Selasa, 01 Januari 2013

LAPORAN PENDAHULUAN NON HEMORAGIK STROKE

A. KONSEP MEDIS 1. Pengertian Non Hemorhagic stroke adalah: Stroke yang terjadi tanpa pendarahan. Hal ini disebabkan oleh adanya okulasi (sumbatan) pembuluh darah diotak thrombus atau emboli yang berkaitan dengan otak hipoksia dan anoksia secara iskemik jaringan otak. Definisi WHO : Stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral, baik local maupun menyeluruh (global), yang berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam atau berakhir dengan maut tanpa ditemukannya penyebab selain daripada gangguan vaskuler. Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun. 2. Macam-macam stroke a. NHS (Non Hemoragik Stroke) adalah : Stroke yang terjadi tanpa pendarahan. Hal ini disebabkan oleh adanya okulasi (sumbatan) pembuluh darah diotak thrombus atau emboli yang berkaitan dengan otak hipoksia dan anoksia secara iskemik jaringan otak. b. HS (Hemoragic stroke) adalah : apabila suatu pembuluh darah diotak pecah sehingga timbul iskemia (pengurangan cairan) darah hipoksia diselah hilir. 3. Etiologi a. Trombosis → Iskemi jaringan otak serta udema dan bendungan sekitar thrombus → muncul pada saat Klien sedang tidur / istirahat b. Emboli → dapat berupa serpihan – serpihan darah yang beku, tumor, lemak / udara c. Pendarahan Intraserebral → rupture dinding pembuluh darah serebral → perdarahan pada jaringan otak → akibat Atherosklerosis & Hipertensi pada Klien > 50 thn. d. Kompresi pembuluh darah otak → disebabkan karena tumor, bekuan darah yang besar dan sebagainya. 4. Faktor Resiko a. Hipertensi, kolesterol tinggi dan obesitas. b. Penyakit arteri koronaria, gagal jantung kongesif, hipertrofi ventrikel kiri, abnormalitas irama (khusus fibrilasi atrium), penyakit jantung kongestif dapat menyebabkan embolisme serebral. c. Peningkatan hematokrit meningkatkan risiko infark serebral d. Diabetes dikaitkan dengan aterogenesis terakselerasi e. Kontrasepsi oral (khususnya dengan disertai hipertensi, merokok dan kadar esterogen tinggi). f. Merokok, penyalahgunaan obat (khususnya kokain) dan konsumsi alkohol. 5. Manifestasi Klinik Gejala – gejala CVA muncul akibat daerah tertentu tak berfungsi yang disebabkan oleh terganggunya aliran darah ke tempat tersebut. Gejala itu muncul bervariasi, bergantung bagian otak yang terganggu. Gejala-gejala itu antara lain bersifat:: a. Sementara Timbul hanya sebentar selama beberapa menit sampai beberapa jam dan hilang sendiri dengan atau tanpa pengobatan. Hal ini disebut Transient ischemic attack (TIA). Serangan bisa muncul lagi dalam wujud sama, memperberat atau malah menetap. b. Sementara,namun lebih dari 24 jam, Gejala timbul lebih dari 24 jam dan ini dissebut reversible ischemic neurologic defisit (RIND). c. Gejala makin lama makin berat (progresif) Hal ini desebabkan gangguan aliran darah makin lama makin berat yang disebut progressing stroke atau stroke inevolution. d. Sudah menetap/permanen. 6. Komplikasi a. Hipoksia serebral Fungsi otak tergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirim ke jaringan. Pemberian oksigen suplemen dan mempertahankan hemoglobin serta hematokrit pada tingkat dapat diterima akan membantu dalam mempertahankan oksigenasi jaringan. b. Aliran darah serebral Bergantung pada tekanan darah, curah jantung dan integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan intravena) harus menjamin penurunan viskositas darah dan memperbaiki aliran darah serebral, hipertensi atau hipotensi eksterm perlu dihindari untuk mencegah perubahan pada aliran darah serebral dan potensi meluasnya area cedera. 