Sabtu, 14 Agustus 2010

KTI V GAMBARAN UMUM PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU ( MP-ASI )

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) telah menetapkan bahwa tujuan pembangunan nasional yang sedang kita galakkan bersama dewasa ini bertujuan untuk membangun manusia Indonesia yang seutuhnya yaitu membangun badan, fisik, biologis, mental, dan spiritual, agar kualitas manusia Indonesia dimasa yang akan datang harus lebih baik dari sekarang. Kualitas manusia dapat ditinjau dari berbagai segi, yaitu segi sosial, ekonomi, pendidikan, lingkungan,dan kesehatan. (Supariasa, 2002).
Hubungan erat antara makanan dengan kesehatan manusia sudah lama diakui. Pada tahun 1970 para pembuat kebijakan pembangunan di dunia menyadari bahwa arti makanan lebih luas dari sekedar untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan saja. Kecukupan gizi dan pangan merupakan salah satu faktor terpenting dalam mengembangkan kualitas sumber daya manusia. (Almatsier, 2006).
Masalah kekurangan konsumsi pangan bukanlah merupakan hal yang baru, namun masalah ini tetap aktual terutama di negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia, sebab mempunyai dampak yang sangat besar terhadap timbulnya masalah gizi sesuai dengan prioritas pembangunan jangka panjang tahap ke-II (PAPI II) adalah pembangunan kualitas SDM. Perlakuan terhadap sumber daya ini dilakukan pada bayi umur 6 bulan – 2 tahun sesuai dengan prioritas PAPI II khususnya masalah gizi.
Masalah gizi pada hakikatnya adalah masalah kesehatan masyarakat, namun penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja. Masalah gizi timbul dari berbagai faktor, oleh karena itu pendekatan penanggulangannya harus melibatkan berbagai sektor yang terkait (Supariasa, 2002).
Upaya peningkatan kualitas SDM harus dilakukan sejak dini, sistematis dan berkesinambungan, optimalisasi tumbuh kembang anak sejak dini adalah menjadi prioritas utama sehingga dapat mencegah atau mengetahui gangguan dan kelainan anak pada usia dini.
Makanan tambahan adalah makanan untuk bayi selain ASI yang di berikan kepada bayi pada umur 6 bulan keatas. Susu formula penambah dari kekurangan ASI atau susu pengganti ASI (PASI), (Soehardjo, 1992). Mulai umur 6 bulan ASI sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan bayi, maka dari itu bayi memerlukan makanan tambahan, jadi kegunaan makanan tambahan adalah untuk memenuhi kebutuhan bayi akan zat-zat gizi guna pertumbuhan dan perkembangan bayi, selain untuk membiasakan bayi dengan makanan lain, selain ASI. Tetapi banyak ibu berpendapat sewaktu bayinya disusui maka seluruh kebutuhan bayi akan terpenuhi, hal ini terjadi akibat kurangnya pengetahuan dan pemahaman ibu tentang pentingnya makanan tambahan untuk bayi dan ini merupakan pangkal dari terjadinya gangguan pemenuhan gizi pada bayi terutama pada usia tahun pertama. (Daina, 2003).
Berdasarkan hasil survey peniliti di Puskesmas Pattingalloang pada tanggal 16 s/d 18 juni 2009 di dapatkan 20 bayi, dengan status gizi baik 10, sedang 6, kurang 4 dan gizi lebih tidak ada, sedangkan data yang di peroleh dari januari 2008 s/d Desember 2008 penderita gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas Pattingalloang adalah 92 orang.
Dari hal tersebut di atas maka pemerintah berusaha untuk mencegah dan mengurangi angka kejadian gizi buruk di puskesmas Pattingalloang dengan cara pemberian makanan tambahan dan meningkatkan pemantauan status gizi pada bayi guna memperbaiki keadaan gizi bayi. Hal ini saja tidak cukup tanpa didukung oleh pengetahuan ibu atau orang tua mengenai makanan tambahan itu sendiri.
Dari uraian di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai gambaran umum pengetahuan ibu tentang pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) pada bayi di Puskesmas Pattingalloang.
1.2. Rumusan Masalah
Dari uraian latarbelakang di atas, peneliti ingin mengetahui gambaran umum pengetahuan ibu tentang pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) pada Bayi di Puskesmas Pattingalloang.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui gambaran umum pengetahuan ibu tentang pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) pada Bayi di Puskesmas Pattingalloang.
1.3.2 Tujuan Khusus
Diketahuinya gambaran umum pengetahuan ibu tentang pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) pada Bayi di Puskesmas Pattingalloang.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1 Untuk Ibu
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan ibu tentang pentingnya Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) dan sebagai penambah pengetahuan ibu bahwa ASI saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan bayi, oleh karena itu ibu harus memberikan Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) sebagai makanan tambahan untuk bayi dan sebagai Makanan Pendamping ASI.
1.4.2 Untuk Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu sumber informasi untuk peneliti selanjutnya dan sebagai masukan untuk menambah wawasan peneliti sendiri tentang Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Umum Tentang Pengetahuan
2.1.1 Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil ‘tahu’, dan ini terjadi setelah individu/orang malakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. (Notoatmodjo, 2007).
Pengetahuan di peroleh melalui pengalaman seseorang, baik yang di dapat melalui pendidikan formal maupun pendidikan nonformal. Bloom mengatakan bahwa sebelum individu dapat memahami terlebih dahulu individu mendapatkan pengetahuan. Selanjutnya ahli psikologi Gestalt menyimpulkan bahwa seseorang dikatakan memperoleh ilmu pengetahuan bila di tandai adanya suatu perubahan tiba-tiba dari keadaan yang tak berdaya menjadi keadaan yang mampu menguasai atau memecahkan masalah, adanya retensi yang baik, adanya peristiwa transfer, pengetahuan yang diperoleh dari suatu situasi di bawa dan dimanfaatkan atau di transfer ke dalam situasi lain yang mempunyai pola atau struktur yang sama atau hampir sama secara keseluruhan.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behaviour). Menurut Soekidjo Notoatmodjo pengetahuan yang dimiliki seseorang dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu :
1) Tahu (Know) yaitu kemampuan untuk mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya atau rangsangan yang telah diterima.
2) Memahami (comprehension) yaitu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang telah diketahui.
3) Aplikasi (application) yaitu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).
4) Analisis (analysis) yaitu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen yang masih berkaitan.
5) Sintesis (synthesis) yaitu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
6) Evaluasi (evaluation) adalah kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek. (Notoatmodjo, 2007).
Penelitian Roger (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni :
1. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui lebih dahulu terhadap stimulus (objek).
2. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut, di sini sikap subjek sudah mulai timbul.
3. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
4. Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendakinya oleh stimulus.
5. Adoption, dimana subjek berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikap terhadap stimulus.
Namun demikian dari penelitian selanjutnya Roger menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut di atas. (Notoatmodjo, 2007).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang yakni :
1. Pendidikan
Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribdian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup (Notoatmodjo, 2007). Pendidikan mempengaruhi proses belajar, menurut I. B. Matran (1994) makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang itu untuk menerima informasi.
2. Pengalaman
Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan memberikan pengetahuan dan keterampilan profesional serta pengalaman belajar selama bekerja akan dapat mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etnik yang bertolak dari masalah nyata dalam bidang keperawatan (Jones & Beck,1996).
3. Umur
Dua sikap tradisional mengenai jalan perkembangan selama hidup yaitu:
1) Semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang di jumpai dan semakin banyak hal yang dikerjakan sehingga menambah pengetahuannya.
2) Beberapa teori berpendapat ternyata IQ seseorang akan menurun cukup cepat sejalan dengan bertambahnya usia (Malcolm, H dan Steve. H, 1995).
2.2 Tinjauan tentang Perilaku
2.2.1 Pengertian
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas yang dilakukan oleh manusia (organisasi) baik yang dapat diamati secara langsung maupun secara tidak langsung, misalnya berjalan, berpakaian, berpikir, bereaksi atau bertindak dan lainnya (Notoatmodjo, 2007).
2.2.2 Perilaku Kesehatan
Adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan, atau hal-hal yang berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang dalam memahami perilaku yang berhubungan dengan kesehatan.(Notoatmodjo, 2007).
Teori Kurt Lewin (1970) seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2007), berpendapat bahwa perilaku manusia itu adalah suatu keadaan yang seimbang antara kekuatan-kekuatan pendorong (driving forces) dan kekuatan-kekuatan pertahanan (restrining forces). Perilaku itu dapat berubah oleh karena terjadinya ketidak seimbangan antara kedua kekuatan tersebut di dalam diri seseorang.
Robert Kwick (1974) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat di pelajari.(Notoatmojdo, 2007).
2.3 Tinjauan tentang Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI)
ASI dalam jumlah yang cukup memang merupakan makanan terbaik dan dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi salama 6 bulan pertama. Namun, setelah umur 6 bulan, kebutuhan gizi bayi meningkat sehingga bayi memerlukan makanan tambahan yang tidak seluruhnya dapat di penuhi oleh ASI. (Notoatmodjo, 2007).
Menurut Irianto Aritonang Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) adalah makanan yang diberikan pada bayi disamping ASI, untuk memenuhi kebutuhan gizi anak mulai umur 6 bulan ke atas. Bayi membutuhkan zat-zat gizi untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Seiring bertambahnya umur anak, kebutuhannya terhadap gizi pun meningkat untuk memenuhi kebutuhan tubuh anak, maka pemberian makanan tambahan bagi bayi dilaksanakan secara bertahap baik bentuk, jumlah maupun macamnya.
Tabel 2.1 Pemberian Makanan Tambahan.
Jenis Makanan Umur pemberian
Asi Ekslusif
Bubur susu
Sari buah
Nasi tim
Biskuit 0-6 bulan
6-8 bulan
6 bulan keatas
9-11 bulan
12 bulan ke atas
Sumber : Dasar-Dasar Ilmu Gizi
Makanan yang utama yang paling baik untuk anak berusia 0 - 6 bulan (bayi) adalah air susu ibu (ASI) karena ASI mengandung hampir semua zat gizi dengan komposisi sesuai kebutuhan bayi tetapi kecukupan komposisinya hanya sampai usia 4 bulan. Setelah bayi berumur 6 bulan bayi mulai diperkenalkan dengan makanan lain misalnya dengan memberikan bubur, dimana bubur ini ada 2 yaitu bubur yang dibuat dari bahan mentah yang langsung di campur (di sebut nasi tim) atau bubur yang berasal dari makanan keluarga yang tinggal di haluskan saja (bubur tepung beras). Untuk bayi yang berumur 6 bulan diberi makanan tambahan selain ASI seperti biji-bijian atau sereal dalam kemasan, buah-buahan segar yang telah dilumatkan atau dalam bentuk sari buah, contohnya buah pisang, mangga, papaya, atau tomat yang dihaluskan dan disaring terlebih dahulu sebelum diberikan pada bayi. Atau jeruk manis atau jeruk baby yang rasanya manis, yang diperas airnya. Jambu biji diambil dagingnya tanpa kulit, diblender halus. (http:/id.Answers.Yahoo.com/dir/;ylt=as1hBhDwFw.XIHI.CI1Z07RjbxV;YLV=3?lin). di akses tanggal 04 juli 2009
Menurut Wita Lestari pada dasarnya pemberian makanan tambahan pada bayi diberikan tidak boleh kurang dari 6 bulan dan lebih dari 6 bulan, karena pemberian makanan padat sejak dini pada bayi memungkinkan terjadinya alergi karena saluran pencernaan bayi belum mampu mencerna pati (zat tepung)
Peralihan ASI pada makanan tambahan (PMT) harus dilakukan sesuai dengan kondisi anatomi dan fungsional alat pencernaan bayi. Setelah masa pemberian ASI ekslusif berakhir, maka bayi mulai umur 6 bulan di berikan makanan tambahan, itu pun makanan yang sangat halus. Dan berangsur-angsur dapat diberikan makanan tambahan yang lunak, kemudian dapat diberikan makanan yang agak keras (semi keras).


Table 2.2 Peralihan ASI ke Makanan Pendamping ASI atau Makanan Tambahan

Umur anak Jenis Makanan
0-6 bulan
6-9 bulan
9-12 bulan
18-24 bulan
24 bulan (2 tahun) Asi saja
Makanan halu
Makanan lunak
Makanan semi keras
Makanan dewasa dan di sapih
Sumber : Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni
Jenis makanan pendamping air susu ibu atau makanan tambahan yang dapat di berikan pada bayi mulai umur 6 bulan ke atas adalah makanan dalam bentuk setengah padat yang berupa :
1. Buah-buahan yang dihaluskan atau dalam bentuk sari buah seperti pisang, papaya, jeruk, dan tomat.
2. Bubur tepung beras atau bubur campur dari beras.
3. Makanan dari hasil gabungan bahan makanan pokok (beras, jagung, umbi-umbian, atau sagu) dengan kacang-kacangan atau hasil olahannya (tempe, tahu) dan bila mungkin di lengkapi dengan bahan makanan sumber protein hewani, dan bisa juga di tambah dengan sayuran hijau sebagai sumber mineral dan vitamin.
2.3.1 Manfaat Pemberian Makanan Tambahan
Manfaat pemberian Makanan Tambahan Menurut Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI : 1992) antara lain :
1. Melengkapi zat-zat gizi yang kurang terdapat dalam ASI
2. Mengambangkan kemampuan bayi untuk menerima bermacam-macam makanan dengan berbagai rasa dan tekstur.
3. Mengambangkan kemampuan bayi untuk mengunyah dan menelan.
4. Melakukan adaptasi terhadap makanan yang mengandung kadar energi yang tinggi.
2.3.2 Cara memberikan Makanan Tambahan
Agar makanan tambahan dapat diberikan dengan efisien, sebaiknya diperhatikan cara-cara pemberiannya sebagai berikut:
1. Diberikan secara berhati-hati, sedikit demi sedikit, dari bentuk encer secara berangsur-angsur ke bentuk yang lebih kental.
2. Makanan baru diperkenalkan satu persatu dengan memperhatikan bahwa makanan betul-betul dapat diterima dengan baik.
3. Makanan yang menimbulkan alergi, yaitu sumber protein hewani diberikan terakhir. Urutan pemberian makanan tambahan biasanya adalah : buah-buahan, tepung-tepungan, sayuran, dan daging (telur biasanya baru di berikan pada saat bayi berusia 6 bulan).

