivasi di dalam tubuh, gugus tersebut akan dihidrolisis. Karena itu golongan ester umumnya kurang stabil dan mudah mengalami metabolisme dibandingkan golongan amida. Contohnya: tetrakain, benzokain, kokain, prokain dengan prokain sebagai prototip.
2. Senyawa amida
Contohnya senyawa amida adalah dibukain, lidokain, mepivakain dan prilokain.
3. Lainnya
Contohnya fenol, benzilalkohol, etilklorida, cryofluoran.

Anestesi lokal sering kali digunakan secara parenteral (injeksi) pada pembedahan kecil dimana anestesi umum tidak perlu atau tidak diinginkan.
Jenis anestesi lokal dalam bentuk parenteral yang paling banyak digunakan adalah:
1. Anestesi permukaan.
Sebagai suntikan banyak digunakan sebagai penghilang rasa oleh dokter gigi untuk mencabut geraham atau oleh dokter keluarga untuk pembedahan kecil seperti menjahit luka di kulit. Sediaan ini aman dan pada kadar yang tepat tidak akan mengganggu proses penyembuhan luka.
2. Anestesi Infiltrasi.
Tujuannya untuk menimbulkan anestesi ujung saraf melalui injeksi pada atau sekitar jaringan yang akan dianestesi sehingga mengakibatkan hilangnya rasa di kulit dan jaringan yang terletak lebih dalam, misalnya daerah kecil di kulit atau gusi (pada pencabutan gigi).
3. Anestesi Blok
Cara ini dapat digunakan pada tindakan pembedahan maupun untuk tujuan diagnostik dan terapi.
Efek sampingnya adalah akibat dari efek depresi terhadap SSP dan efek kardiodepresifnya (menekan fungsi jantung) dengan gejala penghambatan penapasan dan sirkulasi darah. Anestesi lokal dapat pula mengakibatkan reaksi hipersensitasi.
Ada anggapan bahwa obat bius lokal dianalogikan dengan obat "doping" sehingga dilarang seperti kokain yang merupakan obat doping yang merangsang. Kokain adalah anestetik lokal yang pertama kali ditemukan. Saat ini, penggunaan kokain sangat dibatasi utuk pemakaian topikal khususnya untuk anestesi saluran napas atas.
Pembiusan ini sifatnya ringan dan biasanya digunakan untuk tindakan yang hanya perlu waktu singkat. Efek mati rasa yang didapat hanya mampu dipertahankan selama kurun waktu sekitar 30 menit seusai injeksi, bila lebih dari itu, maka akan diperlukan injeksi tambahan untuk melanjutkan tindakan tanpa rasa nyeri.


BAB III
KESIMPULAN

Anastesi secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Sedangkan anastesi bedah ringan adalah anastesi yang dilakukan pada pembedahan yang tidak membutuhkan prosedur khusus dan terencana serta pembedahan berat dan dalam.
Pembiusan lokal biasa dimanfaatkan untuk banyak hal. Misalnya, sirkumsisi (sunatan), mencabut gigi, mengangkat kutil atau mata ikan, hingga merawat luka terbuka yang disertai tindakan penjahitan. Pembiusan ini sifatnya ringan dan biasanya digunakan untuk tindakan yang hanya perlu waktu singkat. Efek mati rasa yang didapat hanya mampu dipertahankan selama kurun waktu sekitar 30 menit seusai injeksi, bila lebih dari itu, maka akan diperlukan injeksi tambahan untuk melanjutkan tindakan tanpa rasa nyeri.

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT LIDOKAIN

1.
Lidokain ialah anestetik lokal yang dapat diberikan secara topikal maupun suntikan. Sampai saat ini lidokain masih merupakan obat terpilih untuk berbagai tindakan dalam bidang kedokteran gigi, karena lidokain mempunyai potensi anestesi yang cukup kuat, mula kerja cepat, masa kerja cukup panjang dan batas keamanan yang lebar. Obat ini termasuk golongan amino asilamid yang jarang menimbulkan alergi. Rumus kimianya terdiri dari tiga komponen dasar yaitu: gugus amin hidrofil, gugus residu aromatik dan gugus intermedier.
Lidokain merupakan obat anestesi golongan amida, selain sebagai obat anestesi lokal lidokain juga digunakan sebagai obat antiaritmia kelas IB karena mampu mencegah depolarisasi pada membran sel melalui penghambatan masuknya ion natrium pada kanal natrium.
Sebagai obat anestesi lokal lidokain dapat diberikan dosis 3-4 mg/kgBB, bila ditambahkan adrenalin dosis maksimal mencapai 6 mg/kgBB. Lidokain menyebabkan penurunan tekanan intrakranial (tergantung dosis) yang disebabkan oleh efek sekunder peningkatan resistensi vaskuler otak dan penurunan aliran darah otak.
Lidokain hanya efektif bila diberikan intravena. Pada pemberian peroral kadar lidokain dalam plasma sangat kecil dan dicapai dalam waktu yang lama. Pada pemberian intravena kadar puncak dalam plasma dicapai dalam waktu 3-5 menit dan waktu paruh 30-120 menit. Lidokain hampir semuanya dimetabolisme di hati menjadi monoethylglycinexylidide melalui proses dealkylation, kemudian diikuti dengan hidrolisis menjadi xylidide. Monoethylglycinexylidide mempunyai aktivitas 80% dari lidokain sebagai antidisritmia, sedangkan xylidide mempunyai aktivitas antidisritmia hanya 10%. Xylidide diekskresi dalam urin sekitar 75% dalam bentuk hydroxy-2,6-dimethylaniline. Lidokain sekitar 50% terikat dengan albumin dalam plasma. Pada penderita payah jantung atau penyakit hati, dosis harus dikurangi karena waktu paruh dan volume distribusi akan memanjang.

2. Barbiturat
Barbiturat merupakan obat yang bertindak sebagai depresan sistem saraf pusat, dan, berdasarkan ini, mereka menghasilkan efek spektrum yang luas, dari sedasi ringan sampai anestesi total. Mereka juga efektif sebagai anxiolytics, sebagai hipnotik, dan sebagai antikonvulsan. Mereka memiliki potensi kecanduan, baik fisik dan psikologis.
Barbiturat kini sebagian besar telah digantikan oleh benzodiazepin dalam praktek medis rutin - misalnya, dalam pengobatan kecemasan dan insomnia - terutama karena benzodiazepin secara signifikan kurang berbahaya di overdosis. Namun, obat tidur masih digunakan dalam anestesi umum, serta untuk epilepsi. Barbiturat adalah turunan asam barbiturat.
Barbiturat seperti pentobarbital dan fenobarbital sudah lama digunakan sebagai anxiolytics dan hipnotik. Hari ini, benzodiazepin sebagian besar telah menggantikan mereka untuk tujuan ini, karena benzodiazepin memiliki kurang potensial untuk overdosis mematikan.
Barbiturat diklasifikasikan sebagai ultrashort-, pendek, menengah-, dan long-acting, tergantung pada seberapa cepat mereka bertindak dan berapa lama efek mereka terakhir. Barbiturat masih banyak digunakan dalam anestesi bedah, terutama untuk mendorong anestesi, meskipun penggunaan selama induksi anestesi sebagian besar telah digantikan oleh propofol. Ultrashort barbiturat seperti thiopental (Pentothal) menghasilkan ketidaksadaran dalam waktu sekitar satu menit intravena (IV) injeksi. Obat ini digunakan untuk menyiapkan pasien untuk pembedahan, anestesi umum lainnya seperti sevofluran atau isoflurane kemudian digunakan untuk menjaga pasien dari bangun tidur sebelum operasi selesai. Karena ultrashort-acting barbiturat thiopental dan biasanya digunakan dalam pengaturan rumah sakit, mereka tidak sangat mungkin untuk disalahgunakan, mencatat DEA.