7. Pemeriksaan Diagnostik a. LAB :  ↑ Hb & Ht terkait dengan stroke berat  ↑ WBC indikasi adanya infeksi → Endokarditis bakterialis  Analisa CSF (merah) → Perdarahan SubArachnoid b. CT Scan untuk Mengetahui lokasi perdarahan, infark & bekuan darah di daerah sub arachnoid c. EKG untuk T invertil, ST depresi dan QT elevasi dan memanjang d. Angiografi Serebral : Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik, seperti perdarahan atau obstruksi arteri, adanya titik oklusi atau rupture e. Pungsi Lumbal : Menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada thrombosis, emboli serebral dan TIA. Tekanan meningkat dan cairan yang mengadung darah menunjukkan adanya hemoragik subarakhnoid dan perdartahan intra cranial f. MRI : Menunjukkan daerah yang mengalami infark, hemoraghik, malformasi arteriovena (MVA) g. Ultrasonografi Doppler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah system arteri karotis, arteriosklerotik) h. EEG : Mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik i. Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal darah yang berlawanan dari massa yang meluas; kalsifikasi karotis interna terdapat pada trombosis serebral ; kalsifikasi parsial dinding aneurisma pada perdarahan subarachnoid. 8. Penatalaksanaan Medis a. Diuretika : untuk menurunkan edema serebral. b. Anti koagulan: Mencegah memberatnya trombosis dan embolisasi. c. Penggunaan vasodilator dapat menimbulkan pengaruh yang merugikan aliran darah otak dengan menurunkan tekanan darah sistemik dan menurunkan aliran darah anastomosis intra serebral. d. Antikoagulasi dapat diberikan melalui intavena dan oral, namun pemberiannya harus dipantau secara terus menerus untuk mencegah overdosis obat sehingga mengakibatkan meningkatnya resiko perdarahan intra serebral. e. Jika klien mengalami sakit kepala dan nyeri pada leher biasanya diberikan obat analgesic ringan, sejenis codein dan acetaminophen. Sering dihindari pemberian obat narkotik yang kuat, karena dapat menenangkan klien dan menyebabkan pengkajian tidak akurat. f. Jika klien mengalami kejang, berikan obat phenytoin (dilantin) atau phenobarbaital. Hindari pemberian obat jenis barbiturate dan sedative lainnya. Jika klien demam berikan obat antipiretik. 9. Pencegahan  Upaya pencegahan yaitu : a. Pencegahan primer Ditujukan terutama pada orang yang beresiko tinggi untuk terkena penyakit stroke, seperti : 1. Gaya Hidup: reduksi stres, makan erndah garam, lemak dan kalori, jangan merokok, dan vitamin. 2. Lingkungan: kesadaran atas stres kerja. 3. Biologi: Perhatian terhadap faktor resiko biologis (jenis kelamin, riwayat keluarga). 4. Pelayanan kesehatan: Health education dan pemeriksaan tekanan darah. b. Pencegahan sekunder  Ditujukan pada orang yang pernah mendapat serangan stroke dan ingin menghindari serangan berikutnya yaitu : 1. Gaya hidup: Management stres, makanan rendah garam, dan penyesuaian gaya hidup. 2. Lingkungan: Penggantian kerja bila diperlukan, family conceling. 3. Biologi: Pengobatan yang patuh dan cegah efek samping. 4. Pelayanan kesehatan: Pendidikan pasien dan evaluasi penyebab sekunder. c. Pencegahan tersier Proses pemulihan untuk memperoleh fungsi penyesuaian diri secara maksimal atau usaha mempersiapkan penderita cacat secara fisik, mental, sosial dan kekaryaan untuk suatu kehidupan yang penuh sesuai kemampuan yang ada padanya, yaitu : 1. Gaya hidup: reduksi stres, sexercise sedang, behenti merokok. 2. Ligkungan : Jaga keamanan dan keselamatan dan family support. 3. Biologi: Kepatuhan berobat, terapi fisik dan speach therapi. 4. Pelayanan kesehatan: Emergency medical technic. B. KONSEP KEPERAWATAN 1. Pengkajian Data yang dikumpulkan akan bergantung pada letak, keparahan, dan durasi patologi: a. AKTIVITAS / ISTIRAHAT 1. Gejala :  Merasa kesulitan untuk melakukan aktifitas karena kelemahan, kehilangan sensasi atau paralysis (hemiplegia).  Merasa mudah lelah, susah untuk beristirahat (nyeri / kejang otot) 2. Tanda :  Gangguan tonus otot (flaksid, spastis); paralitik (hemiplegia), dan terjadi kelemahan umum.  Gangguan penglihatan, Gangguan tingkat kesadaran. b. Sirkulasi 1. Gejala :  Adanya penyakit jantung (MI, rheumatic/penyakit jantung vaskuler.  GJK, endokarditis bacterial), polisitemia, riwayat hipertensi postural 2. Tanda :  Hipertensi arterial (dapat ditemukan/ terjadi pada stroke) sehubungan dengan adanya embolisme/ malformasi vaskuler.  