4. Cara memberikan makanan bayi dipengaruhi perkembangan emosionalnya. Makanan jangan dipaksakan, sebaiknya diberikan pada waktu bayi lapar. Bila bayi tidak mau jangan dipaksa tetapi bisa diganti jenis lainnya dan pada kesempatan lain bisa diulang pemberiannya.
5. Jangan memberikan makanan pendamping dekat dengan waktu menyusui.
6. Berikan makanan pendamping yang bervariasi supaya tidak bosan sekaligus memperkenalkan aneka jenis bahan makanan. (Notoatmodjo, 2007).
Dewan makanan dari Persatuan Dokter Amerika pada tahun 1937, menganjurkan pengenalan buah-buahan, sayur-sayuran yang disaring pada bayi mulai pada umur 4-6 bulan, sehingga pada umur 6 bulan bayi sudah terbiasa dengan makanan tersebut.
Makanan tambahan yang terdiri dari berbagai campuran bahan makanan dapat memberikan mutu yang lebih tinggi daripada mutu masing-masing bahan yang disusunnya. Dengan bercampurnya beragam bahan makanan tersebut, maka bahan yang kurang dalam zat-zat gizi tertentu dapat ditutupi oleh bahan makanan yang mengandung lebih banyak zat-zat yang bersangkutan. Denagn demikian masing-masing bahan makanan memiliki efek komplementer yang berakibat meningkatkan mutu gizi makanan.(Notoatmodjo, 2007).
2.4 Kerangka Konsep

Keterangan :
: Variable yang di teliti
2.6 Definisi Operasional dan Kriteria Objektif
Definisi operasional adalah penjelasan dari semua istilah yang digunakan dalam penelitian ini secara operational sehingga mempermudah pembaca dalam mengartikan makna penelitian (Nursalam M. Nur, 2001). Agar tidak ada makna ganda dari penelitian, dari semua istilah yang digunakan.
2.6.1 Makanan Pendamping Air Susu Ibu
Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) adalah makanan yang diberikan pada bayi di samping ASI,untuk memenuhi kebutuhan gizi anak mulai umur 4- 6 bulan keatas,
2.6.2 Tingkat pengetahuan
Tingkat pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui oleh ibu tentang pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) di Puskesmas Pattingalloang yang dinyatakan berdasarkan pada jumlah :
Kriteria objektif :
Baik : Bila responden menjawab pertanyaan > 2 seluruh pertanyaan
Cukup : Bila responden menjawab pertanyaan benar = 2 seluruh pertanyaan
Kurang : Bila responden tidak menjawab dengan benar < 2 seluruh pertanyaan. 2.6.3 Pengertian Makanan Pendamping ASI Makanan pendamping ASI adalah makanan yang di berikan pada bayi disamping ASI, untuk memenuhi kebutuhan zat-zat gizi untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi. Kriteria objektif : Baik : Bila responden menjawab pertanyaan > 2 seluruh pertanyaan
Cukup : Bila responden menjawab pertanyaan benar = 2 seluruh pertanyaan
Kurang : Bila responden tidak menjawab dengan benar < 2 seluruh pertanyaan. 2.6.4 Waktu Pemberian MP-ASI Waktu pemberian yaitu waktu yang tepat untuk pemberian makanan pendamping ASI. Baik : Bila responden menjawab pertanyaan > 2 seluruh pertanyaan
Cukup : Bila responden menjawab pertanyaan benar = 2 seluruh pertanyaan
Kurang : Bila responden tidak menjawab dengan benar < 2 seluruh pertanyaan. 2.6.5 Manfaat Pemberian MP-ASI Perihal bagaimana manfaat dari pemberian makanan pendamping ASI. Baik : Bila responden menjawab pertanyaan > 2 seluruh pertanyaan
Cukup : Bila responden menjawab pertanyaan benar = 2 seluruh pertanyaan
Kurang : Bila responden tidak menjawab dengan benar < 2 seluruh pertanyaan. 2.6.6 Cara Pemberian MP-ASI Perihal bagaimana cara pemberian MP-ASI. Baik : Bila responden menjawab pertanyaan > 2 seluruh pertanyaan
Cukup : Bila responden menjawab pertanyaan benar = 2 seluruh pertanyaan
Kurang : Bila responden tidak menjawab dengan benar < 2 seluruh pertanyaan.






BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain penelitian
Penelitian yang digunakan adalah penelitian jenis deskriptif, yang bertujuan untuk menggambarkan atau mendeskripsikan suatu keadaaan secara objektif, mengenai gambaran umum pengetahuan ibu tentang pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) pada bayi di Puskesmas Pattingalloang Makassar. (Notoatmodjo, 2005).
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian di lakukan di Puskesmas Pattingalloang Makassar pada tanggal 16 s/d 18 juni 2009.
3.3 Populasi, Sampel dan Sampling
3.3.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan dari objek penelitian atau objek yang di teliti (Notoatmodjo, 2005). Populasi dalam penelitian penelitian dan ada di Puskesmas Pattingalloang yaitu berjumlah 28 0rang.
3.3.2 Sampel
Sampel adalah sebagian dari keseluruhan objek yang akan di teliti dan di anggap dapat mewakili seluruh populasi yang di teliti (Notoatmodjo, 2005). Pada penelitian ini sampel di ambil berdasarkan pada pemilihan anggota populasi secara acak (random sampling), yang sesuai dengan kriteria inklusi.
Kriteria Inklusi.
1. Ibu yang mempunyai bayi
2. Ibu yang ada di puskesmas pada saat penelitian
3. Ibu yang bersedia menjadi responden
Kriteria Ekslusi.
1. Ibu yang tidak ada di puskesmas pada saat penelitian
2. Ibu yang tidak bersedia menjadi responden
3.3.3 Sampling
Dengan menggunakan tekhnik random sampling yaitu metode sampling yang dilakukan dengan mengambil sampel secara acak. (Notoatmodjo, 2005).
3.4 Pengumpulan, Pengolahan dan Analisa Data
3.4.1 Pengumpulan data
Data yang diperoleh adalah data primer dengan menggunakan kuesioner yang telah dibagikan.
3.4.2 Pengolahan Data dan penyajian Data
Pengolahan data dilakukan secara manual dengan menggunakan kalkulator dan di sajikan dalam bentuk tabel.
3.4.3 Analisa data
Keseluruhan data diolah secara manual untuk kemudian dianalisa secara deskriptif sehingga diperoleh gambaran pengetahuan ibu tentang pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu dengan rumus :
P=f/n x 100%

Keterangan :
P : persentase
f : jumlah objek yang diteliti
n : jumlah sampel















BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Puskesmas Pattingalloang Makassar tanggal 16 s/d 18 juni mengenai gambaran umum pengetahuan ibu tentang pemberian Makanan Pendamping air Susu Ibu (MP-ASI) sebanyak 20 sampel.
Hasil pengolahan data disajikan dalam bentuk tabel
Tabel 4.1 Distribusi gambaran umum pengetahuan ibu tentang definisi makanan pendamping ASI di Puskesmas Pattingalloang Makassar Juni 2009.

No. Pengertian MP-ASI f %
1
2
3 Baik
Cukup
Kurang 13
7
- 65
35
-
Jumlah 20 100,00%

Berdasarkan table 4.1 menunjukkan bahwa 20 responden yang di teliti di peroleh 13 responden (65%) yang memiliki pengetahuan baik tentang pengertian MP-ASI, 7 responden (35%) yang memiliki pengetahuan cukup tentang pengertian MP-ASI.


Table 4.2 Distribusi gambaran umum pengetahuan ibu tentang waktu pemberian MP-ASI di Puskesmas Pattingalloang Makassar. Juni 2009

No. Waktu pemberian MP-ASI f %
1
2
3 Baik
Cukup
Kurang 7
9
4 35
45
20
Jumlah 20 100,00%

Berdasarkan table 4.2 menunjukkan bahwa dari 20 responden yang di teliti diperoleh 7 responden (35%) yang memiliki pengetahuan baik tentang waktu pemberian MP-ASI, 9 responden (45%) yang memiliki pengetahuan cukup, dan 4 responden (20%) yang memiliki pengetahuan kurang tentang waktu pemberian MP-ASI.
Table 4.3 Distribusi gambaran pengetahuan ibu tentang manfaat pemberian MP-ASI di Puskesmas Pattingalloang Makassar, juni 2009.

No. Manfaat pemberian MP-ASI f %
1
2
3 Baik
Cukup
Kurang 6
9
5 30
45
25
Jumlah 20 100,00%

Berdasarkan table 4.3 menunjukkan bahwa dari 20 responden yang diteliti di peroleh 6 responden (30%) yang berpengetahuan baik tentang manfaat pemberian MP-ASI, 9 responden (45%) yang memiliki pengetahuan cukup, dan 5 responden (25%) yang memiliki pengetahuan kurang tentang manfaat pemberian MP-ASI.
Table 4.4 Distribusi gambaran umum pengetahuan ibu tentang cara pemberian MP-ASI di Puskesmas Pattingalloang Makassar, juni 2009.

No. Cara pemberian MP-ASI f %
1
2
3 Baik
Cukup
Kurang 4
14
2 20
70
10
Jumlah 20 100,00%

Berdasarkan table 4.4 menunjukkan bahwa dari 20 responden yang di teliti di peroleh 4 responden (20%) yang memiliki pengetahuan baik tentang cara pemberian mp-asi, 14 responden (70%) yang memiliki pengetahuan cukup, dan 2 responden (10%) yang memiliki pengetahuan kurang tentang cara pemberian MP-ASI.



4.2 Pembahasan
Hasil penelitian di puskesmas pattingalloang makasar tentang gambaran umum pengetahuan ibu tentang pemberian makanan pendamping air susu ibu, akan di bahas sebagai berikut.
Berdasrkan kriteria yang digunakan maka dari data primer yang di olah di peroleh hasil :
1. Definisi tentang MP-ASI
Dari hasil analisa data di peroleh bahwa dari 20 siswa yang di teliti di dapat 13 responden (65%) yang memiliki pengetahuan baik tentang definisi MP-ASI, dan 7 responden (35%) yang memiliki pengetahuan cukup tentang definisi MP-ASI.
Hal ini terjadi karena ibu mendapatkan informasi dari berbagai sumber, baik dari petugas gizi atau bidan-bidan yang ada di Puskesmas, dan dari lingkungan, keluarga atau masyarakat di sekitarnya mengenai pemberian Makanan Pendamping ASI. Hal ini juga di dukung oleh peran aktif ibu dalam menerima dan merespon informasi yang di berikan atau yang di dapatnya, sehingga ibu mengetahui definisi dari Makanan Pendamping ASI atau makanan tambahan itu sendiri. Dimana pengetahuan yang diperoleh ibu merupakan hasil dari pengalamannya yang di dapatnya baik melalui pendidikan formal maupun pendidikan non formal. Artinya pengetahuan ibu tentang Makanan Pendamping Air Susu Ibu diperoleh dimana saja dan kapan saja.
Definisi Makanan Pendamping ASI atau makanan tambahan sendiri adalah makanan yang diberikan kepada bayi di samping air susu ibu muali umur 6 bulan untuk melengkapi zat-zat gizi yang kurang terdapat dalam ASI dalam rangka pemenuhan kebutuhan gizi bayi.
2. Waktu Pemberian MP-ASI
Hasil analisa data di peroleh 7 responden (35%) yang memiliki pengetahuan baik tentang waktu pemberian makaanan pendamping ASI, 9 responden (45%) yang memiliki pengetahuan cukup, dan 4 responden (20%) yang memiliki pengetahuan kurang tentang waktu pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu.
Pengetahuan ibu tentang waktu pemberian makanan pendamping air susu ibu atau makanan tambahan dapat di katakan cukup baik hal ini bisa disebabkan karena masih kurangnya pemahaman ibu tentang tanda-tanda mulainya penyapihan pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu atau makanan tambahan pada bayinya.
Adapun tanda-tanda mulainya pemberian makanan tambahan atau makanan pendamping air susu ibu kepada bayi yaitu :
• Setelah minum banyak susu bayi tetap menangis atau minta susu lagi.
• Bayi tidak sabar menunggu saat menyusu berikutnya, dan mudah menjadi pemarah atau mulai menggigit-gigit tangannya.
• Jika semula bayi tidur sepanjang malam, sekarang bayi bangun untuk minum susu.
• Selain itu, tidur siang menjadi tak menentu, tidak nyenyak atau cepat bangun.
• Bayi terlihat tertarik melihat Ibunya makan, dan mungkin mencoba menjangkau makanan yang Ibunya pegang.
• Reflek lidah bayi sudah hilang dan tidak secara otomatis mendorong makanan padat keluar dari mulutnya dengan lidah.
• Bayi sudah siap dan mau mengunyah.
• Bayi sudah bisa memegang makanan atau benda lainnya dengan jempol dan telunjuknya. Menggunakan jari dan menggosokkan makanan ke telapak tangannya.
• Bayi kelihatan bersemangat untuk ikut serta pada saat makan dan mungkin akan mencoba untuk meraih makanan dan memasukkannya ke dalam mulut. (sumber: clubnutricia.co.id) di akses tanggal 04 juli 2009.
3. Manfaat pemberian Makanan Pendamping ASI
Dari hasil analisa data di peroleh 6 responden (30%) yang memiliki pengetahuan pengetahuan cukup tentang manfaat pemberian MP-ASI, dan 5 baik tentang manfaat pemberian MP-ASI, dan 9 responden (45%) yang memiliki responden (25%) yang memiliki pengetahuan kurang tentang manfaat pemberian MP-ASI pada bayi.
Pengetahuan ibu tentang manfaat dari pemberian makanan pendamping air susu ibu dapat di katakan cukup baik, hal ini bisa di sebabkan karena pengetahuan ibu tentang pentingnya makanan pendaping ASI atau makanan tambahan sudah ada meskipun tidak terlalu banyak. Sehingga ibu mau memberikan makanan pendamping ASI kepada bayinya karena adanya pemikiran ibu bahwa kebutuhan gizi bayi sudah tidak dapat di penuhi oleh pemberian ASI saja.
Pemberian makanan tambahan merupakan masa di mana bayi mengalami perpindahan menu dari hanya minum susu beralih ke menu yang mengikut sertakan makanan padat. Ini adalah bagian yang menyenangkan dan sangat penting dalam perkembangan bayi. Susu akan terus menyuplai zat gizi yang dibutuhkan bayi sampai saat tertentu, namun saat bayi semakin aktif, makanan padat menjadi semakin berperan sebagai menu sehat, dan seimbang..
Pemberian makanan tambahan bukan sekedar menambah zat gizi atau mengisi perut bayi. Pada tahap ini, bayi mudah beradaptasi dan belajar dengan cepat. Dengan mengenalkan rasa, dan tekstur baru serta pengalaman makan dengan sendok, makan menjadi cara yang menyenangkan untuk membantu perkembangannya. Proses pemberian makanan tambahan juga berarti membiasakan bayi terhadap rasa aneh saat makanan berada dalam mulutnya, Beberapa bulan berikutnya begitu Ibu mengenalkan rasa dan tekstur baru, bayi akan mengembangkan keterampilan menelan dan mengunyahnya. Ini membantunya mengembangkan otot yang akan digunakannya untuk bicara. (sumber: clubnutricia.co.id) di akses tanggal 04 juli 2009.
4. Cara pemberian Makanan Pendamping ASI
Hasil analisa data di peroleh 4 responden (20%) yang memiliki pengetahuan baik tentang cara pemberian makanan pendamping ASI, 14 responden (70%) yang memiliki pengetahuan cukup, dan 2 responden (10%) yang memiliki pengetahuan kurang tentang waktu pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu.
Pengetahuan ibu tentang cara pemberian makanan pendamping air susu dapat dikatakan cukup hal ini terjadi karena ibu mendapatkan pengetahuan dan pemahaman tentang cara pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu sebagai hasil belajarnya yang terjadi pada lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat, sebagai pengaruh lingkungannya.
Pengetahuan ibu tentang pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu atau makanan tambahan ini sangat penting karena dengan mengetahui cara pemberian makanan tambahan pada bayinya, ibu dapat memberikan makanan yang bervariasi kepada bayinya, baik macam, maupun bentuknya. Karena pemberian makanan tambahan atau makanan yang terdiri dari berbagai campuran bahan makanan dapat memberikan mutu yang lebih tinggi dari pada mutu masing-masing bahan makanan penyusunnya, maka bahan yang kurang dalam zat-zat gizi tertentu dapat di tutupi oleh bahan makanan yang mengandung lebih banyak zat-zat gizi yang tidak terdapat pada bahan makanan yang lainnya. Sehingga masing-masing bahan makanan memiliki efek komplementer yang berakibat meningkatkan mutu gizi makanan.
Pemberian makanan tambahan pada bayi tidak bisa dilakukan dengan tergesa-gesa, karena ini adalah proses yang berkembang secara perlahan dimana Ibu mengalihkan menu bayi dari cairan ke makanan lumat, kemudian ke makanan yang lebih padat dan akhirnya berupa potongan. (sumber: clubnutricia.co.id) di akses tanggal 04 juli 2009.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan permasalahan yang diruskan dan tujuan penelitian yang telah dilakukan pada Bab I dan dibahas dalam beberapa Bab sebelumnya, maka dapatlah ditarik kesimpulan sebagai berikut :
Gambaran umum pengetahuan ibu tentang pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) di Puskesmas Pattingalloang adalah:
1. Gambaran umum pengetahuan ibu tentang definisi makanan pendamping air susu ibu atau makanan tambahan adalah dari 20 responden yang di teliti di peroleh 13 responden (65%) yang memiliki pengetahuan baik tentang pengertian MP-ASI, 7 responden (35%) yang memiliki pengetahuan cukup tentang pengertian MP-ASI.
2. Gambaran umum pengetahuan ibu tentang waktu Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu adalah 7 responden (35%) yang memiliki pengetahuan baik tentang waktu pemberian makaanan pendamping ASI, 9 responden (45%) yang memiliki pengetahuan cukup, dan 4 responden (20%) yang memiliki pengetahuan kurang tentang waktu pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu.
3. Gambaran umum pengetahuan ibu tentang manfaat pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu adalah 6 responden (30%) yang memiliki pengetahuan pengetahuan cukup tentang manfaat pemberian MP-ASI, dan 5 baik tentang manfaat pemberian MP-ASI, dan 9 responden (45%) yang memiliki responden (25%) yang memiliki pengetahuan kurang tentang manfaat pemberian MP-ASI pada bayi.
4. Gambaran umum pengetahuan ibu tentang cara pemberian makanan pendamping air susu ibu adalah 4 responden (20%) yang memiliki pengetahuan baik tentang cara pemberian makanan pendamping ASI, 14 responden (70%) yang memiliki pengetahuan cukup, dan 2 responden (10%) yang memiliki pengetahuan kurang tentang waktu pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu.
5.2 Saran
1. Diharapkan kepada ibu yang memiliki bayi agar selalu mempertahankan pengetahuan tentang pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu dengan cara selalu mengikuti penyuluhan yang diberikan oleh petugas kesehatan seperti di puskesmas, posyandu dan tempat-tempat seminar kesehatan lainnya.
2. Diharapkan kepada tenaga kesehatan khususnya bagian gizi agar dapat membantu ibu-ibu untuk menambah pengetahuan tentang pemberian makanan pendamping air susu ibu dengan cara peningkatan kegiatan penyuluhan baik secara langsung atau melalui kader-kader posyandu.
3. Di harapkan kepada penseliti selanjutnya agar dapat menghasilkan Karya Tulis Ilmiah yang lebih baik dari ini dan dapat mengembangkan faktor-faktor lain yang mempengaruhi keadaan gizi seperti sosil ekonomi, pendidikan dan lingkungan yang kurang dalam penelitian ini.