3. Halotan
Halothane adalah obatanestesi inhalasi berbentuk cairan bening tak berwarana yang mudah menguap dan berbau harum. Pemberian halothane sebaiknya bersama dengan oksigen atau nitrous okside 70%-oksigen dan sebaiknya menggunakan vaporizer yang khusus dikalibrasi untuk halothane agar konsentrasi uap dihasilkan itu akurat dan mudah dikendalikan. Pada nafas spontan rumatanane stesi sekitar 1-2 vol% dan pada nafas kendali sekitar 0,5-1 vol % yang tentunya disesuaikan dengan respon klinis pasien. Kelebihan dosis menyebabkan depresi pernafasan, menurunnya tonus simpatis, terjadi hipotensi, bradikardia, vasodilatasi perifer, depresi vasomotor, depresi miokard dan inhibisi refleks baroreseptor. Paska pemberian halothane sering menyebabkan pasien menggigil.
Pemberian halothane biasanya dengan oksigen atau nitrous okside 70% serta menggunakan vaporizer yang khusus dikalibrasi agar konsentrasi uap yang dihasilkan akurat dan mudah dikendalikan. Halothane dikemas dalam botol berwarna gelap dan mengandung 0,01 % timol sebagai bahan stabilisasi.
Halothane diperkenalkan pada tahun 1956 hingga 1980-an, diberikan kepada jutaan orang dewasa dan anak-anak di seluruh dunia. Halothane tidak bisa diberikan pada pasien depresi jantung, sebab depresi jantungnya akan bertambah parah dan berakhir gagal jantung atau kematian. Halotan juga tidak bisa diberikan pada pasien rentan terhadap aritmia jantung.
Efek buruk yang dihasilkan Halothane adalah penyekit hepatitis , sindrom hepatitis memiliki angka kematian sebesar 30% sampai 70%. perkiraan hasil dari metabolisme halotan menjadi asam trifluoroacetic melalui reaksi oksidatif dalam hati. Sekitar 20% Halothane yang dihirup akan dimetabolisme oleh hati dan produk-produk tersebut akan dikeluarkan dalam urin.

4. Nitro Oksida
Nitrous oxide, umum dikenal sebagai gas atau tertawa bahagia gas, adalah senyawa kimia dengan rumus kimia N2O. Pada suhu kamar, itu adalah tidak berwarna non-gas mudah terbakar, dengan menyenangkan, sedikit manis bau dan rasa. Digunakan dalam operasi dan kedokteran gigi untuk efek anestesi dan analgesik. Hal ini dikenal sebagai "gas ketawa" karena efek euforia menghirup itu, sebuah properti yang telah menyebabkan para rekreasi digunakan sebagai obat disosiatif. Hal ini juga digunakan sebagai oxidizer dalam peroketan dan dalam balap motor untuk meningkatkan daya output mesin. Pada temperatur tinggi, nitro oxidizer yang kuat mirip dengan molekul oksigen. Sebagai contoh, nitro di tabung pengujian akan memicu kembali membara belat.
Nitro telah digunakan untuk anestesi dalam kedokteran gigi sejak tahun 1840-an. Yang paling sering digunakan adalah sebagai campuran dengan oksigen 50:50, umum dikenal sebagai Entonox atau Nitronox permintaan disampaikan melalui katup, dan sering digunakan untuk menghilangkan rasa sakit yang berhubungan dengan melahirkan, trauma dan serangan jantung.
Penggunaan profesional dapat melibatkan pasokan konstan flowmeters yang memungkinkan proporsi nitrogen oksida dan laju aliran gas gabungan untuk disesuaikan secara individual. Nitro biasanya diberikan oleh dokter gigi melalui permintaan-katup inhaler atas hidung yang hanya melepaskan gas ketika pasien menghirup melalui hidung.
Karena nitro minimal dimetabolisme, itu mempertahankan potensinya ketika dihembuskan ke ruangan oleh pasien dan dapat menjadi memabukkan dan lama-pajanan bahaya terhadap staf klinik jika ruangan berventilasi buruk. Mana nitro dikelola, yang terus-menerus-aliran udara segar-sistem ventilasi atau nitro-sistem pemulungan digunakan untuk mencegah penumpukan gas buang.
Nitrous oksida adalah anestesi umum yang lemah, dan umumnya tidak digunakan sendirian dalam anestesi umum. Dalam anestesi umum digunakan sebagai pembawa gas dalam rasio 2:1 dengan oksigen untuk lebih kuat agen anestesi umum seperti sevofluran atau desflurane. Memiliki MAC (minimum alveolar konsentrasi) dari 105% dan darah: gas koefisien partisi 0,46. Kurang dari 0.004% adalah metabolised pada manusia.
Diperoleh dengan memanaskan ammonium nitrat sampai 240°C (NH4 NO3 2H2O + N2O) N2O dalam ruangan berbentuk gas tak berwarna, bau manis, tak iritasi, tak terbakar, dan beratnya 1,5 kali berat udara. Pemberian anestesi dengan N2O harus disertai O2 minimal 25%. Gas ini bersifat anestesik lemah, tetapi analgesinya kuat, sehingga sering digunakan untuk mengurangi nyeri menjelang persalinan. Pada anestesi inhalasi jarang digunakan sendirian, tetapi dikombinasi dengan salah satu anestesi lain seperti halotan dan sebaagainya. Pada akhir anestesi setelah N2O dihentikan, maka N2O akan cepat keluar mengisi alveoli, sehingga terjadi pengenceran O2 dan terjadilah hipoksia difusi.
Untuk menghindari terjadinya hipoksia difusi, berikan O2 100% selama 5-10 menit.Penggunaan dalamane stesi umumnya dipakai dalam kombinasi N2O : O2 yaitu 60% : 40%, 70% : 30%. Dosis untuk mendapatkan efek analgesik digunakan dengan perbandingan 20% : 80%, untuk induksi 80% : 20%, dan pemeliharaan 70% : 30%. N2O sangat berbahaya bila digunakan pada pasien pneumothorak, pneumomediastinum, obstruksi, emboli udara dan timpanoplasti.

NITRAT OKSIDA

A.
Gas nitrogen oksida dihasilkan dari asam amino L-arginin oleh enzim nitric oxide synthase dalam sel-sel mamalia termasuk manusia dan berfungsi sebagai mediator biologis yang memungkinkan sel-sel berkomunikasi dengan sesamanya. Nitrogen oksida yang diproduksi secara kontiniu oleh sel-sel endotelium berperan mengendalikan tonus pembuluh darah, aliran darah, tekanan darah, fungsi platelet, gerakan saluran pencernaan, saluran pernafasan dan saluran kemih. Nitrogen oksida dalam jumlah banyak terbentuk karena respon sistim imunitas untuk mempertahankan diri; tetapi juga dapat menimbulkan perubahan patofisiologis seperti hipotensi yang fatal dan mungkin juga menyebabkan kerusakan jaringan.
Nitrous oxide (N2O) adalah obat disosiatif yang dapat menyebabkan analgesia, depersonalization, derealization, pusing, euforia, dan beberapa distorsi suara. Penelitian ini juga menemukan bahwa meningkatkan sugesti dan imajinasi.
Nitrogen oksida berfungsi sebagai messenger biologis yang penting dalam berbagai fungsi biologis sebagai neurotransmitter, pembekuan darah, pengendalian tekanan darah, dan pada kemampuan sistim imunitas untuk membunuh sel-sel tumor dan parasit intraseluler. Tetapi produksi yang berlebihan pada kondisi tertentu dapat menimbulkan keadaan patologis.