Nadi : Frekuensi dapat bervariasi (karena ketidakstabilan fungsi jantung / kondisi jantung, obat-obatan, efek stroke pada pusat vasomotor).  Disritmia, perubahan EKG.  Desiran pada karotis, femoralis dan arteri iliaka / aorta yang abnormal. c. Integritas Ego 1. Gejala : Perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa 2. Tanda : Emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih dan gembira d. Eliminasi 1. Gejala  Perubahan pola berkemih, seperti inkontinensia urine, anuria  Distensi abdomen (distensi kandung kemih berlebihan), bising usus negatif (ileus paralitik). e. Makanan atan Cairan 1. Gejala:  Nafsu makan hilang  Mual muntah selama fase akut (peningkatan TIK)  Kehilangan sensasi (rasa kecap ) pada lidah, pipi dan tenggorok, disfagia  Adanya riwayat diabetes, peningkatan lemak dalam darah 2. Tanda :  Kesulitan menelan (gangguan pada refleks palatum dan faringeal). Obesitas (faktor resiko) f. Neurosensori 1. Gejala  Sinkope/pusing (sebelum serangan CSV / selama TIA)  Sakit kepala ; akan sangat berat dengan adanya perdarahan intraserebral atau subarachnoid  Kelemahan / kesemutan / kebas  Penglihatan menurun, seperti buta total, diplopia, kehilangan daya lihat sebagian  Sentuhan : hilangnya rangsang sensorik kontralateral (pada sisi tubuh yang berlawanan) pada ekstremitas dan kadang-kadang ipsilateral (yang satu sisi) pada wajah  Gangguan rasa pengecapan dan penciuman. 2. Tanda  Status mental / tingkat kesadaran : biasanya terjadi koma pada tahap awal hemoragis; gangguan tingkah laku (letargi, apatis, menyerang); gangguan fungsi kognitif (penurunan memori, pemecahan masalah).  Ekstremitas: kelemahan, paralysis, genggaman tidak sama, refleks tendon melemah secara kontralateral  Pada wajah terjadi paralysis ata parese (ipsilateral)  Afasia : gangguan atau kehilangan fungsi bahasa mungkin afasia motorik, reseptif (afasia sensorik)  Kehilangan kemampuan untuk mengenali / menghayati masuknya rangsang visual, pendengaran, taktil, gannguan persepsi  Ukuran / reaksi pupil tidak sama, dilatasi atau miosis pupil ipsilateral  Kekakuan nukal (karena perdarahan), kejang (karena adanya pencetus perdarahan. g. Nyeri 1. Gejala : Sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda (karena arteri karotis terkena) 2. Tanda: Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan pada otot / fasia. h. Pernapasan 1. Gejala  Merokok (factor resiko) 2. Ketidakmampuan menelan / batuk/ hambatan jalan napas  Timbulnya pernapasan sulit / tak teratur  Suara napas terdengar / ronkhi (aspirasi sekresi). 2. Diagnose Keperawatan Diagnosa Keperawatan yang mungkin timbul :  Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah: gangguan oklusif, hemoragi  Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan neuromuscular: kelemahan, parastesia; flaksid / paralysis hipotonik (awal) ; paralysis spastic  Kerusakan komunikasi verbal dan nonverbal berhubungan dengankerusakan sirkulasi serebral; kerusakan neuromuscular, kehilangan tonus / kontrol otot fasial / oral; kelemahan / kelelahan umum  Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan resepsi sensori, transmisi, integrasi (trauma neurologist atau deficit), stress psikologis.  Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuscular, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan control / koordinasi otot  Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan biofisik, psikososial, perceptual kognitif  Resiko tinggi terhadap kerusakan menelan berhubungan dengan kerusakan neuromuscular/ perceptual  Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kesalahan interpretasi informasi, kurang mengingat. 