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN ATHRITIS RHEUMATOID

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN ARTRITIS REUMATOID
I. KONSEP MEDIS
A. PENGERTIAN
Penyakit reumatik adalah penyakit inflamasi non- bakterial yang bersifat sistemik, progesif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat sendi secara simetris. ( Rasjad Chairuddin, Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi, hal. 165 )

B. PENYEBAB / ETIOLOGI
Penyebab utama penyakit Reumatik masih belum diketahui secara pasti. Ada beberapa teori yang dikemukakan sebagai penyebab Artritis Reumatoid, yaitu:
1. Infeksi Streptokkus hemolitikus dan Streptococcus non-hemolitikus.
2. Endokrin
3. Autoimmun
4. Metabolik
5. Faktor genetik serta pemicu lingkungan
Pada saat ini Artritis rheumatoid diduga disebabkan oleh faktor autoimun dan infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II; faktor infeksi mungkin disebabkan oleh karena virus dan organisme mikroplasma atau grup difterioid yang menghasilkan antigen tipe II kolagen dari tulang rawan sendi penderita.

C. EPIDEMIOLOGI
Penyakit Artritis Rematoid merupakan suatu penyakit yang telah lama dikenal dan tersebar diseluruh dunia serta melibatkan semua ras dan kelompok etnik. Artritis rheumatoid sering dijumpai pada wanita, dengan perbandingan wanita denga pria sebesar 3: 1. kecenderungan wanita untuk menderita Artritis rheumatoid dan sering dijumpai remisi pada wanita yang sedang hamil, hal ini menimbulkan dugaan terdapatnya faktor keseimbangan hormonal sebagai salah satu faktor yang berpengaruh pada penyakit ini.

D. MANIFESTASI KLINIK
Ada beberapa gambaran / manifestasi klinik yang lazim ditemukan pada penderita Reumatik. Gambaran klinik ini tidak harus muncul sekaligus pada saat yang bersamaan oleh karena penyakit ini memiliki gambaran klinik yang sangat bervariasi.
a. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, kurang nafsu makan, berat badan menurun dan demam. Terkadang kelelahan dapat demikian hebatnya.
b. Poliartritis simetris (peradangan sendi pada sisi kiri dan kanan) terutama pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi di tangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi antara jari-jari tangan dan kaki. Hampir semua sendi diartrodial (sendi yang dapat digerakan dengan bebas) dapat terserang.
c. Kekakuan di pagi hari selama lebih dari 1 jam, dapat bersifat umum tetapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi pada osteoartritis (peradangan tulang dan sendi), yang biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan selama kurang dari 1 jam.
d. Artritis erosif merupakan merupakan ciri khas penyakit ini pada gambaran radiologik. Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan pengikisan ditepi tulang .
e. Deformitas : kerusakan dari struktur penunjang sendi dengan perjalanan penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari, pergeseran sendi pada tulang telapak tangan dan jari, deformitas boutonniere dan leher angsa adalah beberapa deformitas tangan yang sering dijumpai pada penderita. . Pada kaki terdapat tonjolan kaput metatarsal yang timbul sekunder dari subluksasi metatarsal. Sendi-sendi yang besar juga dapat terserang dan mengalami pengurangan kemampuan bergerak terutama dalam melakukan gerakan ekstensi.
f. Nodula-nodula reumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada sekitar sepertiga orang dewasa penderita rematik. Lokasi yang paling sering dari deformitas ini adalah bursa olekranon (sendi siku) atau di sepanjang permukaan ekstensor dari lengan, walaupun demikian tonjolan) ini dapat juga timbul pada tempat-tempat lainnya. Adanya nodula-nodula ini biasanya merupakan petunjuk suatu penyakit yang aktif dan lebih berat.
g. Manifestasi ekstra-artikular (diluar sendi): reumatik juga dapat menyerang organ-organ lain diluar sendi. Seperti mata: Kerato konjungtivitis siccs yang merupakan sindrom SjÖgren, sistem cardiovaskuler dapat menyerupai perikarditis konstriktif yang berat, lesi inflamatif yang menyerupai nodul rheumatoid dapat dijumpai pada myocardium dan katup jantung, lesi ini dapat menyebabkan disfungsi katup, fenomena embolissasi, gangguan konduksi dan kardiomiopati.

E. DIAGNOSTIK
Kriteria diagnostik Artritis Reumatoid adalah terdapat poli- arthritis yang simetris yang mengenai sendi-sendi proksimal jari tangan dan kaki serta menetap sekurang-kurangnya 6 minggu atau lebih bila ditemukan nodul subkutan atau gambaran erosi peri-artikuler pada foto rontgen.
Kriteria Artritis rematoid menurut American reumatism Association ( ARA ) adalah:
1. Kekakuan sendi jari-jari tangan pada pagi hari ( Morning Stiffness ).
2. Nyeri pada pergerakan sendi atau nyeri tekan sekurang-kurangnya pada satu sendi.
3. Pembengkakan ( oleh penebalan jaringan lunak atau oleh efusi cairan ) pada salah satu sendi secara terus-menerus sekurang-kurangnya selama 6 minggu.
4. Pembengkakan pada sekurang-kurangnya salah satu sendi lain.
5. Pembengkakan sendi yanmg bersifat simetris.
6. Nodul subcutan pada daerah tonjolan tulang didaerah ekstensor.
7. Gambaran foto rontgen yang khas pada arthritis rheumatoid
8. Uji aglutinnasi faktor rheumatoid
9. Pengendapan cairan musin yang jelek
10. Perubahan karakteristik histologik lapisan sinovia
11. gambaran histologik yang khas pada nodul.
Berdasarkan kriteria ini maka disebut :
? Klasik : bila terdapat 7 kriteria dan berlangsung sekurang-kurangnya selama 6 minggu
? Definitif : bila terdapat 5 kriteria dan berlangsung sekurang-kurangnya selama 6 minggu.
? Kemungkinan rheumatoid : bila terdapat 3 kriteria dan berlangsung sekurang-kurangnya selama 4 minggu.

F. PENATALAKSANAAN / PERAWATAN
Oleh karena kausa pasti arthritis Reumatoid tidak diketahui maka tidak ada pengobatan kausatif yang dapat menyembuhkan penyakit ini. Hal ini harus benar-benar dijelaskan kepada penderita sehingga tahu bahwa pengobatan yang diberikan bertujuan mengurangi keluhan/ gejala memperlambat progresifvtas penyakit.
Tujuan utama dari program penatalaksanaan/ perawatan adalah sebagai berikut :
§ Untuk menghilangkan nyeri dan peradangan
§ Untuk mempertahankan fungsi sendi dan kemampuan maksimal dari penderita
§ Untuk mencegah dan atau memperbaiki deformitas yang terjadi pada sendi
§ Mempertahankan kemandirian sehingga tidak bergantung pada orang lain.
Ada sejumlah cara penatalaksanaan yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut di atas, yaitu :
a. Pendidikan
Langkah pertama dari program penatalaksanaan ini adalah memberikan pendidikan yang cukup tentang penyakit kepada penderita, keluarganya dan siapa saja yang berhubungan dengan penderita. Pendidikan yang diberikan meliputi pengertian, patofisiologi (perjalanan penyakit), penyebab dan perkiraan perjalanan (prognosis) penyakit ini, semua komponen program penatalaksanaan termasuk regimen obat yang kompleks, sumber-sumber bantuan untuk mengatasi penyakit ini dan metode efektif tentang penatalaksanaan yang diberikan oleh tim kesehatan. Proses pendidikan ini harus dilakukan secara terus-menerus.
b. Istirahat
Merupakan hal penting karena reumatik biasanya disertai rasa lelah yang hebat. Walaupun rasa lelah tersebut dapat saja timbul setiap hari, tetapi ada masa dimana penderita merasa lebih baik atau lebih berat. Penderita harus membagi waktu seharinya menjadi beberapa kali waktu beraktivitas yang diikuti oleh masa istirahat.
c. Latihan Fisik dan Termoterapi
Latihan spesifik dapat bermanfaat dalam mempertahankan fungsi sendi. Latihan ini mencakup gerakan aktif dan pasif pada semua sendi yang sakit, sedikitnya dua kali sehari. Obat untuk menghilangkan nyeri perlu diberikan sebelum memulai latihan. Kompres panas pada sendi yang sakit dan bengkak mungkin dapat mengurangi nyeri. Mandi parafin dengan suhu yang bisa diatur serta mandi dengan suhu panas dan dingin dapat dilakukan di rumah. Latihan dan termoterapi ini paling baik diatur oleh pekerja kesehatan yang sudah mendapatkan latihan khusus, seperti ahli terapi fisik atau terapi kerja. Latihan yang berlebihan dapat merusak struktur penunjang sendi yang memang sudah lemah oleh adanya penyakit.
d. Diet/ Gizi
Penderita Reumatik tidak memerlukan diet khusus. Ada sejumlah cara pemberian diet dengan variasi yang bermacam-macam, tetapi kesemuanya belum terbukti kebenarannya. Prinsip umum untuk memperoleh diet seimbang adalah penting.
e. Obat-obatan
Pemberian obat adalah bagian yang penting dari seluruh program penatalaksanaan penyakit reumatik. Obat-obatan yang dipakai untuk mengurangi nyeri, meredakan peradangan dan untuk mencoba mengubah perjalanan penyakit.

II. KONSEP KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
Data dasar pengkajian pasien tergantung padwa keparahan dan keterlibatan organ-organ lainnya ( misalnya mata, jantung, paru-paru, ginjal ), tahapan misalnya eksaserbasi akut atau remisi dan keberadaaan bersama bentuk-bentuk arthritis lainnya.


1. Aktivitas/ istirahat
Gejala : Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stres pada sendi; kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi bilateral dan simetris.
Limitasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang, pekerjaan, keletihan.
Tanda : Malaise
Keterbatasan rentang gerak; atrofi otot, kulit, kontraktor/ kelaianan pada sendi.

2. Kardiovaskuler
Gejala : Fenomena Raynaud jari tangan/ kaki ( mis: pucat intermitten, sianosis, kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal).

3. Integritas ego
Gejala : Faktor-faktor stres akut/ kronis: mis; finansial, pekerjaan, ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan.
Keputusan dan ketidakberdayaan ( situasi ketidakmampuan )
Ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas pribadi ( misalnya ketergantungan pada orang lain).
4. Makanan/ cairan
Gejala ; Ketidakmampuan untuk menghasilkan/ mengkonsumsi makanan/ cairan adekuat: mual, anoreksia
Kesulitan untuk mengunyah ( keterlibatan TMJ )
Tanda : Penurunan berat badan
Kekeringan pada membran mukosa.
5. Hygiene
Gejala : Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan pribadi. Ketergantungan

6. Neurosensori
Gejala : Kebas, semutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari tangan.
Gejala : Pembengkakan sendi simetris
7. Nyeri/ kenyamanan
Gejala : Fase akut dari nyeri ( mungkin tidak disertai oleh pembengkakan jaringan lunak pada sendi ).
8. Keamanan
Gejala : Kulit mengkilat, tegang, nodul subkutaneus.
Lesi kulit, ulkus kaki.
Kesulitan dalam ringan dalam menangani tugas/ pemeliharaan rumah tangga.
Demam ringan menetap
Kekeringan pada meta dan membran mukosa.
9. Interaksi sosial
Gejala : Kerusakan interaksi sosial dengan keluarga/ orang lain; perubahan peran; isolasi.
10. Penyuluhan/ pembelajaran
Gajala : Riwayat AR pada keluarga ( pada awitan remaja )
Penggunaan makanan kesehatan, vitamin, “ penyembuhan “ arthritis tanpa pengujian.
Riwayat perikarditis, lesi katup, fibrosis pulmonal, pleuritis.
Pertimbangan : DRG Menunjukkan rerata lama dirawat : 4,8 hari.
Rencana Pemulanagan: Mungkin membutuhkan bantuan pada transportasi, aktivitas perawatan diri, dan tugas/ pemeliharaan rumah tangga.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Faktor Reumatoid : positif pada 80-95% kasus.
Fiksasi lateks: Positif pada 75 % dari kasus-kasus khas.
Reaksi-reaksi aglutinasi : Positif pada lebih dari 50% kasus-kasus khas.
LED : Umumnya meningkat pesat ( 80-100 mm/h) mungkin kembali normal sewaktu gejala-gejala meningkat
Protein C-reaktif: positif selama masa eksaserbasi.
SDP: Meningkat pada waktu timbul prosaes inflamasi.
JDL : umumnya menunjukkan anemia sedang.
Ig ( Ig M dan Ig G); peningkatan besar menunjukkan proses autoimun sebagai penyebab AR.
Sinar x dari sendi yang sakit : menunjukkan pembengkakan pada jaringan lunak, erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang yang berdekatan ( perubahan awal ) berkembang menjadi formasi kista tulang, memperkecil jarak sendi dan subluksasio. Perubahan osteoartristik yang terjadi secara bersamaan.
Scan radionuklida : identifikasi peradangan sinovium
Artroskopi Langsung : Visualisasi dari area yang menunjukkan irregularitas/ degenerasi tulang pada sendi
Aspirasi cairan sinovial : mungkin menunjukkan volume yang lebih besar dari normal: buram, berkabut, munculnya warna kuning ( respon inflamasi, produk-produk pembuangan degeneratif ); elevasi SDP dan lekosit, penurunan viskositas dan komplemen ( C3 dan C4 ).
Biopsi membran sinovial : menunjukkan perubahan inflamasi dan perkembangan panas.
PRIORITAS KEPERAWATAN
1. Menghilangkan nyeri
2. Meningkatkan mobilitas.
3. Meningkatkan monsep diri yang positif
4. mendukung kemandirian
5. Memberikan informasi mengenai proses penyakit/ prognosis dan keperluan pengobatan.
TUJUAN PEMULANGAN
1. Nyeri hilang/ terkontrol
2. Pasien menghadapi saat ini dengan realistis
3. Pasien dapat menangani AKS sendiri/ dengan bantuan sesuai kebutuhan.
4. Proses/ prognosis penyakit dan aturan terapeutik dipahami.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. NYERI AKUT/ KRONIS
Dapat dihubungkan dengan : agen pencedera; distensi jaringan oleh akumulasi cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi.
Dapat dibuktikan oleh : Keluhan nyeri,ketidaknyamanan, kelelahan.
Berfokus pada diri sendiri/ penyempitan fokus
Perilaku distraksi/ respons autonomic
Perilaku yang bersifart ahti-hati/ melindungi
Hasil yang diharapkan/ kriteria evaluasi pasien akan:
Menunjukkan nyeri hilang/ terkontrol
Terlihat rileks, dapat tidur/beristirahat dan berpartisipasi dalam aktivitas sesuai kemampuan.
Mengikuti program farmakologis yang diresepkan
Menggabungkan keterampilan relaksasi dan aktivitas hiburan ke dalam program kontrol nyeri.
Intervensi dan Rasional:.
a. Selidiki keluhan nyeri, catat lokasi dan intensitas (skala 0-10). Catat faktor-faktor yang mempercepat dan tanda-tanda rasa sakit non verbal (R/ Membantu dalam menentukan kebutuhan manajemen nyeri dan keefektifan program)
b. Berikan matras/ kasur keras, bantal kecil,. Tinggikan linen tempat tidur sesuai kebutuhan (R/Matras yang lembut/ empuk, bantal yang besar akan mencegah pemeliharaan kesejajaran tubuh yang tepat, menempatkan stress pada sendi yang sakit. Peninggian linen tempat tidur menurunkan tekanan pada sendi yang terinflamasi/nyeri)
c. Tempatkan/ pantau penggunaan bantl, karung pasir, gulungan trokhanter, bebat, brace. (R/ Mengistirahatkan sendi-sendi yang sakit dan mempertahankan posisi netral. Penggunaan brace dapat menurunkan nyeri dan dapat mengurangi kerusakan pada sendi)
d. Dorong untuk sering mengubah posisi,. Bantu untuk bergerak di tempat tidur, sokong sendi yang sakit di atas dan bawah, hindari gerakan yang menyentak. (R/ Mencegah terjadinya kelelahan umum dan kekakuan sendi. Menstabilkan sendi, mengurangi gerakan/ rasa sakit pada sendi)
e. Anjurkan pasien untuk mandi air hangat atau mandi pancuran pada waktu bangun dan/atau pada waktu tidur. Sediakan waslap hangat untuk mengompres sendi-sendi yang sakit beberapa kali sehari. Pantau suhu air kompres, air mandi, dan sebagainya. (R/ Panas meningkatkan relaksasi otot, dan mobilitas, menurunkan rasa sakit dan melepaskan kekakuan di pagi hari. Sensitivitas pada panas dapat dihilangkan dan luka dermal dapat disembuhkan)
f. Berikan masase yang lembut (R/meningkatkan relaksasi/ mengurangi nyeri)
g. Dorong penggunaan teknik manajemen stres, misalnya relaksasi progresif,sentuhan terapeutik, biofeed back, visualisasi, pedoman imajinasi, hypnosis diri, dan pengendalian napas. (R/ Meningkatkan relaksasi, memberikan rasa kontrol dan mungkin meningkatkan kemampuan koping)Libatkan dalam aktivitas hiburan yang sesuai untuk situasi individu. (R/ Memfokuskan kembali perhatian, memberikan stimulasi, dan meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan sehat)
h. Beri obat sebelum aktivitas/ latihan yang direncanakan sesuai petunjuk. (R/ Meningkatkan realaksasi, mengurangi tegangan otot/ spasme, memudahkan untuk ikut serta dalam terapi)
i. Kolaborasi: Berikan obat-obatan sesuai petunjuk (mis:asetil salisilat) (R/ sebagai anti inflamasi dan efek analgesik ringan dalam mengurangi kekakuan dan meningkatkan mobilitas.)
j. Berikan es kompres dingin jika dibutuhkan (R/ Rasa dingin dapat menghilangkan nyeri dan bengkak selama periode akut)

2. MOBILITAS FISIK,M KERUSAKAN
Dapat dihubungkan dengan : Deformitas skeletal
Nyeri, ketidaknyamanan
Intoleransi aktivitas, penurunan kekuatan otot.
Dapat dibuktikan oleh : Keengganan untuk mencoba bergerak/ ketidakmampuan untuk dengan sendiri bergerak dalam lingkungan fisik.
Membatasi rentang gerak, ketidakseimbangan koordinasi, penurunan kekuatan otot/ kontrol dan massa ( tahap lanjut ).
Hasil yangdihapkan/ kriteria Evaluasi-Pasien akan :
Mempertahankan fungsi posisi dengan tidak hadirnya/ pembatasan kontraktur.
Mempertahankan ataupun meningkatkan kekuatan dan fungsi dari dan/ atau konpensasi bagian tubuh.
Mendemonstrasikan tehnik/ perilaku yang memungkinkan melakukan aktivitas
Intervensi dan Rasional:.
a. Evaluasi/ lanjutkan pemantauan tingkat inflamasi/ rasa sakit pada sendi (R/ Tingkat aktivitas/ latihan tergantung dari perkembangan/ resolusi dari peoses inflamasi)
b. Pertahankan istirahat tirah baring/ duduk jika diperlukan jadwal aktivitas untuk memberikan periode istirahat yang terus menerus dan tidur malam hari yang tidak terganmggu.(R/ Istirahat sistemik dianjurkan selama eksaserbasi akut dan seluruh fase penyakit yang penting untuk mencegah kelelahan mempertahankan kekuatan)
c. Bantu dengan rentang gerak aktif/pasif, demikiqan juga latihan resistif dan isometris jika memungkinkan (R/ Mempertahankan/ meningkatkan fungsi sendi, kekuatan otot dan stamina umum. Catatan : latihan tidak adekuat menimbulkan kekakuan sendi, karenanya aktivitas yang berlebihan dapat merusak sendi)
d. Ubah posisi dengan sering dengan jumlah personel cukup. Demonstrasikan/ bantu tehnik pemindahan dan penggunaan bantuan mobilitas, mis, trapeze (R/ Menghilangkan tekanan pada jaringan dan meningkatkan sirkulasi. Memepermudah perawatan diri dan kemandirian pasien. Tehnik pemindahan yang tepat dapat mencegah robekan abrasi kulit)
e. Posisikan dengan bantal, kantung pasir, gulungan trokanter, bebat, brace (R/ Meningkatkan stabilitas ( mengurangi resiko cidera ) dan memerptahankan posisi sendi yang diperlukan dan kesejajaran tubuh, mengurangi kontraktor)
f. Gunakan bantal kecil/tipis di bawah leher. (R/ Mencegah fleksi leher)
g. Dorong pasien mempertahankan postur tegak dan duduk tinggi, berdiri, dan berjalan (R/ Memaksimalkan fungsi sendi dan mempertahankan mobilitas)
h. Berikan lingkungan yang aman, misalnya menaikkan kursi, menggunakan pegangan tangga pada toilet, penggunaan kursi roda. (R/ Menghindari cidera akibat kecelakaan/ jatuh)
i. Kolaborasi: konsul dengan fisoterapi. (R/ Berguna dalam memformulasikan program latihan/ aktivitas yang berdasarkan pada kebutuhan individual dan dalam mengidentifikasikan alat)
j. Kolaborasi: Berikan matras busa/ pengubah tekanan. (R/ Menurunkan tekanan pada jaringan yang mudah pecah untuk mengurangi risiko imobilitas)
k. Kolaborasi: berikan obat-obatan sesuai indikasi (steroid). (R/ Mungkin dibutuhkan untuk menekan sistem inflamasi akut)

3. GANGGUAN CITRA TUBUH/ PERUBAHAN PENAMPILAN PERAN
Dapat dihubungkan dengan : Perubahan kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas umum, peningkatan penggunaan energi, ketidakseimbangan mobilitas.
Dapat dibuktikan oleh : Perubahan fungsi dari bagian-bagian yang sakit.
Bicara negatif tentang diri sendiri, fokus pada kekuatan masa lalu, dan penampilan.
Perubahan pada gaya hidup/ kemapuan fisik untuk melanjutkan peran, kehilangan pekerjaan, ketergantungan p[ada orang terdekat.
Perubahan pada keterlibatan sosial; rasa terisolasi.
Perasaan tidak berdaya, putus asa.
Hasil yangdihapkan/ kriteria Evaluasi-Pasien akan :
Mengungkapkan peningkatan rasa percaya diri dalam kemampuan untuk menghadapi penyakit, perubahan pada gaya hidup, dan kemungkinan keterbatasan.
Menyusun rencana realistis untuk masa depan.
Intervensi dan Rasional:.
a. Dorong pengungkapan mengenai masalah tentang proses penyakit, harapan masa depan. (R/Berikan kesempatan untuk mengidentifikasi rasa takut/ kesalahan konsep dan menghadapinya secara langsung)
b. Diskeusikan arti dari kehilangan/ perubahan pada pasien/orang terdekat. Memastikan bagaimana pandangaqn pribadi pasien dalam memfungsikan gaya hidup sehari-hari, termasuk aspek-aspek seksual. (R/Mengidentifikasi bagaimana penyakit mempengaruhi persepsi diri dan interaksi dengan orang lain akan menentukan kebutuhan terhadap intervensi/ konseling lebih lanjut)
c. Diskusikan persepsi pasienmengenai bagaimana orang terdekat menerima keterbatasan. (R/ Isyarat verbal/non verbal orang terdekat dapat mempunyai pengaruh mayor pada bagaimana pasien memandang dirinya sendiri)
d. Akui dan terima perasaan berduka, bermusuhan, ketergantungan. (R/ Nyeri konstan akan melelahkan, dan perasaan marah dan bermusuhan umum terjadi)
e. Perhatikan perilaku menarik diri, penggunaan menyangkal atau terlalu memperhatikan perubahan. (R/ Dapat menunjukkan emosional ataupun metode koping maladaptive, membutuhkan intervensi lebih lanjut)
f. Susun batasan pada perilaku mal adaptif. Bantu pasien untuk mengidentifikasi perilaku positif yang dapat membantu koping. (R/ Membantu pasien untuk mempertahankan kontrol diri, yang dapat meningkatkan perasaan harga diri)
g. Ikut sertakan pasien dalam merencanakan perawatan dan membuat jadwal aktivitas. (Meningkatkan perasaan harga diri, mendorong kemandirian, dan mendorong berpartisipasi dalam terapi)
h. Bantu dalam kebutuhan perawatan yang diperlukan.(R/ Mempertahankan penampilan yang dapat meningkatkan citra diri)
i. Berikan bantuan positif bila perlu. (R/ Memungkinkan pasien untuk merasa senang terhadap dirinya sendiri. Menguatkan perilaku positif. Meningkatkan rasa percaya diri)
j. Kolaborasi: Rujuk pada konseling psikiatri, mis: perawat spesialis psikiatri, psikolog. (R/ Pasien/orang terdekat mungkin membutuhkan dukungan selama berhadapan dengan proses jangka panjang/ ketidakmampuan)
k. Kolaborasi: Berikan obat-obatan sesuai petunjuk, mis; anti ansietas dan obat-obatan peningkat alam perasaan. (R/ Mungkin dibutuhkan pada sat munculnya depresi hebat sampai pasien mengembangkan kemapuan koping yang lebih efektif)

4. KURANG PERAWATAN DIRI
Dapat dihubungkan dengan : Kerusakan muskuloskeletal; penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi.
Dapat dibuktikan oleh : Ketidakmampuan untuk mengatur kegiatan sehari-hari.
Hasil yangdihapkan/ kriteria Evaluasi-Pasien akan :
Melaksanakan aktivitas perawatan diri pada tingkat yang konsisten dengan kemampuan individual.
Mendemonstrasikan perubahan teknik/ gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.
Mengidentifikasi sumber-sumber pribadi/ komunitas yang dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri.
Intervensi dan Rasional:.
a. Diskusikan tingkat fungsi umum (0-4) sebelum timbul awitan/ eksaserbasi penyakit dan potensial perubahan yang sekarang diantisipasi. (R/ Mungkin dapat melanjutkan aktivitas umum dengan melakukan adaptasi yang diperlukan pada keterbatasan saat ini).
b. Pertakhankan mobilitas, kontrol terhadap nyeri dan program latihan. (R/ Mendukung kemandirian fisik/emosional)
c. Kaji hambatan terhadap partisipasi dalam perawatan diri. Identifikasi /rencana untuk modifikasi lingkungan. (R/ Menyiapkan untuk meningkatkan kemandirian, yang akan meningkatkan harga diri)
d. Kolaborasi: Konsul dengan ahli terapi okupasi. (R/ Berguna untuk menentukan alat bantu untuk memenuhi kebutuhan individual. Mis; memasang kancing, menggunakan alat bantu memakai sepatu, menggantungkan pegangan untuk mandi pancuran)
e. Kolaborasi: Atur evaluasi kesehatan di rumah sebelum pemulangan dengan evaluasi setelahnya. (R/ Mengidentifikasi masalah-masalah yang mungkin dihadapi karena tingkat kemampuan aktual)
f. Kolaborasi : atur konsul dengan lembaga lainnya, mis: pelayanan perawatan rumah, ahli nutrisi. (R/ Mungkin membutuhkan berbagai bantuan tambahan untuk persiapan situasi di rumah)
5. PENATALAKSANAAN PEMELIHARAAN RUMAH, KERUASAKAN, RESIKO TINGGI TERHADAP
Faktor risiko meliputi : Proses penyakit degeneratif jangka panjang, sistem pendukung tidak adekuat.
Dapat dibuktikan oleh : (Tidak dapat diterapkan; adanya tanda dan gejala membuat diagnosa menjadi aktual)
Hasil yangdihapkan/ kriteria Evaluasi-Pasien akan :
Mempertahankan keamanan, lingkungan yang meningkatkan pertumbuhan.
Mendemonstrasikan penggunaan sumber-sumber yang efektif dan tepat.
Intervensi dan Rasional:.
a. Kaji tingkat fungsi fisik (R/ Mengidentifikasi bantuan/ dukungan yang diperlukan)
b. Evaluasi lingkungan untuk mengkaji kemampuan dalam perawatan untuk diri sendiri. (R/ Menentukan kemungkinan susunan yang ada/ perubahan susunan rumah untuk memenuhi kebutuhan individu)
c. Tentukan sumber-sumber finansial untuk memenuhi kebutuhan situasi individual. Identifikasi sistem pendukung yang tersedia untuk pasien, mis: membagi tugas-tugas rumah tangga antara anggota keluarga. (R/ Menjamin bahwa kebutuhan akan dipenuhi secara terus-menerus)
d. Identifikasi untuk peralatan yang diperlukan, mis: lift, peninggian dudukan toilet. (R/ Memberikan kesempatan untuk mendapatkan peralatan sebelum pulang)
e. Kolaborasi: Koordinasikan evaluasi di rumah dengan ahli terapi okupasi. (R/ Bermanfaat untuk mengidentifikasi peralatan, cara-cara untuk mengubah tugas-tugas untuk mengubah tugas-tugas untuk mempertahankan kemandirian)
f. Kolaborasi: Identifikasi sumber-sumber komunitas, mis: pelayanan pembantu rumah tangga bila ada. (R/ Memberikan kemudahan berpindah pada/mendukung kontinuitas dalam situasi rumah).
6. KURANG PENGETAHUAN ( KEBUTUHAN BELAJAR ), MENGENAI PENYAKIT, PROGNOSIS, DAN KEBUTUHAN PENGOBATAN.
Dapat dihubungkan dengan : Kurangnya pemajanan/ mengingat.
Kesalahan interpretasi informasi.
Dapat dibuktikan oleh : Pertanyaan/ permintaan informasi, pernyataan kesalahan konsep.
Tidak tepat mengikuti instruksi/ terjadinya komplikasi yang dapat dicegah.
Hasil yangdihapkan/ kriteria Evaluasi-Pasien akan :
Menunjukkan pemahaman tentang kondisi/ prognosis, perawatan.
Mengembangkan rencana untuk perawatan diri, termasuk modifikasi gaya hidup yang konsisten dengan mobilitas dan atau pembatasan aktivitas.
Intervensi dan Rasional:.
a. Tinjau proses penyakit, prognosis, dan harapan masa depan. (R/ Memberikan pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi)
b. Diskusikan kebiasaan pasien dalam penatalaksanaan proses sakit melalui diet,obat-obatan, dan program diet seimbang, l;atihan dan istirahat.(R/ Tujuan kontrol penyakit adalah untuk menekan inflamasi sendiri/ jaringan lain untuk mempertahankan fungsi sendi dan mencegah deformitas)
c. Bantu dalam merencanakan jadwal aktivitas terintegrasi yang realistis,istirahat, perawatan pribadi, pemberian obat-obatan, terapi fisik, dan manajemen stres. (R/ Memberikan struktur dan mengurangi ansietas pada waktu menangani proses penyakit kronis kompleks)
d. Tekankan pentingnya melanjutkan manajemen farmakoterapeutik. (R/ Keuntungan dari terapi obat-obatan tergantung pada ketepatan dosis)
e. Anjurkan mencerna obat-obatan dengan makanan, susu, atau antasida pada waktu tidur. (R/ Membatasi irigasi gaster, pengurangan nyeri pada HS akan meningkatkan tidur dan m,engurangi kekakuan di pagi hari)
f. Identifikasi efek samping obat-obatan yang merugikan, mis: tinitus, perdarahan gastrointestinal, dan ruam purpuruik. (R/ Memperpanjang dan memaksimalkan dosis aspirin dapat mengakibatkan takar lajak. Tinitus umumnya mengindikasikan kadar terapeutik darah yang tinggi)
g. Tekankan pentingnya membaca label produk dan mengurangi penggunaan obat-obat yang dijual bebas tanpa persetujuan dokter. (R/ Banyak produk mengandung salisilat tersembunyi yang dapat meningkatkan risiko takar layak obat/ efek samping yang berbahaya)
h. Tinjau pentingnya diet yang seimbang dengan makanan yang banyak mengandung vitamin, protein dan zat besi. (R/ Meningkatkan perasaan sehat umum dan perbaikan jaringan)
i. Dorong pasien obesitas untuk menurunkan berat badan dan berikan informasi penurunan berat badan sesuai kebutuhan. (R/ Pengurangan berat badan akan mengurangi tekanan pada sendi, terutama pinggul, lutut, pergelangan kaki, telapak kaki)
j. Berikan informasi mengenai alat bantu (R/ Mengurangi paksaan untuk menggunakan sendi dan memungkinkan individu untuk ikut serta secara lebih nyaman dalam aktivitas yang dibutuhkan)
k. Diskusikan tekinik menghemat energi, mis: duduk daripada berdiri untuk mempersiapkan makanan dan mandi (R/ Mencegah kepenatan, memberikan kemudahan perawatan diri, dan kemandirian)
l. Dorong mempertahankan posisi tubuh yang benar baik pada sat istirahat maupun pada waktu melakukan aktivitas, misalnya menjaga agar sendi tetap meregang , tidak fleksi, menggunakan bebat untuk periode yang ditentukan, menempatkan tangan dekat pada pusat tubuh selama menggunakan, dan bergeser daripada mengangkat benda jika memungkinkan. ( R: mekanika tubuh yang baik harus menjadi bagian dari gaya hidup pasien untuk mengurangi tekanan sendi dan nyeri ).
m. Tinjau perlunya inspeksi sering pada kulit dan perawatan kulit lainnya dibawah bebat, gips, alat penyokong. Tunjukkan pemberian bantalan yang tepat. ( R: mengurangi resiko iritasi/ kerusakan kulit )
n. Diskusikan pentingnya obat obatan lanjutan/ pemeriksaan laboratorium, mis: LED, Kadar salisilat, PT. ( R; Terapi obat obatan membutuhkan pengkajian/ perbaikan yang terus menerus untuk menjamin efek optimal dan mencegah takar lajak, efek samping yang berbahaya.
o. Berikan konseling seksual sesuai kebutuhan ( R: Informasi mengenai posisi-posisi yang berbeda dan tehnik atau pilihan lain untuk pemenuhan seksual mungkin dapat meningkatkan hubungan pribadi dan perasaan harga diri/ percaya diri.).
p. Identifikasi sumber-sumber komunitas, mis: yayasan arthritis ( bila ada). (R: bantuan/ dukungan dari oranmg lain untuk meningkatkan pemulihan maksimal).
Diposkan oleh nining di 04:12


Xxxxxx
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN PENYAKIT JANTUNG REMATIK (PJR)
TINJAUAN TEORI
Defenisi
Penyakit jantung rematik merupakan gejala sisa dari Demam Rematik (DR) akut yang juga merupakan penyakit peradangan akut yang dapat menyertai faringitis yang disebabkan oleh Streptococcus beta-hemolyticus grup A. Penyakit ini cenderung berulang dan dipandang sebagai penyebab penyakit jantung didapat pada anak dan dewasa muda di seluruh dunia.
Etiologi
Infeksi Streptococcus beta-hemolyticus grup A pada tenggorok selalu mendahului terjadinya demam rematik, baik pada serangan pertama maupun serangan ulang.
Telah diketahui bahwa dalam hal terjadi demam rematik terdapat beberapa predisposisi antara lain :
1. Terdapat riwayat demam rematik dalam keluarga
2. Umur
DR sering terjadi antara umur 5 – 15 tahun dan jarang pada umur kurang dari 2 tahun.
3. Kedaan social
Sering terjadi pada keluarga dengan keadaan sosial ekonomi kurang, perumahan buruk dengan penghuni yang padat serta udara yang lembab, dan gizi serta kesehatan yang kurang baik.
4. Musim
Di Negara-negara dengan 4 musim, terdapat insiden yang tinggi pada akhir musim dingin dan permulaan semi (Maret-Mei) sedangkan insiden paling rendah pada bulan Agustus – September.
5. Dsitribusi daerah
6. Serangan demam rematik sebelumnya.
Serangan ulang DR sesudah adanya reinfeksi dgn Streptococcus beta hemolyticus grup A adalah sering pada anak yang sebelumnya pernah mendapat DR.
Patofisiologi
Menurut hipotesa Kaplan dkk (1960) dan Zabriskie (1966), DR terjadi karena terdapatnya proses autoimun atau antigenic similarity antara jaringan tubuh manusia dan antigen somatic streptococcus. Apabila tubuh terinfeksi oleh Streptococcus beta-hemolyticus grup A maka terhadap antigen asing ini segera terbentuk reaksi imunologik yaitu antibody. Karena sifat antigen ini sama maka antibody tersebut akan menyerang juga komponen jaringan tubuh dalam hal ini sarcolemma myocardial dengan akibat terdapatnya antibody terhadap jaringan jantung dalam serum penderiat DR dan jaringan myocard yang rusak. Salah satu toxin yang mungkin berperanan dalam kejadian DR ialah stretolysin titer 0, suatu produk extraseluler Streptococcus beta-hemolyticus grup A yang dikenal bersifat toxik terhadap jaringan myocard.
Beberapa di antara berbagai antigen somatic streptococcal menetap untuk waktu singkat dan yang lain lagi untuk waktu yang cukup lama. Serum imunologlobulin akan meningkat pada penderita sesudah mendapat radang streptococcal terutama Ig G dan A.
Manifestasi Klinik
Dihubungkan dengan diagnosis, manifestasi klinik pada DR akut dibedakan atas manifestasi mayor dan minor.
a. Manifestasi Mayor
Karditis. Karditis reumatik merupakan proses peradangan aktif yang mengenai endokardium, miokardium, dan pericardium. Gejala awal adalah rasa lelah, pucat, dan anoreksia. Tanda klinis karditis meliputi takikardi, disritmia, bising patologis, adanya kardiomegali secara radiology yang makin lama makin membesar, adanya gagal jantung, dan tanda perikarditis.
Artritis. Arthritis terjadi pada sekitar 70% pasien dengan demam reumatik, berupa gerakan tidak disengaja dan tidak bertujuan atau inkoordinasi muskuler, biasanya pada otot wajah dan ektremitas.
Eritema marginatum. Eritema marginatum ditemukan pada lebih kurang 5% pasien. Tidak gatal, macular, dengan tepi eritema yang menjalar mengelilingi kulit yang tampak normal.tersering pada batang tubuh dan tungkai proksimal, serta tidak melibatkan wajah.
Nodulus subkutan. Ditemukan pada sekitar 5-10% pasien. Nodul berukuran antara 0,5 – 2 cm, tidak nyeri, dan dapat bebas digerakkan. Umumnya terdapat di permukaan ekstendor sendi, terutama siku, ruas jari, lutut, dan persendian kaki.
b. Manifestasi Minor
Manifestasi minor pada demam reumatik akut dapat berupa demam bersifat remiten, antralgia, nyeri abdomen, anoreksia, nausea, dan muntah.
Pemeriksaan Diagnostik/peninjang
a. Pemeriksaan darah
LED tinggi sekali
Lekositosis
Nilai hemoglobin dapat rendah
b. Pemeriksaan bakteriologi
Biakan hapus tenggorokan untuk membuktikan adanya streptococcus.
Pemeriksaan serologi. Diukur titer ASTO, astistreptokinase, anti hyaluronidase.
c. Pemeriksaan radiologi
Elektrokardoigrafi dan ekokardiografi untuk menilai adanya kelainan jantung.
Diagnosis
Diagnosis demam reumatik akut ditegakkan berdasarkan kriteria Jones yang telah direvisi. Karena patologis bergantung pada manifestasi klinis maka pada diagnosis harus disebut manifestasi kliniknya, misalnya demam rematik dengan poliatritis saja. Adanya dua kriteria mayor, atau satu mayor dan dua kriteria minor menunjukkan kemungkinan besar demam rematik akut, jika didukung oleh bukti adanya infeksi sterptokokus grup A sebelumnya.
Komplikasi
a. Dekompensasi Cordis
Peristiwa dekompensasi cordis pada bayi dan anak menggambarkan terdapatnya sindroma klinik akibat myocardium tidak mampu memenuhi keperluan metabolic termasuk pertumbuhan. Keadaan ini timbul karena kerja otot jantung yang berlebihan, biasanya karena kelainan struktur jantung, kelainan otot jantung sendiri seperti proses inflamasi atau gabungan kedua faktor tersebut.
Pada umumnya payah jantung pada anak diobati secara klasik yaitu dengan digitalis dan obat-obat diuretika. Tujuan pengobatan ialah menghilangkan gejala (simptomatik) dan yang paling penting mengobati penyakit primer.
b. Pericarditis
Peradangan pada pericard visceralis dan parietalis yang bervariasi dari reaksi radang yang ringan sampai tertimbunnnya cairan dalam cavum pericard.
Pengobatan/penatalaksanaan
Karena demam rematik berhubungan erat dengan radang Streptococcus beta-hemolyticus grup A, maka pemberantasan dan pencegahan ditujukan pada radang tersebut. Ini dapat berupa :
a. Eradikasi kuman Streptococcus beta-hemolyticus grup A
Pengobatan adekuat harus dimulai secepatnya pada DR dan dilanjutkan dengan pencegahan. Erythromycin diberikan kepada mereka yang alergi terhadap penicillin.
b. Obat anti rematik
Baik cortocisteroid maupun salisilat diketahui sebagai obat yang berguna untuk mengurangi/menghilangkan gejala-gejala radang akut pada DR.
c. Diet
Makanan yang cukup kalori, protein dan vitamin.
d. Istirahat
Istirahat dianjurkan sampai tanda-tanda inflamasi hilang dan bentuk jantung mengecil pada kasus-kasus kardiomegali. Biasanya 7-14 hari pada kasus DR minus carditis. Pada kasus plus carditis, lama istirahat rata-rata 3 minggu – 3 bulan tergantung pada berat ringannya kelainan yang ada serta kemajuan perjalanan penyakit.
e. Obat-obat Lain
Diberikan sesuai dengan kebutuhan. Pada kasus dengan dekompensasi kordis diberikan digitalis, diuretika dan sedative. Bila ada chorea diberikan largactil dan lain-lain.
KONSEP KEPERAWATAN
Pengkajian
Lakukan pengkajian fisik rutin
Dapatkan riwayat kesehatan, khususnya mengenai bukti-bukti infeksi streptokokus antesenden.
Observasi adanya manifestasi demam rematik.
Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan disfungsi myocardium
2. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan proses infeksi penyakit.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia.
4. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi.
Rencana Keperawatan
1. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan disfungsi myocardium
Tujuan : Pasien dapat menunjukkan perbaikan curah jantung.
Intervensi & Rasional
Beri digoksin sesuai instruksi, dengan menggunakan kewaspadaan yang sudah ditentukan untuk mencegah toksisitas.
Kaji tanda- tanda toksisitas digoksin (mual, muntah, anoreksia, bradikardia, disritmia)
Seringkali diambil strip irama EKG
Jamin masukan kalium yang adekuat
Observasi adanya tanda-tanda hipokalemia
Beri obat-obatan untuk menurunkan afterload sesuai instruksi dapat meningkatkan curah jantung
Untuk mencegah terjadinya toksisitas
Mengkaji status jantung
Penurunan kadar kalium serum akan meningkatkan toksisitas digoksin
2. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan proses infeksi penyakit.
Tujuan : Suhu tubuh normal (36 – 37’ C)
Intervensi & Rasional
Kaji saat timbulnya demam
Observasi tanda-tanda vital : suhu, nadi, TD, pernafasan setiap 3 jam
Berikan penjelasan tentang penyebab demam atau peningkatan suhu tubuh
Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang hal-hal yang dilakukan
Jelaskan pentingnya tirah baring bagi klien dan akibatnya jika hal tersebut tidak dilakukan
Anjurkan klien untuk banyak minum kurang lebih 2,5 – 3 liter/hari dan jelaskan manfaatnya
Berikan kompres hangat dan anjurkan memakai pakaian tipis
Berikan antipiretik sesuai dengan instruksi Dapat diidentifikasi pola/tingkat demam
Tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadan umum klien
Penjelasan tentang kondisi yang dilami klien dapat membantu mengurangi kecemasan klien dan keluarga
Untuk mengatasi demam dan menganjurkan klien dan keluarga untuk lebih kooperatif
Keterlibatan keluarga sangat berarti dalam proses penyembuhan klien di RS
Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan cairan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak
Kompres akan dapat membantu menurunkan suhu tubuh, pakaian tipis akan dapat membantu meningkatkan penguapan panas tubuh
Antipiretika yang mempunyai reseptor di hypothalamus dapat meregulasi suhu tubuh sehingga suhu tubuh diupayakan mendekati suhu normal
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia.
Tujuan :
Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi, klien mampu menghabiskan makanan yang telah disediakan.
Intervensi Rasional
Kaji faktor-faktor penyebab
Jelaskan pentingnya nutrisi yang cukup
Anjurkan klien untuk makan dalam porsi kecil dan sering, jika tidak muntah teruskan
Lakukan perawatan mulut yang baik setelah muntah
Ukur BB setiap hari
Catat jumlah porsi yang dihabiskan klien
Penentuan factor penyebab, akan menentukan intervensi/ tindakan selanjutnya
Meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga sehingga klien termotivasi untuk mengkonsumsi makanan
Menghindari mual dan muntah dan distensi perut yang berlebihan
Bau yang tidak enak pada mulut meningkatkan kemungkinan muntah
BB merupakan indikator terpenuhi tidaknya kebutuhan nutrisi
Mengetahui jumlah asupan / pemenuhan nutrisi klien
4. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi.
Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang
Intervensi Rasional
Kaji tingkat nyeri yang dialami klien dengan memberi rentang nyeri (1-10), tetapkan tipe nyeri dan respon pasien terhadap nyeri yang dialami
Kaji factor-faktor yang mempengaruhi reaksi pasien terhadap nyeri
Berikan posisi yang nyaman, usahakan situasi ruangan yang tenang
Berikan suasana gembira bagi pasien, alihkan perhatian pasian dari rasa nyeri (libatkan keluarga)
Berikan kesempatan pada klien untuk berkomunikasi dengan teman/ orang terdekat
Berikan obat-obat analgetik sesuai instruksi Untuk mengetahui berapa tingkat nyeri yang dialami
Reaksi pasien terhadap nyeri dapat dipengaruhi oleh berbagai factor begitupun juga respon individu terhadap nyeri berbeda dab bervariasi
Mengurangi rangsang nyeri akibat stimulus eksternal
Dengan melakukan aktifitas lain, klien dapat sedikit melupakan perhatiannya terhadap nyeri yang dialami
Tetap berhubungan dengan orang-orang terdekat/teman membuat pasien gembira / bahagia dan dapaty mengalihkan perhatiannya terhadap nyeri
Mengurangi nyeri dengan efek farmakologik
DAFTAR PUSTAKA
Arief Mansjoer,dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Ed. 3. Penerbit Media
Aesculapius FKUI. Jakarta.
Smeltzer Bare, dkk. 2000. Keperawatan Medikal Bedah. EGC. Jakarta.

Xxxxx

Browse » Home » KESEHATAN » Askep Rheumatoid Arthritis|Rheumatic|Rematik

Askep Rheumatoid Arthritis|Rheumatic|Rematik

di Sabtu, Agustus 08, 2009
Apakah Rheumatoid Arthritis itu? Jika ditelaah dari namanya, Rheumatoid Arthritis berasal dari dua kata Artitis yang artinya radang sendi dan Rematoid yang berasal dari kata "rheumatos" yang artinya mengalir. Dari kata rheumatos ini kemudian terciptalah istilah "demam rematik", yaitu dimulai dengan infeksi tenggorokan dan disertai dengan radang sendi. Suku kata "oid" berasal dari kata rematiod yang berarti "mirip", maka dapat
diartikan sebagai penyakit yang mirip demam rematik. Tapi bedanya Rheumatoid Arthritis bersifat progresif.

Penyakit ini sebenarnya merupakan salah satu benutk penyakit sendi, yang biasanya disebut sebagai salah satu jenis penyakit rematik oleh masyarakat umum. Rematik memiliki lebih dari 100 jenis dimana gejalanya mirip satu dengan yang lain. Oleh karena itu, banyak masyarakat awam bahkan dokter sekalipun sering kurang tepat menentukan jenis penyakit
yang diderita.

Rhemaotid Arthritis atau RA harus segera ditangani dan diobati secara tepat karena dapat menyebabkan kecacatan, penurunan kualitas hidup, bahkan kematian jika sudah mencapai tingkat keparahan yang bersifat lanjut. Sering kali RA terlambat ditangani karena banyaknya anggapan dimaasyarakat bahwa keluhan nyari sendi akibat asam urat. Ini yang
perlu untuk selalu diingat bahwa tidak semua nyeri sendi adalah karena asam urat.

RA merupakan suatu penyakit otoimun. Otoimun yaitu kondisi dimana sistem kekebalan tubuh yang seharusnya melawan benda asing yang membahayakan tubuh tapi menyerang tubuh itu sendiri. Jadi, dapat disimpulkan bahwa RA disebabkan oleh kesalahan sistem kekebalan
tubuh yang justru menyerang tubuh sendiri, terutama menyerang sendi-sendi dan menyebabkan peradangan.

RA menyerang sinovium yaitu lapisan dalam bungkus sendi. Peradangan pada sinovium ini disebut dengan sinovitis. RA adalah penyakit sendi menahun dimana terkadang gejala penyakitnya tidak muncul dalam selang waktu beberapa lama namun kemudian dapat muncul lagi, menyerang berbagai sendi, dan biasanya simetris (bila menyerang bagian tubuh kanan
maka bagian kiri juga ikut terkena).

Keadaan penyakit RA semakin lama akan semakin parah, dan dapat sampai merusak sendi secara total, sehingga sendi tidak dapat digerakkan lagim dan mengakibatkan kecacatan. Pnderita RA tidak dapat bebas bergerak karena merasakan kakudan nyeri di persendian dan pada umumnya tidak mampu melakukan kegiatan fisik sehingga menyebabkan penderitaan
berkepanjangan dan menurunnya kualitas hidup.

Peradangan sendi pada RA mengakibatkan sendi menjadi bengkak, sakit, kaku, dan merah meradang.


Gejala-gejala:

Inilah yang sangat penting untuk anda ketahui. RA biasanya ditandai dengan gejala umum nyeri pada sendi dan disertai dengan bengkak. Pada umumnya gejala awal yang dirasakan adalah penderita merasa kaku dan nyeri sendi pada pagi hari selama 60 menit. Nyeri dan kekakuan tersebut berlangsung setiap hari dan sering pula disertai kemerahan pada sendi
yang nyeri tersebut. Biasanya pasien menyadari hal ini pertama kalinya pada jari-jari tangannya. Pada tahap awal biasanya jarang terjadi pembengkakan sendi, dan pembengkakan ini baru terlihat beberapa bulan setelah timbul rasa nyeri dan kaku.

Sendi yang paling sering diserang pada RA adalah sendi pergelangan tangan dan pangkal sendi buku jari tangan. Meskipun demikian, sendi-sendi lain ditubuh juga bisa terkena yaitu sendi leher, bahu, siku, pinggul, lutut, pergelangan kaki, dan sendi-sendi kecil di buku-buku jari kaki.

Namun demikian, terkadang hanya satu sendi saja yang terserang, sehingga RA ini sering disalahartikan sebagai penyakit radang sendi lain seperti penyakit gout atau infeksi sendi.

Secara umum dapat disimpulkan gejala RA meliputi sendi meradang, hangat, bengkak, kemerahan dan sangat sakit. Bisa terjadi pada banyak sendi dan simetris, yaitu menyerang bagian kanan dan kiri tubuh. Merasa kaku pada pagi hari. Selain itu gejala sistemiknya adalah demam, nafsu makan menurun, berat badan menurun, lemah dan anemia.

Jika anda merasakan gejala tersebut di atas, ada baiknya anda langsung memeriksakannya ke dokter untuk memperoleh diagnosis yang lebih tepat. Diagnosis penyakit RA didasarkan pada gejala atau gambaran penyakit, pemeriksaan laboraturium dan radiologis.

RA dapat menyerang siapa saja. Dari usia anak-anak sampai dewasa dan semua jenis etnik. Namun, terutama menyerang dewasa muda sampai usia pertengahan. Penyakit ini jumlahnya3-5 kali lipat lebih banyak diderita oleh perempuan ketimbang laki-laki.

Walaupun dapat terjadi pada semua jenis etnik, prevalensi terjadi di Indonesia rendah. Meskipun demikian, RA merupakan penyakit yang sangat progresif dan paling sering menyebabkan kecacatan, disabilitas, handicap, dan dapat menurunkan kualitas hidup. Bila tidak segera diobati, dalam jangka waktu 2-3 tahun akan terjadi kecacatan.

Sampai saat ini pun belum diketahui secara pasti apa yang menjadi penyebab RA ini. Namun demikian, diduga banyak faktor yang menjadi biangkeladi penyebab RA. Berbagai faktor penyebab itu antara lain faktor genetik atau keturunan, faktor pencetus, faktor lingkungan, infeksi, hormon, dan kemungkinan ada hal-hal lain juga.

Walaupun faktor genetik merupakan salah satu faktor penyebab timbulnya RA, tapi perlu anda ketahui bahwa faktor keturunan saja tidak pasti menyebabkan seseorang menderita penyakit RA. Misalnya, jika seseorang dari suatu keluarga menderita RA, maka resiko bahwa saudaranya juga terserang penyakit RA hanya sekitar 2-3%. Hal ini berarti bahwa penyakit
RA tidak begitu saja diwariskan dari orang tua ke anak-anaknya.

Pada dasarnya, gen yang diduga menjadi penyebab RA tetap bisa diwariskan, dan diduga bahwa gen yang menjadi penyebab timbulnya RA adalah gen HLA-DR4, menurut sebuah penelitian di Amerika Serikat dan Eropa. Meskipun demikian, para ahli percaya masih ada gen-gen lain yang mempengaruhi perkembangan penyakit ini, seperti misalnya gen PTPN22 dan 2 gen tambahan lain. Untuk mengetahui secara pasti apakah seseorang memiliki potensi terkena penyakit RA dari faktor genetik tentu membutuhkan biaya besar untuk meneliti gen-gen tersebut di dalam tubuhnya.

orang-orang yang memiliki gen-gen yang memiliki potensi terkena RA tidak begitu saja secara tiba-tiba terserang RA. Ada faktor-faktor pencetus lain yang membuat ia terserang RA. Infeksi virus dan bakteri diduga merupakan faktor yang mencetuskan penyakit ini, tapi sampai sekarang belum diketahui secara pasti jenis virus atau bakteri mana yang menjadi penyebabnya.

Secara keseluruhan penyakit RA tidak dapat disembuhkan secara total. Namun, berbagai pengobatan RA yang dilakukan bertujuan untuk mengurangi peradangan dan nyeri sendi, memaksimalkan fungsi sendi, mencegah pemburukan kerusakan dan kelainan bentuk sendi. Mengingat RA adalah penyakit yang progresif maka kunci keberhasilan pengobatannya adalah diagnosa dini dan pengobatan awal yang progresif, yaitu sesegera mungkin menggunakan obat pengubah perjalanan penyakit.

Tata laksana pengobatan RA secara dini dapat memperbaiki fungi, menghentikan kerusakan pada sendi dan mencegah ketidakmampuan untuk bekerja atau kecacatan. Salah satu terobosan pengobatan yang dilakukan adalah dengan menggunakan bilogic agent seperti etanercept. Etanercept merupakan obat bilogis yang menangkap atau menghambat
suatu protein dalam tubuh yang dinamakan tumor necrosis alpha atau TNF alpha yang menyebabkan peradangan pada persendian. Dengan pemakaian etanercept yang tepat, gejala RA dapat secaa siginifikan dan seringkali secara cepat membaik. Pengobatan ini juga harus dilakukan dalam waktu yang cukup lama.

Perawatan yang optimal untuk penyakit RA melibatkan kombinasi dari obat-obatan, istirahat, latihan-latihan yang menguatkan sendi, perlindungan serta pendidikan RA bagi pasien dan keluarga.



PENYEBAB UTAMA KERUSAKAN HATI(KANKE...


KUKU Sebagai Indikator Kesehatan


Cowok Tinggi Beresiko Terkena Kanke...


TIPS MENGATASI MASALAH INSOMNIA|GAN...


Xxxxx

ATRITIS REUMATOID (PATOFISIOLOGI, PEMERIKSAAN PENUNJANG, PROGNOSIS)

VIII. Patofisiologi

Reaksi autoimun dalam jaringan sinovial yang melakukan proses fagositosis yang menghasilkan enzim – enzim dalam sendi untuk memecah kolagen sehingga terjadi edema proliferasi membran sinovial dan akhirnya membentuk pannus. Pannus tersebut akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang sehingga akan berakibat menghilangnya permukaan sendi yang akan mengganggu gerak sendi.

IX. Pemeriksaan Penunjang

Tidak banyak berperan dalam diagnosis reumatoid, namun dapat menyokong bila terdapat keraguan atau untuk melihat prognosis gejala pasien.

1. Pemeriksaan laboratorium

Beberapa hasil uji laboratorium dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis artritis reumatoid. Sekitar 85% penderita artritis reumatoid mempunyai autoantibodi di dalam serumnya yang dikenal sebagai faktor reumatoid. Autoantibodi ini adalah suatu faktor anti-gama globulin (IgM) yang bereaksi terhadap perubahan IgG. Titer yang tinggi, lebih besar dari 1:160, biasanya dikaitkan dengan nodula reumatoid, penyakit yang berat, vaskulitis, dan prognosis yang buruk.

Faktor reumatoid adalah suatu indikator diagnosis yang membantu, tetapi uji untuk menemukan faktor ini bukanlah suatu uji untuk menyingkirkan diagnosis reumatoid artritis. Hasil yang positif dapat juga menyatakan adanya penyakit jaringan penyambung seperti lupus eritematosus sistemik, sklerosis sistemik progresif, dan dermatomiositis. Selain itu, sekitar 5% orang normal memiliki faktor reumatoid yang positif dalam serumnya. Insidens ini meningkat dengan bertambahnya usia. Sebanyak 20% orang normal yang berusia diatas 60 tahun dapat memiliki faktor reumatoid dalam titer yang rendah.

Laju endap darah (LED) adalah suatu indeks peradangan yang bersifat tidak spesifik. Pada artritis reumatoid nilainya dapat tinggi (100 mm/jam atau lebih tinggi lagi). Hal ini berarti bahwa laju endap darah dapat dipakai untuk memantau aktifitas penyakit. Artritis reumatoid dapat menyebabkan anemia normositik normokromik melalui pengaruhnya pada sumsum tulang. Anemia ini tidak berespons terhadap pengobatan anemia yang biasa dan dapat membuat penderita cepat lelah. Seringkali juga terdapat anemia kekurangan besi sebagai akibat pemberian obat untuk mengobati penyakit ini. Anemia semacam ini dapat berespons terhadap pemberian besi.

Pada Sendi Cairan sinovial normal bersifat jernih, berwarna kuning muda hitung sel darah putih kurang dari 200/mm3. Pada artritis reumatoid cairan sinovial kehilangan viskositasnya dan hitungan sel darah putih meningkat mencapai 15.000 – 20.000/ mm3. Hal ini membuat cairan menjadi tidak jernih. Cairan semacam ini dapat membeku, tetapi bekuan biasanya tidak kuat dan mudah pecah. Pemeriksaan laboratorium khusus untuk membantu menegakkan diagnosis lainya, misalnya : gambaran immunoelectrophoresis HLA (Human Lymphocyte Antigen) serta Rose-Wahler test.

2. Pemerikasaan Gambaran Radiologik

Pada awal penyakit tidak ditemukan, tetapi setelah sendi mengalami kerusakan yang berat dapat terlihat penyempitan ruang sendi karena hilangnya rawan sendi. Terjadi erosi tulang pada tepi sendi dan penurunan densitas tulang. Perubahan ini sifatnya tidak reversibel. Secara radiologik didapati adanya tanda-tanda dekalsifikasi (sekurang-kurangnya) pada sendi yang terkena.

X. Prognosis

Pada umumnya pasien artritis reumatoid akan mengalami manifestasi penyakit yang bersifat monosiklik (hanya mengalami satu episode artritis reumatoid dan selanjutnya akan mengalami remisi sempurna). Tapi sebagian besar penyakit ini telah terkena artritis reumatoid akan menderita penyakit ini selama sisa hidupnya dan hanya diselingi oleh beberapa masa remisi yang singkat (jenis polisiklik). Sebagian kecil lainnya akan menderita artritis reumatoid yang progresif yang disertai dengan penurunan kapasitas fungsional yang menetap pada setiap eksaserbasi.

Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwasannya penyakit ini bersifat sistemik. Maka seluruh organ dapat diserang, baik mata, paru-paru, jantung, ginjal, kulit, jaringan ikat, dan sebagainya. Bintik-bintik kecil yang berupa benjolan atau noduli dan tersebar di seluruh organ di badan penderita. Pada paru-paru dapat menimbulkan lung fibrosis, pada jantung dapat menimbulkan pericarditis, myocarditis dan seterusnya. Bahkan di kulit, nodulus rheumaticus ini bentuknya lebih besar dan terdapat pada daerah insertio dan otot-otot atau pada daerah extensor. Bila RA nodule ini kita sayat secara melintang maka kita akan dapati gambaran: nekrosis sentralis yang dikelilingi dengan sebukan sel-sel radang mendadak dan menahun yang berjajar seperti jeruji roda sepeda (radier) dan membentuk palisade. Di sekitarnya dikelilingi oleh deposit-deposit fibrin dan di pinggirnya ditumbuhi dengan fibroblast. Benjolan rematik ini jarang dijumpai pada penderita-penderita RA jenis ringan. Disamping hal-hal yang disebutkan di atas gambaran anemia pada penderita RA bukan disebabkan oleh karena kurangnya zat besi pada makanan atau tubuh penderita. Hal ini timbul akibat pengaruh imunologik, yang menyebabkan zat-zat besi terkumpul pada jaringan limpa dan sistema retikulo endotelial, sehingga jumlahnya di daerah menjadi kurang. Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gratitis dan ulkus peptik yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit (desease modifying antiremathoid drugs, DMARD) yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada artritis reumatoid. Komplikasi saraf yang terjadi tidak memberikan gambaran jelas, sehingga sukar dibedakan antara akibat lesi artikular dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebra servikal dan neuropati iskemik akibat vaskulitis.

ASKEP MUSKULOSKELETAL

ASKEP MUSKULOSKELETAL
Latar belakang
Perubahan – perubahan akan terjadi pada tubuh manusia sejalan dengan makin meningkatnya usia. Perubahan tubuh terjadi sejak awal kehidupan hingga usia lanjut pada semua organ dan jaringan tubuh.
Keadaan demikian itu tampak pula pada semua sistem muskuloskeletal dan jaringan lain yang ada kaitannya dengan kemungkinan timbulnya beberapa golongan reumatik. Salah satu golongan penyakit reumatik yang sering menyertai usia lanjut yang menimbulkan gangguan muskuloskeletal terutama adalah osteoartritis. Kejadian penyakit tersebut akan makin meningkat sejalan dengan meningkatnya usia manusia.
Reumatik dapat mengakibatkan perubahan otot, hingga fungsinya dapat menurun bila otot pada bagian yang menderita tidak dilatih guna mengaktifkan fungsi otot. Dengan meningkatnya usia menjadi tua fungsi otot dapat dilatih dengan baik. Namun usia lanjut tidak selalu mengalami atau menderita reumatik. Bagaimana timbulnya kejadian reumatik ini, sampai sekarang belum sepenuhnya dapat dimengerti.
Reumatik bukan merupakan suatu penyakit, tapi merupakan suatu sindrom dan.golongan penyakit yang menampilkan perwujudan sindroma reumatik cukup banyak, namun semuanya menunjukkan adanya persamaan ciri. Menurut kesepakatan para ahli di bidang rematologi, reumatik dapat terungkap sebagai keluhan dan/atau tanda. Dari kesepakatan, dinyatakan ada tiga keluhan utama pada sistem muskuloskeletal yaitu: nyeri, kekakuan (rasa kaku) dan kelemahan, serta adanya tiga tanda utama yaitu: pembengkakan sendi., kelemahan otot, dan gangguan gerak. (Soenarto, 1982)
Reumatik dapat terjadi pada semua umur dari kanak – kanak sampai usia lanjut, atau sebagai kelanjutan sebelum usia lanjut. Dan gangguan reumatik akan meningkat dengan meningkatnya umur. (Felson, 1993, Soenarto dan Wardoyo, 1994)
Dari berbagai masalah kesehatan itu ternyata gangguan muskuloskeletal menempati urutan kedua 14,5% setelah penyakit kardiovaskuler dalam pola penyakit masyarakat usia >55 tahun (Household Survey on Health, Dept. Of Health, 1996). Dan berdasarkan survey WHO di Jawa ditemukan bahwa artritis/reumatisme menempati urutan pertama (49%) dari pola penyakit lansia (Boedhi Darmojo et. al, 1991).
Artritis reumatoid merupakan kasus panjang yang sangat sering diujikan. Bisanya terdapat banyak tanda- tanda fisik. Diagnosa penyakit ini mudah ditegakkan. Tata laksananya sering merupakan masalah utama. Insiden pucak dari artritis reumatoid terjadi pada umur dekade keempat, dan penyakit ini terdapat pada wanita 3 kali lebih sering dari pada laki- laki. Terdapat insiden familial ( HLA DR-4 ditemukan pada 70% pasien ).
Artritis reumatoid diyakini sebagai respon imun terhadap antigen yang tidak diketahui. Stimulusnya dapat virus atau bakterial. Mungkin juga terdapat predisposisi terhadap penyakit.
Berdasarkan hal tersebut kelompok tertarik untuk membahas tentang penyakit rheumatoid artritis dan dapat mengaplikasikan dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien.
B. Tujuan penulisan
1. Tujuan umum
Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem muskuloskeletal yaitu Rheumatoid Artritis
2. Tujuan khusus
Mahasiswa dapat menjelaskan :
1. definisi penyakit Rheumatoid Artritis
2. etiologi penyakit Rheumatoid Artritis
3. manifestasi klinik Rheumatoid Artritis
4. patofisiologi penyakit Rheumatoid Artritis
5. komplikasi penyakit Rheumatoid Artritis
6. pemeriksaan diagnostik penyakit Rheumatoid Artritis
7. penatalaksanaan penyakit Rheumatoid Artritis
8. asuhan keperawatan yang harus diberikan pada klien dengan Rheumatoid Artritis
BAB II
TINJAUAN TEORI
I. KONSEP DASAR RHEUMATOID ARTRITIS
A. PENGERTIAN
Penyakit reumatik adalah penyakit inflamasi non- bakterial yang bersifat sistemik, progesif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat sendi secara simetris. ( Rasjad Chairuddin, Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi, hal. 165 )
Reumatoid arthritis adalah gangguan autoimun kronik yang menyebabkan proses inflamasi pada sendi (Lemone & Burke, 2001 : 1248).
Reumatik dapat terjadi pada semua jenjang umur dari kanak-kanak sampai usia lanjut. Namun resiko akan meningkat dengan meningkatnya umur (Felson dalam Budi Darmojo, 1999).
Artritis Reumatoid adalah penyakit autoimun sistemik kronis yang tidak diketahui penyebabnya dikarekteristikan dengan reaksi inflamasi dalam membrane sinovial yang mengarah pada destruksi kartilago sendi dan deformitas lebih lanjut.( Susan Martin Tucker.1998 )
Artritis Reumatoid ( AR ) adalah kelainan inflamasi yang terutama mengenai mengenai membran sinovial dari persendian dan umumnya ditandai dengan dengan nyeri persendian, kaku sendi, penurunan mobilitas, dan keletihan. ( Diane C. Baughman. 2000 )
Artritis rematoid adalah suatu penyakit inflamasi kronik dengan manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh. ( Arif Mansjour. 2001 )
B. ETIOLOGI
Penyebab pasti reumatod arthritis tidak diketahui. Biasanya merupakan kombinasi dari faktor genetic, lingkungan, hormonal dan faktor system reproduksi. Namun faktor pencetus terbesar adalah faktor infeksi seperti bakteri, mikoplasma dan virus (Lemone & Burke, 2001).
Penyebab utama kelainan ini tidak diketahui. Ada beberapa teori yang dikemukakan mengenai penyebab artritis reumatoid, yaitu :
1. Infeksi streptokokus hemolitikus dan streptokokus non-hemolitikus
2. Endokrin
3. Autoimun
4. Metabolik
5. Faktor genetik serta faktor pemicu lainnya.
Pada saat ini, artritis reumatoid diduga disebabkan oleh faktor autoimun dan infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II; faktor infeksi mungkin disebabkan oleh karena virus dan organisme mikoplasma atau grup difterioid yang menghasilkan antigen tipe II kolagen dari tulang rawan sendi penderit
C. MANIFESTASI KLINIS
Pola karakteristik dari persendian yang terkena
1. Mulai pada persendian kecil ditangan, pergelangan , dan kaki.
2. Secara progresif menenai persendian, lutut, bahu, pinggul, siku, pergelangan kaki, tulang belakang serviks, dan temporomandibular.
3. Awitan biasnya akut, bilateral, dan simetris.
4. Persendian dapat teraba hangat, bengkak, dan nyeri ; kaku pada pagi hari berlangsung selama lebih dari 30 menit.
5. Deformitasi tangan dan kaki adalah hal yang umum.
Gambaran Ekstra-artikular
1. Demam, penurunan berat badan, keletihan, anemia
2. Fenomena Raynaud.
3. Nodulus rheumatoid, tidak nyeri tekan dan dapat bergerak bebas, di temukan pada jaringan subkutan di atas tonjolan tulang.
Rheumatoid arthritis ditandai oleh adanya gejala umum peradangan berupa:
1. demam, lemah tubuh dan pembengkakan sendi.
2. nyeri dan kekakuan sendi yang dirasakan paling parah pada pagi hari.
3. rentang gerak berkurang, timbul deformitas sendi dan kontraktur otot.
4.Pada sekitar 20% penderita rheumatoid artritits muncul nodus rheumatoid ekstrasinovium. Nodus ini Terdiri dari sel darah putih dan sisia sel yang terdapat di daerah trauma atau peningkatan tekanan. Nodus biasanya terbentuk di jaringan subkutis di atas siku dan jari tangan.

D. PATOFISIOLOGI

(klik aja biar keliatan)

E. KOMPLIKASI
Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus peptik yang merupakan komlikasi utama penggunaan obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit ( disease modifying antirhematoid drugs, DMARD ) yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada arthritis reumatoid.
Komlikasi saraf yang terjadi memberikan gambaran jelas , sehingga sukar dibedakan antara akibat lesi artikuler dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebra servikal dan neuropati iskemik akibat vaskulitis.
F. KRITERIA DIAGNOSTIK
Diagnosis arthritis reumatoid tidak bersandar pada satu karakteristik saja tetapi berdasar pada evaluasi dari sekelompok tanda dan gejala.
Kriteria diagnostik adalah sebagai berikut:
1. Kekakuan pagi hari (sekurangnya 1 jam)
2. Arthritis pada tiga atau lebih sendi
3. Arthritis sendi-sendi jari-jari tangan
4. Arthritis yang simetris
5. Nodula reumatoid dan Faktor reumatoid dalam serum
6. Perubahan-perubahan radiologik (erosi atau dekalsifikasi tulang)
Diagnosis artritis reumatoid dikatakan positif apabila sekurang-kurangnya empat dari tujuh kriteria ini terpenuhi. Empat kriteria yang disebutkan terdahulu harus sudah berlangsung sekurang-kurangnya 6 minggu.
G. PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan reumatoid artritis adalah mengurangi nyeri, mengurangi inflamasi, menghentikan kerusakan sendi dan meningkatkan fungsi dan kemampuan mobilisasi penderita (Lemone & Burke, 2001).
Adapun penatalaksanaan umum pada rheumatoid arthritis antara lain :
1. Pemberian terapi
Pengobatan pada rheumatoid arthritis meliputi pemberian aspirin untuk mengurangi nyeri dan proses inflamasi, NSAIDs untuk mengurangi inflamasi, pemberian corticosteroid sistemik untuk memperlambat destruksi sendi dan imunosupressive terapi untuk menghambat proses autoimun.
2. Pengaturan aktivitas dan istirahat
Pada kebanyakan penderita, istirahat secara teratur merupakan hal penting untuk mengurangi gejala penyakit. Pembebatan sendi yang terkena dan pembatasan gerak yang tidak perlu akan sangat membantu dalam mengurangi progresivitas inflamasi. Namun istirahat harus diseimbangkan dengan latihan gerak untuk tetap menjaga kekuatan otot dan pergerakan sendi.
3. Kompres panas dan dingin
Kompres panas dan dingin digunakan untuk mendapatkan efek analgesic dan relaksan otot. Dalam hal ini kompres hangat lebih efektive daripada kompres dingin.
4. Diet
Untuk penderita rheumatoid arthritis disarankan untuk mengatur dietnya. Diet yang disarankan yaitu asam lemak omega-3 yang terdapat dalam minyak ikan.
5. Pembedahan
Pembedahan dilakukan apabila rheumatoid arthritis sudah mencapai tahap akhir. Bentuknya dapat berupa tindakan arhthrodesis untuk menstabilkan sendi, arthoplasty atau total join replacement untuk mengganti sendi.
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Data dasar pengkajian pasien tergantung padwa keparahan dan keterlibatan organ-organ lainnya ( misalnya mata, jantung, paru-paru, ginjal ), tahapan misalnya eksaserbasi akut atau remisi dan keberadaaan bersama bentuk-bentuk arthritis lainnya.
1. Aktivitas/ istirahat
Gejala : Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stres pada sendi; kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi bilateral dan simetris.
Limitasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang, pekerjaan, keletihan.
Tanda : Malaise
Keterbatasan rentang gerak; atrofi otot, kulit, kontraktor/ kelaianan pada sendi.
2. Kardiovaskuler
Gejala : Fenomena Raynaud jari tangan/ kaki ( mis: pucat intermitten, sianosis, kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal).
3. Integritas ego
Gejala : Faktor-faktor stres akut/ kronis: mis; finansial, pekerjaan, ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan.
Keputusan dan ketidakberdayaan ( situasi ketidakmampuan )
Ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas pribadi ( misalnya ketergantungan pada orang lain).
4. Makanan/ cairan
Gejala ; Ketidakmampuan untuk menghasilkan/ mengkonsumsi makanan/ cairan adekuat: mual, anoreksia
Kesulitan untuk mengunyah
Tanda : Penurunan berat badan
Kekeringan pada membran mukosa.
5. Hygiene
Gejala : Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan pribadi. Ketergantungan
6. Neurosensori
Gejala : Kebas, semutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari tangan.
Gejala : Pembengkakan sendi simetris
7. Nyeri/ kenyamanan
Gejala : Fase akut dari nyeri ( mungkin tidak disertai oleh pembengkakan jaringan lunak pada sendi ).
8. Keamanan
Gejala : Kulit mengkilat, tegang, nodul subkutan, Lesi kulit, ulkus kaki. Kesulitan dalam ringan dalam menangani tugas/ pemeliharaan rumah tangga. Demam ringan menetap Kekeringan pada mata dan membran mukosa.
9. Interaksi sosial
Gejala : Kerusakan interaksi sosial dengan keluarga/ orang lain; perubahan peran; isolasi.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut/kronis berhubungkan dengan : agen pencedera; distensi jaringan oleh akumulasi cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi.
2. Kerusakan Mobilitas Fisik berhubungan dengan: Deformitas skeletal
Nyeri, ketidaknyamanan, Intoleransi aktivitas, penurunan kekuatan otot.
3. Gangguan citra tubuh./perubahan penampilan peran berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas umum, peningkatan penggunaan energi, ketidakseimbangan mobilitas
4. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal; penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi.
5. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar), mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan kurangnya pemahaman/ mengingat,kesalahan interpretasi informasi
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Nyeri akut/kronis berhubungkan dengan : agen pencedera; distensi jaringan oleh akumulasi cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi.
Kriteria Hasil:
- Menunjukkan nyeri hilang/ terkontrol,
- Terlihat rileks, dapat tidur/beristirahat dan berpartisipasi dalam aktivitas sesuai kemampuan.
- Mengikuti program farmakologis yang diresepkan,
- Menggabungkan keterampilan relaksasi dan aktivitas hiburan ke dalam program kontrol nyeri.
Intervensi dan Rasional:.
a. Kaji nyeri, catat lokasi dan intensitas (skala 0-10). Catat faktor-faktor yang mempercepat dan tanda-tanda rasa sakit non verbal
R/ Membantu dalam menentukan kebutuhan manajemen nyeri dan keefektifan program
b. Berikan matras/ kasur keras, bantal kecil,. Tinggikan linen tempat tidur sesuai kebutuhan
R/Matras yang lembut/ empuk, bantal yang besar akan mencegah pemeliharaan kesejajaran tubuh yang tepat, menempatkan stress pada sendi yang sakit. Peninggian linen tempat tidur menurunkan tekanan pada sendi yang terinflamasi/nyeri
c. Tempatkan/ pantau penggunaan bantl, karung pasir, gulungan trokhanter, bebat, brace. (R/ Mengistirahatkan sendi-sendi yang sakit dan mempertahankan posisi netral. Penggunaan brace dapat menurunkan nyeri dan dapat mengurangi kerusakan pada sendi)
d. Dorong untuk sering mengubah posisi,. Bantu untuk bergerak di tempat tidur, sokong sendi yang sakit di atas dan bawah, hindari gerakan yang menyentak. (R/ Mencegah terjadinya kelelahan umum dan kekakuan sendi. Menstabilkan sendi, mengurangi gerakan/ rasa sakit pada sendi)
e. Anjurkan pasien untuk mandi air hangat atau mandi pancuran pada waktu bangun dan/atau pada waktu tidur. Sediakan waslap hangat untuk mengompres sendi-sendi yang sakit beberapa kali sehari. Pantau suhu air kompres, air mandi, dan sebagainya. (R/ Panas meningkatkan relaksasi otot, dan mobilitas, menurunkan rasa sakit dan melepaskan kekakuan di pagi hari. Sensitivitas pada panas dapat dihilangkan dan luka dermal dapat disembuhkan)
f. Berikan masase yang lembut (R/meningkatkan relaksasi/ mengurangi nyeri)
g. Dorong penggunaan teknik manajemen stres, misalnya relaksasi progresif,sentuhan terapeutik, biofeed back, visualisasi, pedoman imajinasi, hypnosis diri, dan pengendalian napas. (R/ Meningkatkan relaksasi, memberikan rasa kontrol dan mungkin meningkatkan kemampuan koping)
h. Libatkan dalam aktivitas hiburan yang sesuai untuk situasi individu. (R/ Memfokuskan kembali perhatian, memberikan stimulasi, dan meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan sehat)
i. Beri obat sebelum aktivitas/ latihan yang direncanakan sesuai petunjuk. (R/ Meningkatkan realaksasi, mengurangi tegangan otot/ spasme, memudahkan untuk ikut serta dalam terapi)
j. Kolaborasi: Berikan obat-obatan sesuai petunjuk (mis:asetil salisilat) (R/ sebagai anti inflamasi dan efek analgesik ringan dalam mengurangi kekakuan dan meningkatkan mobilitas.)
k. Berikan es kompres dingin jika dibutuhkan (R/ Rasa dingin dapat menghilangkan nyeri dan bengkak selama periode akut)
2. Kerusakan Mobilitas Fisik berhubungan dengan: Deformitas skeletal
Nyeri, ketidaknyamanan, Intoleransi aktivitas, penurunan kekuatan otot.
Kriteria Hasil :
- Mempertahankan fungsi posisi dengan tidak hadirnya/ pembatasan kontraktur.
- Mempertahankan ataupun meningkatkan kekuatan dan fungsi dari dan/ atau konpensasi bagian tubuh.
- Mendemonstrasikan tehnik/ perilaku yang memungkinkan melakukan aktivitas

Intervensi dan Rasional:.
a. Evaluasi/ lanjutkan pemantauan tingkat inflamasi/ rasa sakit pada sendi (R/ Tingkat aktivitas/ latihan tergantung dari perkembangan/ resolusi dari peoses inflamasi)
b. Pertahankan istirahat tirah baring/ duduk jika diperlukan jadwal aktivitas untuk memberikan periode istirahat yang terus menerus dan tidur malam hari yang tidak terganmggu.(R/ Istirahat sistemik dianjurkan selama eksaserbasi akut dan seluruh fase penyakit yang penting untuk mencegah kelelahan mempertahankan kekuatan)
c. Bantu dengan rentang gerak aktif/pasif, demikiqan juga latihan resistif dan isometris jika memungkinkan (R/ Mempertahankan/ meningkatkan fungsi sendi, kekuatan otot dan stamina umum. Catatan : latihan tidak adekuat menimbulkan kekakuan sendi, karenanya aktivitas yang berlebihan dapat merusak sendi)
d. Ubah posisi dengan sering dengan jumlah personel cukup. Demonstrasikan/ bantu tehnik pemindahan dan penggunaan bantuan mobilitas, mis, trapeze (R/ Menghilangkan tekanan pada jaringan dan meningkatkan sirkulasi. Memepermudah perawatan diri dan kemandirian pasien. Tehnik pemindahan yang tepat dapat mencegah robekan abrasi kulit)
e. Posisikan dengan bantal, kantung pasir, gulungan trokanter, bebat, brace (R/ Meningkatkan stabilitas ( mengurangi resiko cidera ) dan memerptahankan posisi sendi yang diperlukan dan kesejajaran tubuh, mengurangi kontraktor)
f. Gunakan bantal kecil/tipis di bawah leher. (R/ Mencegah fleksi leher)
g. Dorong pasien mempertahankan postur tegak dan duduk tinggi, berdiri, dan berjalan (R/ Memaksimalkan fungsi sendi dan mempertahankan mobilitas)
h. Berikan lingkungan yang aman, misalnya menaikkan kursi, menggunakan pegangan tangga pada toilet, penggunaan kursi roda. (R/ Menghindari cidera akibat kecelakaan/ jatuh)
i. Kolaborasi: konsul dengan fisoterapi. (R/ Berguna dalam memformulasikan program latihan/ aktivitas yang berdasarkan pada kebutuhan individual dan dalam mengidentifikasikan alat)
j. Kolaborasi: Berikan matras busa/ pengubah tekanan. (R/ Menurunkan tekanan pada jaringan yang mudah pecah untuk mengurangi risiko imobilitas)
k. Kolaborasi: berikan obat-obatan sesuai indikasi (steroid). (R/ Mungkin dibutuhkan untuk menekan sistem inflamasi akut)
3. Gangguan citra tubuh./perubahan penampilan peran berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas umum, peningkatan penggunaan energi, ketidakseimbangan mobilitas.
Kriteria Hasil :
- Mengungkapkan peningkatan rasa percaya diri dalam kemampuan untuk menghadapi penyakit, perubahan pada gaya hidup, dan kemungkinan keterbatasan.
- Menyusun rencana realistis untuk masa depan.
Intervensi dan Rasional:
a. Dorong pengungkapan mengenai masalah tentang proses penyakit, harapan masa depan. (R/Berikan kesempatan untuk mengidentifikasi rasa takut/ kesalahan konsep dan menghadapinya secara langsung)
b. Diskeusikan arti dari kehilangan/ perubahan pada pasien/orang terdekat. Memastikan bagaimana pandangaqn pribadi pasien dalam memfungsikan gaya hidup sehari-hari, termasuk aspek-aspek seksual. (R/Mengidentifikasi bagaimana penyakit mempengaruhi persepsi diri dan interaksi dengan orang lain akan menentukan kebutuhan terhadap intervensi/ konseling lebih lanjut)
c. Diskusikan persepsi pasienmengenai bagaimana orang terdekat menerima keterbatasan. (R/ Isyarat verbal/non verbal orang terdekat dapat mempunyai pengaruh mayor pada bagaimana pasien memandang dirinya sendiri)
d. Akui dan terima perasaan berduka, bermusuhan, ketergantungan. (R/ Nyeri konstan akan melelahkan, dan perasaan marah dan bermusuhan umum terjadi)
e. Perhatikan perilaku menarik diri, penggunaan menyangkal atau terlalu memperhatikan perubahan. (R/ Dapat menunjukkan emosional ataupun metode koping maladaptive, membutuhkan intervensi lebih lanjut)
f. Susun batasan pada perilaku mal adaptif. Bantu pasien untuk mengidentifikasi perilaku positif yang dapat membantu koping. (R/ Membantu pasien untuk mempertahankan kontrol diri, yang dapat meningkatkan perasaan harga diri)
g. Ikut sertakan pasien dalam merencanakan perawatan dan membuat jadwal aktivitas. (Meningkatkan perasaan harga diri, mendorong kemandirian, dan mendorong berpartisipasi dalam terapi)
h. Bantu dalam kebutuhan perawatan yang diperlukan.(R/ Mempertahankan penampilan yang dapat meningkatkan citra diri)
i. Berikan bantuan positif bila perlu. (R/ Memungkinkan pasien untuk merasa senang terhadap dirinya sendiri. Menguatkan perilaku positif. Meningkatkan rasa percaya diri)
j. Kolaborasi: Rujuk pada konseling psikiatri, mis: perawat spesialis psikiatri, psikolog. (R/ Pasien/orang terdekat mungkin membutuhkan dukungan selama berhadapan dengan proses jangka panjang/ ketidakmampuan)
k. Kolaborasi: Berikan obat-obatan sesuai petunjuk, mis; anti ansietas dan obat-obatan peningkat alam perasaan. (R/ Mungkin dibutuhkan pada sat munculnya depresi hebat sampai pasien mengembangkan kemapuan koping yang lebih efektif
4. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal; penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi.
Kriteria Hasil :
- Melaksanakan aktivitas perawatan diri pada tingkat yang konsisten dengan kemampuan individual.
- Mendemonstrasikan perubahan teknik/ gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.
- Mengidentifikasi sumber-sumber pribadi/ komunitas yang dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri.
Intervensi dan Rasional:
a. Diskusikan tingkat fungsi umum (0-4) sebelum timbul awitan/ eksaserbasi penyakit dan potensial perubahan yang sekarang diantisipasi. (R/ Mungkin dapat melanjutkan aktivitas umum dengan melakukan adaptasi yang diperlukan pada keterbatasan saat ini).
b.Pertahankan mobilitas, kontrol terhadap nyeri dan program latihan. (R/ Mendukung kemandirian fisik/emosional)
c. Kaji hambatan terhadap partisipasi dalam perawatan diri. Identifikasi /rencana untuk modifikasi lingkungan. (R/ Menyiapkan untuk meningkatkan kemandirian, yang akan meningkatkan harga diri)
d.Kolaborasi: Konsul dengan ahli terapi okupasi. (R/ Berguna untuk menentukan alat bantu untuk memenuhi kebutuhan individual. Mis; memasang kancing, menggunakan alat bantu memakai sepatu, menggantungkan pegangan untuk mandi pancuran)
e. Kolaborasi: Atur evaluasi kesehatan di rumah sebelum pemulangan dengan evaluasi setelahnya. (R/ Mengidentifikasi masalah-masalah yang mungkin dihadapi karena tingkat kemampuan aktual)
f. Kolaborasi : atur konsul dengan lembaga lainnya, mis: pelayanan perawatan rumah, ahli nutrisi. (R/ Mungkin membutuhkan berbagai bantuan tambahan untuk persiapan situasi di rumah)
5. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar), mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan kurangnya pemahaman/ mengingat,kesalahan interpretasi informasi.
Kriteria Hasil :
- Menunjukkan pemahaman tentang kondisi/ prognosis, perawatan.
- Mengembangkan rencana untuk perawatan diri, termasuk modifikasi gaya hidup yang konsisten dengan mobilitas dan atau pembatasan aktivitas.
Intervensi dan Rasional:
a. Tinjau proses penyakit, prognosis, dan harapan masa depan. (R/ Memberikan pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi)
b. Diskusikan kebiasaan pasien dalam penatalaksanaan proses sakit melalui diet,obat-obatan, dan program diet seimbang, l;atihan dan istirahat.(R/ Tujuan kontrol penyakit adalah untuk menekan inflamasi sendiri/ jaringan lain untuk mempertahankan fungsi sendi dan mencegah deformitas)
c. Bantu dalam merencanakan jadwal aktivitas terintegrasi yang realistis,istirahat, perawatan pribadi, pemberian obat-obatan, terapi fisik, dan manajemen stres. (R/ Memberikan struktur dan mengurangi ansietas pada waktu menangani proses penyakit kronis kompleks)
d. Tekankan pentingnya melanjutkan manajemen farmakoterapeutik. (R/ Keuntungan dari terapi obat-obatan tergantung pada ketepatan dosis)
e. Anjurkan mencerna obat-obatan dengan makanan, susu, atau antasida pada waktu tidur. (R/ Membatasi irigasi gaster, pengurangan nyeri pada HS akan meningkatkan tidur dan m,engurangi kekakuan di pagi hari)
f. Identifikasi efek samping obat-obatan yang merugikan, mis: tinitus, perdarahan gastrointestinal, dan ruam purpuruik. (R/ Memperpanjang dan memaksimalkan dosis aspirin dapat mengakibatkan takar lajak. Tinitus umumnya mengindikasikan kadar terapeutik darah yang tinggi)
g. Tekankan pentingnya membaca label produk dan mengurangi penggunaan obat-obat yang dijual bebas tanpa persetujuan dokter. (R/ Banyak produk mengandung salisilat tersembunyi yang dapat meningkatkan risiko takar layak obat/ efek samping yang berbahaya)
h. Tinjau pentingnya diet yang seimbang dengan makanan yang banyak mengandung vitamin, protein dan zat besi. (R/ Meningkatkan perasaan sehat umum dan perbaikan jaringan)
i. Dorong pasien obesitas untuk menurunkan berat badan dan berikan informasi penurunan berat badan sesuai kebutuhan. (R/ Pengurangan berat badan akan mengurangi tekanan pada sendi, terutama pinggul, lutut, pergelangan kaki, telapak kaki)
j. Berikan informasi mengenai alat bantu (R/ Mengurangi paksaan untuk menggunakan sendi dan memungkinkan individu untuk ikut serta secara lebih nyaman dalam aktivitas yang dibutuhkan)
k. Diskusikan tekinik menghemat energi, mis: duduk daripada berdiri untuk mempersiapkan makanan dan mandi (R/ Mencegah kepenatan, memberikan kemudahan perawatan diri, dan kemandirian)
l. Dorong mempertahankan posisi tubuh yang benar baik pada sat istirahat maupun pada waktu melakukan aktivitas, misalnya menjaga agar sendi tetap meregang , tidak fleksi, menggunakan bebat untuk periode yang ditentukan, menempatkan tangan dekat pada pusat tubuh selama menggunakan, dan bergeser daripada mengangkat benda jika memungkinkan. ( R: mekanika tubuh yang baik harus menjadi bagian dari gaya hidup pasien untuk mengurangi tekanan sendi dan nyeri ).
m. Tinjau perlunya inspeksi sering pada kulit dan perawatan kulit lainnya dibawah bebat, gips, alat penyokong. Tunjukkan pemberian bantalan yang tepat. ( R: mengurangi resiko iritasi/ kerusakan kulit )
n. Diskusikan pentingnya obat obatan lanjutan/ pemeriksaan laboratorium, mis: LED, Kadar salisilat, PT. ( R; Terapi obat obatan membutuhkan pengkajian/ perbaikan yang terus menerus untuk menjamin efek optimal dan mencegah takar lajak, efek samping yang berbahaya.
o. Berikan konseling seksual sesuai kebutuhan ( R: Informasi mengenai posisi-posisi yang berbeda dan tehnik atau pilihan lain untuk pemenuhan seksual mungkin dapat meningkatkan hubungan pribadi dan perasaan harga diri/ percaya diri.).
p. Identifikasi sumber-sumber komunitas, mis: yayasan arthritis ( bila ada). (R: bantuan/ dukungan dari oranmg lain untuk meningkatkan pemulihan maksimal).
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Penyakit reumatik adalah kerusakan tulang rawan sendi yang berkembang lambat dan berhubungan dengan usia lanjut. Secara klinis ditandai dengan nyeri, deformitas, pembesaran sendi, dan hambatan gerak pada sendi – sendi tangan dan sendi besar yang menanggung beban.
Artritis rematoid adalah merupakan penyakit inflamasi sistemik kronik dengan manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh. Terlibatnya sendi pada pasien artritis rematoid terjadi setelah penyakit ini berkembang lebih lanjut sesuai dengan sifat progresifitasnya. Pasien dapat juga menunjukkan gejala berupa kelemahan umum cepat lelah.
B. SARAN
Pada kesempatan ini penulis akan mengemukakan beberapa saran sebagai bahan masukan yang bermanfaat bagi usaha peningkatan mutu pelayanan asuhan keperawatan yang akan datang, diantaranya :
1. Dalam melakukan asuhan keperawatan, perawat mengetahui atau mengerti tentang rencana keperawatan pada pasien dengan rheumatoid artritis, pendokumentasian harus jelas dan dapat menjalin hubungan yang baik dengan klien dan keluarga.
2. Dalam rangka mengatasi masalah resiko injuri pada klien dengan rheumatoid artritis maka tugas perawat yang utama adalah sering mengobservasi akan kebutuhan klien yang mengalami rheumatoid artritis.
3. Untuk perawat diharapkan mampu menciptakan hubungan yang harmonis dengan keluarga sehingga keluarga diharapkan mampu membantu dan memotivasi klien dalam proses penyembuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges E Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC: Jakarta

Kalim, Handono. 1996. Ilmu Penyakit Dalam. Balai Penerbit FKUI: Jakarta.

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculaapius FKUI:Jakarta.

Prince, Sylvia Anderson. 1999. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC: Jakarta.
Smeltzer, Suzzanne C.2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. .Jakarta: EGC.
Ganong.1998.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC

Boedhi Darmojo & Hadi Martono. 1999. Buku Ajar Geriatri. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Lemone & Burke, 2001. Medical Surgical Nursing; Critical Thinking in Client Care, Third Edition, California : Addison Wesley Nursing.


http://ilmukeperawatan.wordpress.com