Kelebihan nitrat oksida, yaitu :
1. Analgesik kuat,
2. baunya manis,
3. tidak menyebabkan iritasi,
4. tidak terbakar.

Kerugian penggunaan nitrat oksida, yaitu :
1. Jarang digunakan tunggal, harus disertai O2 minimal 25%,
2. anestetik lemah,
3. memudahkan hipoksia difusi.
B. BARBITURAT
Secara kimia, barbiturate merupakan derivat asam barbiturate. Asam barbiturate (2,4,4-trioksoheksahidropirimidin) merupakan hasil reaksi kondensasi antara ureum dengan asam malonat. Dikenal sebagai obat depresan, seperti phenobarbital, berasal dari asam barbiturat dan digunakan sebagai obat penenang, obat tidur, anticonvulsant, dll.
1. Pada SSP
Susunan Saraf Pusat, efek utama barbiturat ialah depresi SSP. Semua tingkat depresi dapat dicapai, mulai dari sedasi, hipnosis, koma sampai dengan kematian. Efek antianseitas barbiturat berhubungan dengan tingkat sedasi yang dihasilkan. Efek hipnotik barbiturat dapat dicapai dalam waktu 20-60 menit dengan dosis hipnotik. Tidurnya menyerupai tidur fisiologis, tidak disertai mimpi yang mengganggu.
Barbiturat bekerja pada seluruh SSP, walaupun pada setiap tempat tidak sama kuatnya. Dosis nonanastesi terutama menekan respon pasca sinap. Penghambatan hanya terjadi pada sinaps GABA-nergik. Walaupun demikian efek yang terjadi mungkin tidak semuanya melalui GABA sebagai mediator.
Barbiturat memperlihatkan beberapa efek yang berbeda pada eksitasi dan inhibisi transmisi sinaptik. Kapasitas berbiturat membantu kerja GABA sebagian menyerupai kerja benzodiazepine, namun pada dosis yang lebih tinggi dapat bersifat sebagai agonis GABA-nergik, sehingga pada dosis tinggi barbiturat dapat menimbulkan depresi SSP yang berat.
2. Pada susunan saraf perifer
Barbiturat secara selektif menekan transmisi ganglion otonom dan mereduksi eksitasi nikotinik oleh esterkolin. Efek ini terlihat dengan turunya tekanan darah setelah pemberian oksibarbital IV dan pada intoksikasi berat.
3. Pada pernafasan
Barbiturat menyebabkan depresi nafas yang sebanding dengan besarnya dosis. Pemberian barbiturat dosis sedatif hampir tidak berpengaruh terhadap pernafasan, sedangkan dosis hipnotik menyebabkan pengurangan frekuensi nafas. Pernafasan dapat terganggu karena : (1) pengaruh langsung barbiturat terhadap pusat nafas; (2) hiperefleksi N.vagus, yang bisa menyebabkan batuk, bersin, cegukan, dan laringospasme pada anastesi IV. Pada intoksikasi barbiturat kepekaan sel pengatur nafas pada medulla oblongata terhadap CO2 berkurang sehingga ventilasi paru berkurang. Keadaan ini menyebabkan pengeluaran CO2 dan pemasukan O2 berkurang, sehingga terjadilah hipoksia
4. Pada Sistem Kardiovaskular
Barbiturat dosis hipnotik tidak memberikan efek yang nyata pada system kardiovaskular. Frekuensi nadi dan tensi sedikit menurun akibat sedasi yang ditimbulkan oleh berbiturat. Pemberian barbiturat dosis terapi secara IV dengan cepat dapat menyebabkan tekanan darah turun secara mendadak. Efek kardiovaskular pada intoksikasi barbiturat sebagian besar disebabkan oleh hipoksia sekunder akibat depresi nafas. Selain itu pada dosis tinggi dapat menyebabkan depresi pusat vasomotor diikuti vasodilatasi perifer sehingga terjadi hipotensi.
5. Pada Saluran Cerna
Oksibarbiturat cenderung menurunkan tonus otot usus dan kontraksinya. Pusat kerjanya sebagian diperifer dan sebagian dipusat bergantung pada dosis. Dosis hipnotik tidak memperpanjang waktu pengosongan lambung dan gejala muntah, diare dapat dihilangkan oleh dosis sedasi barbiturat.
6. Pada Hati
Barbiturat menaikan kadar enzim, protein dan lemak pada retikuloendoplasmik hati. Induksi enzim ini menaikan kecepatan metabolisme beberapa obat dan zat endogen termasuk hormone stroid, garam empedu, vitamin K dan D.
7. Pada Ginjal
Barbiturat tidak berefek buruk pada ginjal yang sehat. Oliguri dan anuria dapat terjadi pada keracunan akut barbiturat terutama akibat hipotensi yang nyata.

Efek Samping
1. Hangover : Gejala ini merupakan residu depresi SSP setelah efek hipnotik berakhir. Dapat terjadi beberapa hari setelah pemberian obat dihentikan. Efek residu mungkin berupa vertigo, mual, atau diare. Kadang kadang timbul kelainan emosional dan fobia dapat bertambah berat.
2. Eksitasi paradoksal : Pada beberapa individu, pemakaian ulang barbiturat (terutama fenoberbital dan N-desmetil barbiturat) lebih menimbulkan eksitasi dari pada depresi. idiosinkrasi ini relative umum terjadi diantara penderita usia lanjut dan lemah.
3. Rasa nyeri : barbiturate sesekali menimbulkan mialgia, neuralgia, artalgia, terutama pada penderita psikoneurotik yang menderita insomnia. Bila diberikan dalam keadaan nyeri, dapat menyebabkan gelisah, eksitasi, dan bahkan delirium.
4. Alergi : Reaksi alergi terutama terjadi pada individu alergik. Segala bentuk hipersensitivitas dapat timbul, terutama dermatosis. Jarang terjadi dermatosis eksfoliativa yang berakhir fatal pada penggunaan fenobarbital, kadang-kadang disertai demam, delirium dan kerusakan degeneratif hati.
5. Reaksi obat : Kombinasi barbiturat dengan depresan SSP lain misal etanol akan meningkatkan efek depresinya; Antihistamin, isoniasid, metilfenidat, dan penghambat MAO juga dapat menaikkan efek depresi barbiturat.
C. HALOTAN
Halotan merupakan cairan tidak berwarna, berbau enak, tidak iritatif, mudah menguap, tidak mudah terbakar/meledak, tidak bereaksi dengan soda lime, dan mudah diuraikan cahaya. Halotan merupakan obat anestetik dengan kekuatan 4-5 kali eter atau 2 kali kloroform.
Kelebihan anastesi dengan menggunakan halotan, yaitu :

1. Baunya enak.
2. Tidak merangsang atau mengiritasi jalan nafas,
3. anestesi kuat
4. induksi cepat dan lancar,
5. bronkodilatasi,
6. pemulihan cepat,
7. proteksi terhadap syok,
8. jarang menyebabkan mual/muntah,
9. tidak mudah terbakar dan meledak.


Kerugiannya, antara lain :

1. Vasodilator serebral,
2. meningkatkan aliran darah otak yang sulit dikendalikan,
3. analgesik lemah.
4. sangat poten, relatif mudah terjadi overdosis,
5. analgesi dan relaksasi yang kurang,
6. harus dikombinasi dengan obat analgetik dan relaksan,
7. harga mahal,
8. menimbulkan hipotensi,
9. aritmia,
10. meningkatkan tekanan intrakranial,
11. menggigil pascaanestesi, dan
12. hepatotoksi

Overdosis relatif mudah terjadi dengan gejala gagal napas dan sirkulasi yang dapat menyebabkan kematian. Dosis induksi 2-4% dan pemeliharaan 0,5-2%.
Kelebihan dosis akan menyebabkan depresi nafas, menurunnya tonus simpatis, hipotensi, bradikardi, vasodilator perifer, depresi vasomotor, depresi miokard. Kontraindikasinya adalah gangguan hepar.

D. LIDOKAIN
Lidocaine merupakan anestetika lokal yang berguna untuk infiltrasi dan memblokir syaraf (nerve block), yaitu derivat asetanilida yang merupakan obat pilihan utama untuk anestesi permukaan maupun infiltrasi.
Kelebihan lidokain disbanding jenis anastesi lain, antara lain :
1. Anastesi kuat, lama, dan lebih ekstensif daripada yang ditimbulkan oleh prokain.
2. pilihan alternatif untuk individual yang sensitif terhadap anestesi lokal tipe ester.
3. mampu melewati sawar darah otak
4. diserap secara cepat dari tempat injeksi dan stabil.
5. digunakan pada perawatan ventricular cardiac arrhytmias dan tahanan jantung dengan fibrilasi ventrikular, khususnya dengan iskemia akut,

Kerugian atau efek samping dari penggunaan lidokain, yaitu :
1. mengantuk,
2. tinnitus, dysgeusia,
3. pusing, dan
4. kejang (berkedut).
5. terjadi serangan jantung,
6. koma, serta depresi dan
7. henti pernafasan.
8. anestesi lokal dari durasi tingkat menengah.

Analgesik PP

Operasi dapat diklasifikasikan sebagai besar atau kecil, tergantung pada keseriusan penyakit, bagian-bagian tubuh yang terkena, kompleksitas operasi, dan waktu pemulihan yang diharapkan.
1. Operasi besar adalah operasi dari kepala, leher, dada, dan perut. Waktu pemulihan bisa panjang dan mungkin melibatkan tinggal dalam perawatan intensif atau beberapa hari di rumah sakit. Ada risiko yang lebih tinggi komplikasi setelah operasi tersebut. Pada anak-anak, jenis operasi besar mungkin termasuk, namun tidak terbatas pada, sebagai berikut:
a. Penghapusan tumor otak.
b. Koreksi kelainan tulang tengkorak dan wajah.
c. Perbaikan penyakit jantung bawaan, transplantasi organ, dan perbaikan malformasi usus.
d. Koreksi kelainan tulang belakang dan pengobatan luka yang diderita dari trauma tumpul besar.
e. Koreksi masalah dalam perkembangan janin dari, usus paru-paru, diafragma, atau anus.
2. Beberapa operasi bedah minor bahwa anak-anak menjalani dianggap ringan. Waktu pemulihan kembali pendek dan anak-anak dengan kegiatan yang biasa mereka dengan cepat. Operasi ini yang paling sering dilakukan sebagai rawat jalan, dan anak-anak dapat kembali ke rumah pada hari yang sama. Komplikasi dari jenis operasi yang langka. Contoh jenis yang paling umum dari pembedahan kecil dapat meliputi, tetapi tidak terbatas pada, sebagai berikut:
a. Penempatan tabung telinga.
b. Hernia perbaikan.
c. Koreksi patah tulang.
d. Penghapusan lesi kulit.
e. Biopsi dari pertumbuhan.
Pilihan operasi ini adalah prosedur memutuskan anak`harus menjalani, yang mungkin membantu, tetapi belum tentu penting. Sebuah contoh mungkin memiliki tanda lahir dihapus, atau untuk menyunat bayi laki-laki.
Diperlukan operasi ini adalah prosedur yang perlu dilakukan untuk menjamin kualitas`hidup`di masa depan. Sebuah contoh mungkin memiliki fusi tulang belakang untuk memperbaiki kelengkungan parah tulang belakang. Diperlukan operasi, seperti pembedahan darurat, tidak perlu harus segera dilakukan dan dapat memungkinkan waktu untuk mempersiapkan`untuk pengalaman.
3. Mendesak atau operasi darurat Jenis operasi ini dilakukan sebagai respon terhadap kebutuhan medis yang mendesak, seperti koreksi dari kelainan jantung bawaan mengancam kehidupan atau perbaikan organ internal terluka setelah kecelakaan mobil.
Setelah menjalani suatu bentuk operasi, seorang ahli anestesi masih mempunyai tanggung jawab terhadap perawatan pasien pada saat pemulihan yaitu dapat dilakukan dengan cara monitoring pasien atau dengan kata lain dilakukan observasi. Tujuan dari observasi ini adalah deteksi sedini mungkin dari penyimpangan-penyimpangan fisiologis sehingga dapat dilakukan tindakan pengobatan sedini mungkin sehingga morbiditas dan mortalitas dapat ditekan serendah mungkin.
Observasi utama dilakukan dengan mengukur nadi, tekanan darah dan frekuensi pernafasan secara teratur dan perhatikan bila ada keadaan abnormal dan perdarahan yang berlanjut. Jam pertama setelah anestesi merupakan saat yang paling berbahaya bagi pasien. Refleks perlindungan jalan nafas masih tertekan, walaupun pasien tampak sudah bangun, dan efek sisa obat yang diberikan dapat mendepresi pernafasan. Ini dapat menyebabkan kematian karena hipoksia. Selain itu juga perlu dibuat pencatatan teknik yang digunakan dan setiap komplikasi yang terjadi. Hal tersebut dapat berguna bagi pasien di masa mendatang.
Nyeri bukanlah akibat sisa pembedahan yang tak dapat dihindari tetapi ini merupakan komplikasi bermakna pada sebagian besar pasien. Definisi dari nyeri itu sendiri adalah pengalaman sensorik dan motorik yang tidak menyenangkan, yang berhubungan dengan jaringan yang rusak, cenderung rusak atau segala sesuatu yang menunjukkan kerusakan.
Penanggulangan nyeri pasca bedah yang efektif merupakan salah satu hal yang penting dan menjadi problema bagi ahli anestesi. Hal tersebut dikarenakan berbagai hal sebagai berikut:
1. Nyeri pasca bedah sangat bersifat individual, tindakan yang sama pada pasien yang kurang lebih sama keadaan umumnya tidak selalu mengakibatkan nyeri pasca bedah yang sama. Pengalaman penderita terhadap derajat atau intensitas nyeri pasca bedah sangat bervariasi.
2. Banyak penderita yang kurang mendapat terapi yang adekuat untuk mengatasi nyeri pasca bedah.
3. Bebas nyeri dapat mengurangi komplikasi pasca bedah. Timbulnya nyeri, derajat maupun lamanya pengelaman nyeri dari penderita setelah operasi yang berlainan tidak dapat diketahui dengan pasti.
Dari penyelidikan yang dilakukan ternyata timbulnya (incidence) intensitas, dan lamanya nyeri pasca bedah sangat bervariasi dari satu penderita ke penderita yang lain, dari rumah sakit yang berbeda apalagi dari negara yang berbeda. Faktor-faktor yang sangat mempengaruhi kualitas, intensitas dan lamanya nyeri pasca bedah dapat disebutkan sebagai berikut :
1. Lokasi operasi, jenis operasi dan lamanya operasi serta berapa besar kerusakan ringan akibat operasi tersebut.
2. Persiapan operasi baik psychologik, fisik dan pharmakologik dari penderita oleh anggota / team pembedahan atau dengan kata lain disebut pelaksanaan perioperatif dan premedikasi.
3. Adanya komplikasi yang erat hubungannya dengan pembedahan.
4. Pengelolaaan anestasi baik sebelum, selama, sesudah pembedahan.
5. Kwalitas dari perawatan pasca bedah.
6. Suku, ras, warna kulit, karakter dan sosiokultural penderita
7. Jenis kelamin, perempuan lebih cepat merasakan nyeri
8. Umur, ambang rangsang orang tua lebih tinggi.
9. Kepribadian, pasien neurotik lebih merasakan nyeri bila dibandingkan dengan pasien dengan kepribadian normal
10. Pengalaman pembedahan sebelumnya, bila pembedahan di tempat yang sama rasa nyeri tidak sehebat nyeri pembedahan sebelumnya.
11. Motivasi pasien, pembedahan paliatif tumor ganas lebih nyeri dari pembedahan tumor jinak walaupun luas yang diangkat sama besar.
12. Fisiologik, psychologik dari penderita.
Dari segi pembedahan, lokasi nyeri pasca bedah yang paling sering terjadi dan sifat nyerinya paling hebat (severe) adalah sebagai berikut :
1. Operasi daerah Thocaro – abdominal
2. Operasi ginjal
3. Operasi Columna vertebralis (spine)
4. Operasi Sendi besar
5. Operasi tulang panjang (large Bone) di extrimitas
Penderita setelah selesai mengalami bedah thorax, abdomen maupun operasi ginjal, bila penderita batuk, tarik nafas dalam atau gerakan tunuh yang berlebihan akan timbul nyeri yang hebat.
Macam luka pembedahan (incision) juga sangat berperan dalam timbulnya nyeri pasca bedah, pada luka operasi atau insisi subcostal (Choiecystectomy) kurang menimbulkan rasa nyeri pasca bedahnya dibandingkan luka operasi midline, pada insisi abdomen arah transversal akan terjadi kerusakan syaraf intercostalis minimal. Pada pembedahan yang letaknya di permukaan (superficial), daearah kepala, leher, extrimitas, dinding thorax dan dinding abdomen rasa nyerinya sangat bervariasi, :
1. Nyeri hebat (severe) 5 – 15 %
2. Nyeri yang sedang (moderate) 30 – 50 % dari penderita.
3. Nyeri yang ringan atau tanpa nyeri : 50%, dimana penderita tidak memerlukan narkotik.
Terdapat pengecualian pada operasi tandur kulit (Skin graft) yang luas dan radical mastectomy, nyeri pasca bedahnya termasuk kategori nyeri yang hebat (severe).
Dari segi penderita, timbulnya dan beratnya rasa nyeri pasca bedah juga sangat dipengaruhi fisik, psikis atau emosi, karakter individu dan sosial kultural maupun pengalaman masa lalu terhadap rasa nyeri. Derajat kecemasan penderita pra bedah dan pasca bedah juga mempunyai peranan penting. Misalnya, takut mati, takut kehilangan kesadaran, takut akan terjadinya penyulit dari anestesi dan pembedahan, rasa takut akan rasa nyeri yang hebat setelah pembedahan selesai.
Penderita yang masuk rumah sakit (MRS) akan timbul reaksi cemas/strees. Dan keadaan ini membentuk pra kondisi nyeri pasca bedah. Keadaan tersebut digolongkan “hospital Stress”. Pada golongan penderita dengan Hospitel Strees tinggi cenderung mengalami nyeri lebih hebat daripada golongan Hospitel Strees rendah. Faktor -faktor Hospital Stress :
a. Rasa tidak bersahabat disekelilingnya.
b. Pemisahan dengan keluarga, orang tua, suami/istri.
c. Informasi yang kurang atau tidak jelas.
d. Pengalaman masa lalu tentang penanggulan nyeri yang tidak adekwat.
Faktor lain yang berperan dalam nyeri pasca bedah adalah pengelolaan baik sebelum, sedang dan sesudah pembedahan dan tehnik anestesi yang dilakukan pada penderita.
Pengelolaan profilaksis yaitu pengelolaan penderita pada persiapan pembedahan dan perawatan pasca bedah yang baik. Dari segi anestesi trauma pemasangan pipa endotracheal (intubasi), nyeri otot akibat pemberian succinyi cholin. Dari segi bedah, keterampilan dari ahli bedah, jenis pembedahan (Ekstenip) juga sangat berperan. Mekanisme terjadinya nyeri pasca bedah dapat dijelaskan sebagai berikut. Pada dasarnya mirip dengan timbulnya luka atau suatu penyakit, yang mengakibatkan kerusakan jaringan lokal dengan disertai keluarnya bahan-bahan yang merangsang rasa nyeri (algogenik subtance) seperti; kalium dan ion Hydrogen, asam laktat, serotonin, bradylinin, prostaglandin. Inflamasi perifer menghasilkan prostaglandin dan berbagai sitokin yang menginduksi COX-2 setempat (local). Selanjutnya akan mensensitisasi nocicieptor perifer yang ditandai dengan timbulnya asa nyeri. Sebagian sitokin melalui aliran darah sampai ke sistem syaraf pusat meningkatkan kadar interleukin-1 yang pada gilirannya menginduksi COX-2 di dalam neuron otak.
Bagaimanapun, sekali enzim COX-2 dipicu berbagai aksi muncul di perifer dan susunan syaraf pusat. Perubahan asam arakidonat menjadi prostaglandin dengan bantuan enzim cyclooxygenase (COX) dapat dihambat dengan pemberian AINS (anti-inflamasi non-steroid) yang juga dikenal sebagai “COX-inhibitor”. Pembentukan prostaglandin dapat ditingkatkan oleh bradikinin dan interleukin-1. Di perifer, prostaglandin dapat merangsang reseptor EPI yang meningkatkan sensasi nyeri dan reseptor EP4 yang menurunkan sensasi nyeri. Namun prostaglandin yang dibentuk melalui aktivasi COX-2 berperan dalam percepatan transmisi nyeri di syaraf perifer dan di otak, terutama dalam peran sentralnya memodulasi nyeri hiperalgesia dan alodinia.
Oleh karena kejadian nyeri inflamasi bukan hanya berkaitan dengan peningkatan produki prostaglandin oleh aktivasi COX-2, AINS yang ideal hendaklah lebih nyata menghambat aktivitas COX-2 dan juga mampu menghambat aktivitas mediator-mediator inflamasi lainnya seperti bradikinin, histamin dan interleukin, serta mampu merembes ke cairan serebrospinal.
Timbulnya spasme pada otot-otot tubuh dengan akibat turunnya compliance atau kelenturan dinding Thorax. Keadaan tersebut merupakan lingkaran setan, (nyeri-spasme otot-nyeri). Stimulasi neuron syaraf sympatik mengakibatkan meningkatnya frekwensi jantung dan stroke volume, sehingga kerja jantung (heart work) dan komsumsi oksigen dari jantung bertambah.
Terjadi pengeluaran hormon-hormon katabalik, Cathecolamine, Cortisol, ACTH, ADH, Glocagon dan Aldosteron serta penurunan hormon anabolik Insulin dan Testosteron. Cortical merangsang nyeri yang diteruskan sampai ke cortex cerbri akan dikenal atau persepsi berupa rasa nyeri dan manifestasinya dapat berupa suatu reaksi kecemasan dan rasa takut.
Komplikasi akibat nyeri pasca bedah juga harus diperhatikan oleh ahli anestesi. Komplikasi tersebut bermacam-macam. Pasca bedah stroke-abdomen ataupun operasi ginjal akan terjadi gangguan radio ventilasi-perfusi di paru-2 (V/O ratio), apabila penderita pasca bedahnya disertai atau mengalami distensi dari abdomen atau dipasang bandage yang ketat (gurita) maka akan terjadi gangguan nafas yang berat.
Rasa nyeri yang bertambah hebat bila penderita batuk, tarik nafas dalam dan adanya bronchospasme berakibat penderita takut akan mengeluarkan dahak ataupun bernafas dalam, akibatnya akan terjadi penurunan kapasitas paru (VC), FRC, dan timbulnya Hypoksemia.
Penurunan VC ± 40% dari pra bedah, dimulai saat 1-4 jam pasca bedah yang dipertahankan s/d 12-24 jam, selanjutnya meningkat pelan-pelan mencapai 60-70% dari kondisi Pra bedah setelah hari ke-7, selanjutnya kembali ke normal setelah beberapa minggu. FRC menurun ± 70% dari pra bedah setelah 24 jam pasca bedah, dan tetap rendah dalam beberapa hari, lalu pelen-pelan kembali ke normal dalam waktu 10 hari.
Terjadinya pengeluaran hormon-hormon katabalik, Cathecolamine, Cortisol, ACTH, ADH, Glocagon dan Aldosteron serta penurunan hormon anabolik Insulin dan Testosteron juga merupakan komplikasi dari pasca bedah. Hal tersebut dapat menyebabkan kadar gula darah naik, tekanan darah naik, kebutuhan oksigen naik.
Tehnik anestesi baik general anestesi maupun regional anestesi, sangat berbeda dari segi pemberian obat-obatan analgetik pasca bedah pada general anestesi ± 5% pasien bedah tidak memerlukan analgesik. Kadang pada regional anestesi lebih disenangi pemakaian obat lokal anestesi yang kerjanya lama (long action ). Tehnik anestesi gabung general anestesi dan regional anestesi terbukti berhasil mengurangi kebutuhan akan narkotik pasca bedahnya.
Pengelolaan nyeri pasca bedah dapat dilakukan sebagai berikut :
1. Profilaktik
Incidance, derajat dan lamanya nyeri pasca bedah dapat dikurangi dengan persiapan operasi dengan baik, dan perawatan pasca bedah optimal.
2. Terapi Aktif
Penanggulangan nyeri pasca bedah dapat dikurangi partial atau total (tanpa nyeri) dengan cara-cara berbagai berikut :
a. Obat sistemik analgesik dan ajuvant
b. Analgesik regional (Intra spinsi opiat)
c. Analgesik regional dengan obat lokal anestesi.
d. Analgesik dengan rangsangan litrik (transcutancus electrical nerve stimulation = TENS), atau dengan electroacupuncture.
e. Analgesik psykologik dengan Hypnosis dan Sugesti.

Secara sederhana, analgesik `adalah kelas obat yang digunakan untuk menghilangkan rasa sakit. Pereda nyeri yang disebabkan oleh analgesik terjadi baik dengan memblokir sinyal rasa sakit pergi ke otak atau dengan mengganggu otak interpretasi dari sinyal, tanpa menghasilkan anestesi atau kehilangan kesadaran. Pada dasarnya ada dua jenis analgesik: non-narkotika dan narkotika.
Perlu dicatat bahwa beberapa referensi termasuk aspirin dan obat inflamasi non-steroid anti (OAINS) di kelas analgesik, karena mereka memiliki sifat analgesik. Aspirin dan OAINS terutama memiliki efek anti-inflamasi, sebagai lawan yang hanya analgesik.

Non-Narkotika Analgesik (Golongan Salisilat)
Acetyl salicylic acid (Aspirin)
Dosis obat 500-600 mg tiap 4 jam. Dosis maksimal 4000 mg sehari. Efek samping : perdarahan lambung, reaksi hipersentitif.
Acetaminophen adalah yang paling umum digunakan over-the-counter, non-narkotik analgesik. Acetaminophen adalah obat penghilang rasa sakit-populer karena bersifat efektif untuk menghilangkan rasa sakit ringan sampai sedang dan relatif murah. Harus ditekankan bahwa meskipun keselamatan acetaminophen terkait dengan penggunaan yang tepat dari obat (gunakan sesuai dengan petunjuk resep spesifik). Jika acetaminophen tidak digunakan sesuai petunjuk pada label, efek samping yang serius dan berakibat fatal yang mungkin dapat terjadi. Sebagai contoh, mengambil lebih dari 4000 mg / hari atau menggunakannya jangka panjang dapat meningkatkan risiko kerusakan hati. Risiko kerusakan hati dengan penggunaan acetaminophen juga meningkat dengan menelan alkohol. Pastikan Anda membicarakan dengan dokter anda dosis maksimum yang diijinkan acetaminophen dan setiap pedoman lainnya untuk penggunaannya.
Banyak orang tidak menyadari acetaminophen yang ditemukan di lebih dari 600-the-counter obat di atas . Hal ini dapat ditemukan dalam kombinasi dengan bahan aktif lain dalam banyak dingin, sinus, dan obat batuk. Pengaruh kumulatif dari asetaminofen harus diperhatikan jika Anda berbicara beberapa obat yang mengandung acetaminophen.
Acetaminophen perubahan ke metabolit yang dikeluarkan dari tubuh. Dengan mengambil lebih dari dosis maksimum harian yang direkomendasikan acetaminophen, metabolit lebih toksik yang dihasilkan dari bisa dihilangkan.
Selain pada golongan tersebut terdapat golongan Non Narkotik Analgesia yaitu : NSAIDS (Non steroidal anti inflammatory drugs). Cara kerja obat adalah menghambat bahan-bahan Algogenic. Yang termasuk golongan ini adalah :
a. Acetaminophen (Parasetamol)
Mempunyai khasiat analgesik dan antipiretik seperti asam asetil salisilat, tetapi tidak mempunyai efek antiinflamasi. Tidak mengadakan iritasi mukosa lambung. Dosis 500-1000 mg setiap 4 jam. Dosis max 4000 mg sehari.
Antiinflamasi nonsteroid Dibanding dengan asam salisilat khasiat analgesik bervariasi, ada yang sama dan ada yang lebih kuat. Obat golongan antiinflamasi non steroid memberikan efek samping pada darah, gastrointestinal, ginjal dan saraf pusat.
1) Proprionic acid derivat
a) Ibuprofen : dosis 200-400 mg, setiap 4-6 jam per os. Dosis max 2400 mg sehari (Brufen)
b) Ketiprofen (profenid): Dosis 25 – 50 mg, setiap 6 – 8 jam p.o dosis max 300 mg sehari
2. Benzothiazine deriv. : Piroxicain (feldene). Dosis 20 mg setiap 12-24 c`jam.
3. Pyrazole deciv.
a. Phenylbutazone. Dosis 100-200 mg setiap 6 jam.
b. Oxyphenbutazone (Tanderil). Dosis 100-200 mg setiap 6 jam.
4. Fenmates : Mefanamic acid (Ponstan). Dosis 500 mg setiap 6-8 jam

Analgesik Narkotika
Narkotik adalah agens penting dalam penatalaksanaan nyeri pasca-bedah dan dapat diberikan secara continue melalui infusn atau secara intermitten dengan dosis kecil-kecil melalui suntikan dengan interval teratur. Pengobatan nyeri visceral dengan analgesic narkotik sangat efektif, terutama nyeri terus-menerus.
Analgetik narkotik adalah senyawa yang dapat menekan fungsi sistem saraf pusat secara selektif. Digunakan untuk mengurangi rasa sakit, yang moderat ataupun berat, seperti rasa sakit yang disebabkan oleh penyakit kanker, serangan jantung akut, sesudah operasi, dan kolik usus atau ginjal. Analgetik narkotik sering pula digunakan untuk pramedikasi anestesi, bersama-sama dengan atropin, untuk mengontrol sekresi.
Aktivitas analgetik narkotik jauh lebih besar dibandingkan golongan analgetik non-narkotik, sehingga disebut juga analgetik kuat. Golongan ini pada umumnya menimbulkan euphoria sehingga banyak disalahgunakan. Pemberian obat secara terus-menerus menimbulkan ketergantungan fisik dan mental atau kecanduan, dan efek ini terjadi secara cepat. Penghentian pemberian obat secara tiba-tiba menyebabkan sindrom abstinence atau gejala withdrawal. Sedangkan kelebihan dosis dapat menyebabkan kematian karena terjadi depresi pernapasan.
Efek analgesik dihasilkan oleh adanya pengikatan obat dengan sisi reseptor khas pada sel dalam otak dan spinal cord. Rangsangan reseptor juga menimbulkan efek euphoria dan rasa mengantuk.
Keburukan narkotik adalah depresi pernafasan, konstipasi, toleransi, dan ketergantungan bila sering digunakan. Pada orang tertentu, penggunaan narkotik lebih dari beberapa hari saja dapat berakibat ketergantungan psikis dan fisik. Efek halusinogen dan euphoria obat ini adalah factor-faktor yang memudahkan ketergantungan. Alkaloid yang berasal dari opium adalah morfin, codein, papaverine dan noscapin
Ada dua jenis analgesik narkotik: yang opiat dan opioid (turunan opiat). Opiat adalah alkaloid ditemukan dalam opium (cairan putih ekstrak biji muda tanaman poppy). Adalah setiap pengobatan yang mengikat reseptor opioid pada sistem saraf pusat atau gastointestinal. Opioid menurut Wikipedia , ada empat kelas yang luas opioid:
1. Peptida opioid endogen (yang diproduksi di dalam tubuh: endorfin, dynorphins, enkephalins)
2. Alkaloid opium (morfin, kodein, tebain)
3. Semi-sintetik opioid (heroin, oxycodone, xanax, dihydrocodeine, hidromorfon, oxymorphone, nicomorphine)
4. Sepenuhnya sintetik opioid (pethidine atau Demerol, metadon, fentanyl, propoxyphene, pentazocine, buprenorfin, butorphanol, tramadol, dan banyak lagi).
Berdasarkan struktur kimianya, analgetik narkotik dibagi menjadi 4 kelompok.
1. Turunan Morfin
Contoh : morfin, kodein, dan heroin. Kodein memiliki efek analgetik yang lebih rendah daripada morfin, namun mempunyai efek antibatuk yang kuat, dan tidak menyebabkan kecanduan. Sedangkan heroin memiliki efek analgetik dan euphoria yang lebih tinggi daripada morfin, sehingga sering disalahgunakan. Heroin menyebabkan kecanduan dan digolongkan ke dalam obat terlarang.
2. Turunan Meperidin
Contoh : petidin dan loperamid. Petidin mempunyai efek analgetik antara morfin dan kodein, sering digunakan untuk pengobatan kecanduan morfin karena mempunyai efek analgetik seperti morfin namun tidak menyebabkan ketergantungan. Sedangkan loperamid mempunyai efek langsung terhadap otot longitudinal dan sirkular usus, sehingga digunakan sebagai konstipan pada kasus diare akut dan kronis.
3. Turunan Metadon
Contoh : metadon. Metadon mempunyai aktivitas analgetik 2 kali morfin dan 10 kali petidin. Seperti petidin, metadon sering digunakan untuk pengobatan kecanduan morfin karena mempunyai efek analgetik seperti morfin namun tidak menyebabkan ketergantungan.
4. Turunan Lain-lain
Contoh : tramadol. Tramadol merupakan analgetik kuat dengan aktivitas 0,1 – 0,2 kali morfin. Meskipun efeknya melalui reseptor opiat, tramadol tidak menyebabkan depresi pernapasan.

Obat Analgesik Sistemik & Adjuvan
Golongan opiat
Obat opiat setelah bergabung dengan reseptor dalam susunan saraf pusat dan bagian lain dari tubuh akan menimbulkan khasiat analgesik, kontraksi otot polos, depresi pernafasan dan lain-lain.
a. Opioid Intra Muskular
Cara ini adalah cara yang paling sering dipakai, walaupun sering berhasil mencapai efek anelgesia yang diinginkan karena pemberian intramuskular (im) absorpsinya tidak sempurna, terutama pada pasien dengan perfusi perifer yang buruk. Karena absorpsi melalui otot relatif lambat, meka harus diperhatikan kapan anelgesia dibutuhkan dan kapan pemberian ulangan harus di suntik
b. Opioid Intravena
Walaupun pemberiannya kurang menyenangkan bila dibandingkan dengan pemberian 1 M cara ini memiliki sejumlah keunggulan. Pada umumnya diberikan sejumlah dosis tertentu (infus dipercepat) untuk mendapatkan konsentrasi efektif analgesia, kemudian dilanjutkan dengan infus yang lambat dengan alat yang akurat seperti pompa infus
c. Pasien Mengontrol Pemberian Analgesia Opioid
Saat ini sudah dikembangkan cara/alat agar pasien dapat memberikan sendiri anelgesia opioid yang diinginkan melalui pompa infus yang sudah diatur terlebih dahulu dosisnya, yang aman untuk pasien.
d. Opioid Subligual
Cara ini makin populer penggunaannya, karena mudah dan menyenangkan. Obat yang paling sering dipakai adalah biprenorfin yang bersifat agonis antagonis sehingga efik samping depresi nafas sangat jarang dijumpai, keuntungan lain adalah masa kerja yang lama (lebih dari 8 jam).
e. Opioid Oral
Opioid oral dapat diberikan pada pasien yang dapat menelan. Morfin sulfat dapat memberikan analgesia yang adekuat selama 6-8 jam.

1. MORFIN
Morfin adalah derivate paling poten dari opium. Agens ini bekerja pada SSP (system saraf pusat) sebagai depresan, kantuk, depresi pernafasan dan depresi reflex batuk, dan sebagai stimulant SSP, berakibat muntah, miosis, konvulsi. Agens ini merangsang otot polos, berakibat spasme otot gastrointestinal, saluran biliaris, dan saluran kemih. Agens ini mengurangi motilitas usus dan mengakibatkan konstipasi.
Morphine merupakan obat narkotik analgesik yang sampai saat ini tetap dipakai sebagai standard dalam penanggulangan nyeri pasca bedah, karena alasan sebagai berikut :
a. Mudah didapat
b. Murah
c. Pemberiannya mudah dan efektif
Cara pemberian dapat :
a. Intra muskuler, onset lama dicapai, mudah cara pemberiannya.
b. Intra venous, cara ini mempunyai beberapa keuntungan a.l : onset obat cepat, hasilnya cepat terlihat dengan demikian efek emosi penderita akibat dapat dikurangi. Selain itu, kebutuhan individu akan obat mudah dikontrol dengan titrasi. Konsentrasi obat di darah cepat menurun, sehingga perlu pemantauan selama 15-20 menit setelah injeksi untuk menilai hilangnya rasa nyeri dan efek samping obat.
Dosis premedikasi dewasa 5-10 mg (0,1-0,2 mg/kg BB) intramuskular diberikan untuk mengurangi kecemasan dan ketegangan pasien menjelang operasi, menghindari takipnu pada pemberian trikloroetilen, dan agar anestesi berjalan dengan tenang dan dalam. Kecepatan pemberian (rate) 0,1 mg/menit (6 mg/jam).

a. Kegunaan
Morfin diberikan sebagai pre-medikasi bedah, mengatasi nyeri pasca-bedah, nyeri penyakit terminal seperti kanker, dan MCI. Pada MCI merupakan obat pilihan untuk mengatasi nyerinya. Pemberian per-oral kerjanya selama 4 jam; jadi merupakan obat pilihan untuk mengatasi nyeri pada penyakit terminal.
Pemberiannya harus teratur, bukan hanya bila sakit saja. Resiko adiksi tidak perlu dipertimbangkan, mengingat ini adalah kasus terminal. Karena ada morfin oral, jarang dipakai morfin suntikan.

Dosisnya dapat ditingkatkan sesuai kebutuhan. Hal-hal penting yang perlu diingat waktu menaikkan dosis adalah :
1) Peningkatan dosis tidak terbatas
2) Dosis harus diberi secara teratur (sekurangnya setiap 4 jam)
3) Obati konstipasi dan nausea sesegera mungkin
4) Adiksi bukan masalah pada kasus demikian
5) Sedasi umumnya bukan masalah setelah beberapa hari terapi, dan
6) Jika terapi oral tidak cocok (mis, muntah, koma, tak dapat menelan), suntikan SC cukup mudah dilakukan di rumah.

b. Reaksi merugikan
Reaksi merugikan yang terpenting adalah depresi pernafasan, mual, muntah dan konstipasi. Dapat timbul hipotensi dan bradikardi. Terutama pada pasien yang sedang minum obat antihipertensi. Terjadi perpanjangan waktu pemulihan, timbul spasme serta kolik biliaris dan ureter. Takar lajak dapat berakibat fatal karena depresi pernafasan.

2. Petidin
Petidin (Meperadin) memiliki sifat mirip morfin namun kurang berakibat konstipasi dan retensi urine, dan tidak memiliki sifat menekan batuk seperti morfin. Kerjanya hanya 2-3 jam, sehingga tidak cocok untuk nyeri yang menahun. Dosis premedikasi dewasa 50-75 mg (1-1,5 mg/kg BB) intravena diberikan untuk menekan tekanan darah dan pernafasan serta merangsang otol polos. Dosis induksi 1-2 mg/kg BB intravena.
Untuk mendapatkan analgesik yang efektif, dan mengurangi efek samping dari cara pemberian iv, dosis obat diberikan dalam jumlah yang kecil dan diberikan pelan-pelan
• Untuk Morphine : 2-3 minggu diencerkan dalam PZ.
• Untuk Petidhine : 20-30 minggu diencerkan dalam PZ.
Cara memberikan dengan titrasi interfal 15-20 menit, sampai analgesik tercapai, interfal dapat ditingkatkan menjadi 45-60 menit sampai steady state.
a. Infusi (continuous infusion)
b. Perlu monitoring yang lebih ketat.
c. Bahaya overdosis mudah terjadi.
Rate 1,0 mg/menit (60 mg/jam). Terjadinya analgesi lebih cepat dicapai dan berlangsung dalam 15 – 20 jam. Pethidine mempunyai efek lokal anestesi, dengan akibat menghambat atau blok saraf simpatik, sensorik, motorik.
a. Kegunaan
Kegunaan utama adalah sebagai pra-medikasi sebelum bedah dan mengatasi nyeri pasca-bedah, khususnya bedah abdominal, karena kurang menyebabkan retensi urine dan konstipasi disbanding morfin. Karena tidak mengurangi kekuatan kontraksi uterus, ia banyak dipakai sebagai analgesic obstetrik.
b. Reaksi Merugikan
Reaksi merugikan dari agens ini serupa dengan morfin, dapat berakibat muntah, mulut kering, dan pandangan kabur. Takar jalak dapat berakibat kematian oleh depresi pernafasan.

3. Metadon
Metadon (Physeptone) adalah senyawa mirip morfin dengan sifat mirip morfin, termasuk berpotensi adiksi. Namun agens ini lebih aktif bila diberikan per-oral daripada morfin. Kerjanya lama karenanya dosis lebih cepat 6 jam sekali. Selain sebagai analgesik, akhir-akhir ini banyak dipakai dalam pengobatan kasus kecanduan heroin dan morfin. Adalah sintetik opioid, secara medis digunakan sebagai analgesik, antitussive dan perawatan anti-kecanduan untuk digunakan pada pasien opioid. Efek negatif yg ada diantaranya pilek, menguap, bersin, mual, muntah, diare, demam, berkeringat, kedinginan, nyeri sendi, berpikiran bunuh diri, depresi, gelisah, panik, paranoid dll
Reaksi merugikan dari agens ini termasuk muntah, sedasi dan ketergantungan, namun lebih ringan daripada morfin atau heroin.

TENS (Transcutancus Electrical nerve stimulation)
Dilaporkan bahwa cara ini dapat menghilangkan nyeri pasca bedah laporotomy, thoracotomy maupun laminec tomy. Namun beberapa penelitian mengungkapkan bahwa tens tidak memperbaiki faal paru pasca bedah. Akan tetapi Tens dapat dipakai sebagai cara alternatip untuk mengurangi kebutuhan narkotik.
DAFTAR PUSTAKA
Latief, A. Said, dkk. Anestesiology. Jakarta: FKUI. 2009
Ganiswarna, Sulistia. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: FKUI. 1995
Tjay, Tan Hoan. Obat-Obat Penting. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. 2002
Arif Mansjoer. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II. Jakarta: Media Aesculapius. 2000
Gainswarna, G Sulistia. 1995. Farmakologi dan Terapi. Jakarta : FKUI
Smeltzer, Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol I. Jakarta : EGC. 2001
Staff Pengajar Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI. 2004. Anestesiologi. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
AnestesiSpinal. http://anestesi-fkunram.blogspot.com/2009/02/anestesi spinal.html
Anestesiology. http://www.wikipedia.com.