3. Intervensi Keperawatan a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah: gangguan oklusif, hemoragi Tujuan : Meningkatkan perfusi dan oksigenasi serebral yang adekuat Intervensi:  Tentukan faktor –faktor yang berhubungan dengan keadaan / penyebab khusus selama koma / penurunana perfusi serebral dan potensial terjadinya peningkatan TIK R/ : Mempengaruhi penetapan intervensi  Pantau / catat status neurologist sesering mungkin dan bandingkan dengan keadaan normalnya / standar R/ : Mengetahui kecenderungan tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan mengetahui lokasi, luas dan kemajuan / resolusi peningkatan kerusakan SSP  Pantau tanda – tanda vital R/ ; Variasi mungkin terjadi karena tekanan/ trauma serebral pada daerah vasomotor otak  Evaluasi pupil, catat ukuran, bentuk, kesamaan dan reaksinya terhadap cahaya R/ : Reaksi pupil diatur oleh saraf cranial okulomotor (III) dan berguna dalam menentukan apakah batang otak tersebut masih baik  Pertahankan keadaan tirah baring; ciptakan lingkungan yang tenang; batasi pengunjung / aktivitas pasien sesuai indikasi R/ : Aktivitas / stimulasi yang kontinu dapat meningkatkan TIK  Berikan oksigen sesuai indikasi R/ : Menurunkan hipoksia yang dapat menyebabkan vasodilatasi serebral dan tekanan meningkat / terbentuknya edema. b. Gangguan mobilitas fisik behubungan dengan keterlibatan neuromuscular; kelemahan, parestesia; flaksid / paralysis hipotonik (awal); paralysis spastis Tujuan : Mempertahankan / meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terkena atau kompensasi Intervensi :  Kaji kemampuan secara fungsional / luasnya kerusakan awal dan dengan cara yang teratur. R/ : Mengidentifikasi kekuatan / kelemahan dan dapat memberikan informasi mengenai pemulihan  Ubah posisi minimal setiap 2 jam R/ : Menurunkan resiko terjadinya trauma / iskemia jaringan  Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua ekstremitas saat masuk R/ : Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu mencegah kontraktur  Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan resistif, dan ambulasi pasien R/ : Program yang khusus dapat dikembangkan untuk menemukan kebutuhan yang berarti / menjaga kekurangan tersebut dalam keseimbangan, koordinasi, dan kekuatan. c. Kerusakan Komunikasi verbal dan / atau nonverbal berhubungan dengan kerusakan sirkulasi serebral; kerusakan neuromuscular, kehilangan tonus/ kontrol otot fasial/ oral; kelemahan / kelelahan umum. Tujuan : mengindikasikan pemahaman tentang masalah komunikasi Intervensi :  Kaji tipe / derajat disfungsi, seperti pasien tidak tampak memahami kata atau mengalami kesulitan berbicara atau membuat pengertian sendiri R/ : Membantu menentukan daerah dan derajat kerusakan serebral yang terjadi dan kesulitan pasien dalam beberapa atau seluruh tahap proses komunikasi  Mintalah pasien untuk mengikuti perintah sederhana (seperti “ buka mata”, “ tunjuk ke pintu”) ulangi dengan kata / kalimat sederhana R/ : Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik (afasia sensorik)  Berikan metode komunikasi alternative, seperti menulis di papan tulis, gambar R/ : Memberikan komunikasi tentang kebutuhan berdasarkan keadaan / deficit yang mendasarinya  Konsultasikan dengan / rujuk kepada ahli terapi wicara R/ : Pengkajian secara individual kemampuan bicara dan sensori, motorik dan kognitif berfungsi untuk mengidentifikasi kekurangan / kebutuhan terapi. d. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan resepsi sensori, transmisi, integrasi (trauma neurologist atau deficit), stress psikologis. Tujuan : Mempertahankan tingkat kesadaran dan fungsi perceptual. Intervensi :  LIhat kembali prosedur patologis kondisi individual R/ : Kesadaran akan tipe/ daerah yang terkena membantu dalam mengkaji deficit spesifik dan perawatan  Evaluasi adanya gangguan penglihatan R/ : Munculnya gangguan penglihatan dapat berdampak negative terhadap kemampuan pasien untuk menerima lingkungan dan mempelajari kembali keterampilan motorik dan meningkatkan resiko terjadinya cedera.  Ciptakan lingkungan yang sederhana, pindahkan perabot yang membahayakan R/ : Membatasi jumlah stimulasi penglihatan yang mungkin dapat menimbulkan kebingungan terhadap interpretasi lingkungan, munurunkan resiko terjadinya kecelakaan  Hilangkan kebisingan / stimulasi eksternal yang berlebihan sesuai kebutuhan R/ Menurunkan ansietas dan respon emosi yang berlebihan / kebingungan yang berhubungan dengan sensori berlebihan. e. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, nyeri/ ketidaknyamanan Tujuan : Melakukan aktivitas perawatan diri dengan tingkat kemampuan sendiri Intervensi :  Kaji kemampuan dan tingkat kekurangan untuk melakukan kebutuhan sehari-hari R/ : Membantu dalam mengantisipasi pemenuhan kebutuhan secara individual  Berikan umpan bali yang positif untuk setiap usaha yang dilakukan R/ : Meningkatkan perasaan makna diri  Identifikasi kebiasaan defekasi sebelumnya dan kembalikan pada kebiasaan pola normal tersebut R/ : Mengkaji perkembangan program latihan dan membantu dalam pencegahan konstipasi dan sembelit  Kolaborasi pemberian obat suppositoria dan pelunak feses R/: Mungkin dibutuhkan pada awal untuk membantu menciptakan / merangsang fungsi defekasi teratur. f. Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan biofisik, psikososial Tujuan : Mengungkapkan penerimaan pada diri sendiri dalam situasi Intervensi :  Kaji luasnya gangguan persepsi dan hubungkan dengan derajat ketidakmampuannya R/: Penentuan factor –faktor secara individu membantu dalam mengembangkan perencanaan asuhan/pilihan intervensi  Anjurkan pasien untuk mengekspresikan perasaannya termasuk rasa bermusuhan dan peasaan marah R/: Mendemonstrasikan penerimaan / menbantu pasien untuk mengenal dan mulai memahami perasaan  Bantu dan dorong kebiasaan berpakaian dan berdandan yang baik R/: Membantu peningkatan harga diri dan control atas salah satu bagian kehidupan. g. Resiko tinggi terhadap gangguan menelan Tujuan :Mermpertahankan berat badan yang tepat Intervensi :  Tinjau ulang kemampuan menelan pasien secara individual R/ : Intervensi nutrisi / pilihan rute makan ditentukan oleh factor-faktor tersebut  Mulai untuk memberikan makanan per oral setengah cair, makanan lunak ketika pasien dapat menelan air R/: Makanan lunak / cairan kental lebih mudah untuk mengendalikan ke dalam mulut, menurunkan resiko terjadina aspirasi  Pertahankan masukan dan haluaran dengan akurat, catat jumlah kalori yang masuk R/: Jika usaha menelan tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan cairan dan makanan harus dicarikan metode alternative untuk makan  Kolaborasi pemberian cairan melalui IV atau makanan melalui selang R/: Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan juga makanan jika pasien tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu dalam mulut. h. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kesalahan interpretasi informasi, kurang mengingat. Tujuan : Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi / prognosis dan aturan terapeutik. Intervensi :  Evaluasi tipe / derajat dari gangguan persepsi sensori R/: Defisit mempengaruhi pilihan metode pengajaran dan isi / kompleksitas instruksi  Diskusikan rencana untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri R/ : Berbagai tingkat bantuan mungkin diperlukan / perlu direncanakan berdasarkan pada kebutuhan secara individual.  Identifikasi faktor-faktor resiko secara individual R/: Meningkatkan kesehatan secara umum dan mungkin menurunkan resiko kambuh.  Tinjau ulang / pertegas kembali pengobatan yang diberikan R/ : Aktivitas yang dianjurkan , pembatasan dan kebutuhan obat/ terapi dibuat pada dasar pendekatan interdisiplin terkoordinasi.   DAFTAR PUSTAKA Long C, Barbara, Perawatan Medikal Bedah, Jilid 2, Bandung, Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran, 1996. Tuti Pahria, dkk, Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Ganguan Sistem Persyarafan, Jakarta, EGC, 1993. Pusat pendidikan Tenaga Kesehatan Departemen Kesehatan, Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan , Jakarta, Depkes, 1996 . Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta, EGC, 2002. Marilynn E, Doengoes, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta, EGC, 2000. Harsono, Buku Ajar : Neurologi Klinis,Yogyakarta, Gajah Mada university press, 1996.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar