Selasa, 01 Januari 2013
LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR
A. PENGERTIAN
Fraktur atau patah tulang adalah terputusya kontinuitas jaringan tulang dan tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa.( Brunner and Suddarth, 2001)
Fraktur dapat dibagi menjadi dua :
1. Fraktur tertutup (closed), tidak menyebabkan robeknya kulit.
2. Fraktur terbuka (Open) merupakan fraktur dengan luka pada kulit atau membran mukosa sampai kepatahan tulang.
B. ETIOLOGI
Penyebab fraktur dapat bermacam-macam meliputi :
1. Dorongan langsung pada tulang.
2. Fraktur spontan karena kondisi patologi yang mendasarinya.
3. Kontraksi otot yang kuat dan tiba-tiba.
4. Dorongan tidak langsung misalnya : terpukul benda, terbang dari jarak jauh.
5. Kontraksi otot ekstrim.
(Arif Mansyur, 2000)
C. PATOFISIOLOGI
Jenis fraktur yang umum terjadi pada anak kurang dari 5 tahun adalah fraktur greenstick, fraktur ini terdapat retakan kompleks pada kontuinitas tulang yang terjadi karena tulangnya lebih lunak dan lebih luntur dari tulang anak yang lebih besar, fraktur lain dengan lokasi terkait adalah episis atas dan supra barbital, fraktur humerus, lateral, fraktur pada batang radius dan ulna, fraktur pada batang femur, tibia (ekstremitas bawah)
D. KLASIFIKASI FRAKTUR
1. Fraktur multipel pada satu tulang
Fraktur segmental adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang yang menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari suplai darahnya.
2. Fraktur inpaksi
Fraktur kompresi terjadi ketika 2 tulang menumbuk tulang ketiga yang berada diantaranya seperti: 1 vertebra dengan 2 vertebra lainnya.
3. Fraktur patologik
Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah menjadi lemah oleh karena tumor atau proses patologik lainnya.
4. Fraktur beban lainnya
Fraktur beban terjadi pada orang-orang yang baru saja menambah tingkat aktivitas mereka, baru diterima untuk berlatih dalam angkatan bersenjata atau orang-orang yang baru memulai latihan lari.
5. Fraktur greenstick
Fraktur greenstick adalah fraktur tidak sempurna dan sering terjadi pada anak-anak.
6. Fraktur avulsi
Fraktur avulsi memisahkan satu fragmen tulang pada tempat insersi tendon ataupun ligamen.
7. Fraktur sendi
Catatan khusus harus dibuat untuk fraktur yang melibatkan sendi, terutama apabila geometri sendi terganggu secara bermakna.
( Sylvia A. Price,1995)
E. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis fraktur adalah :
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur bagian-bagian tak dapat digunakan cederung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa). Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya otot.
3. Pada fraktur panjang terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas dan bawah tempat fraktur.
4. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan yang menutupi fraktur.
5. Krepitus ( Suzanne, 2001)
F. KOMPLIKASI
1. Compacment sindrom.
2. Shock
3. Tromboemboli.
4. Nekrosis.
5. Malunion.
6. Delayed union dan nonunion.
G. PENATALAKSANAN KEDARURATAN
1. Mengimobilisasi tubuh segera sebelum pasien dipindahkan. Bila pasien mengalami cedera harus dipindahkan dari kendaraan sebelum dapat dilakukan pembidaian, ekstremitas harus disanggah diatas dan dibawah tempat patah untuk mencegah gerakan rotasi.
2. Nyeri sehubungan dengan fraktur sangat berat dan dapat dikurangi dengan menghindari gerakan fragmen tulang dan sendi disekitar fraktur.
3. Daerah yang cidera diimobilisasi dengan memasang bidai sementara dengan bantalan yang memadai, yang kemudian dibebat dengan kencang.
4. Pada fraktur terbuka, luka ditutup dengan pembalut bersih (steril) untuk mencegah kontaminasi jaringan yang lebih dalam.
5. Pada bagian gawat darurat, pasien dievaluasi dengan lengkap, pakaian dilepaskan dengan lembut, pertama pada bagian tubuh sehat dan kemudian dari sisi cidera.
H. PRINSIP PENANGANAN FRAKTUR
Prinsip penangan fraktur:
1. Reduksi fraktur
Reduksi fraktur atau setting tulang berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera mungkin untuk mencegah jaingan lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan.
Sebelum reduksi dan immobilasasi fraktur pasien harus dipersiapkan untuk menjalani prosedur, dan analgetik diberikan sesuai ketentuan mungkin perlu dilakukan anastesi ekstremitas yang akan dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.
2. Reduksi tertutup
Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke posisinya ( ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi dengan traksi manual. Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips, bidai atau alat lain dipasang oleh dokter. Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang. Sinar X harus dilakukan untuk mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar.
3. Reduksi terbuka
Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka. Dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku, atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.
4. Traksi
Traksi dapat digunakan untuk mendapatkan efek dan reduksi immobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. Sinar x digunakan untuk memantau reduksi fraktur dan akrosinasi fragmen tulang. Ketika tulang sembuh, akan terlihat pembentukan kallus pada sinar x. ketika kallus telah kuat, dapat dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan immobilisasi.
5. Immobilisasi fraktur
Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimmobilasi, atau dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Immobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi internal dan eksternal. Metode fiksasi eksternal meliputi : pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin dan teknik gips atau fiksator eksterna. Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.
6. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi
Segala upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dan immobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan. Latihan isometrik dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disues dan meningkatkan peredaran darah ( Brunner & Suddarth, 2001)
I. PERAWATAN PASIEN FRAKTUR TERTUTUP
Pasien dengan fraktur tertutup harus diusahakan untuk kembali ke aktivitas biasa sesegera mungkin. Penyembuhan fraktur dan pengembalian kekuatan penuh dan mobilitas mungkin memerlukan waktu sampai berbulan-bulan. Pasien diajari bagaimana mengontrol pembengkakan dan nyeri sehubungan dengan fraktur dan trauma jaringan lunak. Tirah baring diusahakan seminimal mungkin. Latihan segera dimulai untuk mempertahankan kesehatan otot yang sehat untuk meningkatkan kekuatan otot yang dibutuhkan untuk pemindahan dan untuk menggunakan alat bantu (misalnya : tongkat, walker). ( Brunner & Suddarth, 2001)
J. PERAWATAN PASIEN FRAKTUR TERBUKA
Pada fraktur terbuka terdapat resiko infeksi. Tujuan penanganan adalah meminimalkan resiko infeksi. Pasien dibawah ke ruang operasi dimanan luka dibersihkan . Dilakukan usapan luka untuk biakan dan kepekaan. Mungkin perlu dilakukan draft tulang untuk menjembatani defek, namun harus yakin bahwa jaringan resipien masih sehat dan mampu memfasilitasi penyatuan. Ekstremitas ditinggikan untuk meminimalkan terjadinya edema.
K. UJI LABORATORIUM DAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksana sinar x pada tempat cidera.
2. Hitung darah lengkap.
L. FASE PENYEMBUHAN
Jika satu tulang sudah patah, maka jaringan lunak sekitarnya juga rusak,periosteum terpisah dari tulang dan terjadi perdarahan yang cukup berat. Bekuan darah terbentuk pada daerah tersebut, bekuan akan membentuk jaringan granulasi dimana sel-sel pembentuk tulang premitif berdeferensiasi menjadi kondroblas dan osteoblas. Kondroblas akan mengsekresi fosfat, yang merangsang deposisi kalsium. Terbentuknya lapisan tebal disekitar lokasi fraktur akan menebal dan meluas, dan bertemu dengan lapisan kallus dari fragmen satunya dan menyatu. Fusi dari kedua fragmen terus berlanjut dengan terbentuknya trabekula oleh osteoblast, yang melekat pada tulang dan meluas menyeberangi lokasi fraktur. Persatuan (union) tulang provisional ini akan menjalani transformasi metaplastik untuk menjadi lebih kuat dan lebih terorganisasi. Kallus tulang akan mengalami re-modelling dimana osteoblast akan membentuk tulang baru sementara osteoklas akan menyingkirkan bagian yang rusak sehingga akhirnya terbentuk tulang yang menyerupai keadaan tulang aslinya.( Sylvia A.Price, 1995)
M. PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Yang perlu dikaji meliputi ;
a. Kaji tingkat nyeri
b. Kaji penyebaran nyeri
c. Kaji perlunya menghilangkan nyeri
d. Kaji adanya tanda dan gejala infeksi
e. Kaji penyembuhan luka
f. Kaji adanya iritasi pada kulit
g. Kaji tanda dan gejala komplikasi
2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan terputusnya kontuinitas tulang.
b. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontuinitas jaringan, spasme otot, gerakan fragmen tulang.
c. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya media invasi kuman.
d. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka
e. ADL tidak terpenuhi berhubungan dengan nyeri pada saat bergerak
f. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien dan keluarga tentang proses penyakitnya
3. Intervensi
a. NDX 1 : Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan terputusnya kontuinitas tulang.
Tujuan : Mempertahankan stabilisasi dan posisi fraktur
Intervensi
Pertahankan tirah baring, sesuai indikasi
Rasional : Meningkatkan stabilitas, menurunkan kemungkinan gangguan posisi/penyembuhan.
Sokong fraktur dengan bantal/gulungan selimut
Rasional : Mencegah gerakan yang tidak perlu dan perubahan posisi.
Tugaskan petugas yang cukup untuk membalik pasien. Hindari menggunakan papan abdukasi untuk membalik pasien dengan gips
Rasional : Gips panggul/tubuh atau multipel dapat membuat berat dan tidak praktis secara ekstrem. Kegagalan untuk menyokong ekstremitas yang di gips dapat menyebabkan gips patah.
Evaluasi pembebat ekstremitas terhadap resolusi edema
Rasional : Pembebat mungkin digunakan untuk memberikan immobilisasi fraktur dimana pembengkakan jaringan berlebihan.
b. NDX 2 : Nyeri berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang.
Tujuan : Nyeri hilang atau nyeri teratasi
Intervensi
Kaji tingkat nyeri
Rasional : Untuk mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan klien.
Kaji jenis dan lokasi nyeri
Rasional : Nyeri tekan mungkin akan dirasakan pada fraktur dan kerusakan jaringan lunak, spasmme otot terjadi sebagai respon terhadap cedera dan immobilisasi
Kaji ketidaknyamanan pasien
Rasional : Nyeri merupakan dasar bagi perencanaan intervensi keperawatan
Ajarkan teknik relaksasi
Rasional : Untuk mengurangi nyeri yang dirasakan klien
Melakukan perubahan posisi dengan perlahan
Rasional : Mengurangi spasme otot
Berikan informasi tentang penyakit klien
Rasional : Agar klien tahu tentang penyakit yang diderita
Kolaborasi pemberian obat analgetik
Rasional : Untuk menurunkan nyeri atau spasme otot
c. NDX 3 : Resiko infeksi berhubungan dengan adanya media invasi kuman.
Tujuan : Tidak ada tanda-tanda infeksi
Intervensi
Kaji adanya tanda-tanda infeksi
Rasional : Untuk mengetahui apakah ada tanda-tanda infeksi
Berikan perawatan secara steril
Rasional : Dapat mencegah kontaminasi silang dan kemungkinan infeksi
Tutupi pada akhir gips peritoneal dengan plastik
Rasional : Gips yang lembab, padat, dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri
Kolaborasi pemberian obat antibiotik
Rasional : Untuk mencegah timbulnya infeksi
d. NDX 4 : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka
Tujuan : Untuk mencegah kerusakan kulit/ memudahkan penyembuhan sesuai indikasi
Intervensi
- Kaji kulit untuk luka terbuka
Rasional : Memberikan informasi tentag sirkulasi kulit dan masalah yang mungkin disebabkan oleh alat atau pemasangan gips.
- Masase kulit dan penonjolan tulang
Rasional : Menurunkan tekanan pada area yang peka dan resiko abrasi atau kerusakan kulit
- Bersihkan kulit dengan air. Gosok perlahan dengan alkohol atau bedak sedikit
Rasional : Terlalu banyak bedak dapat membuat lengket bila kontak dengan air atau keringat.
- Tingkatkan pengeringan gips dengan mengangkat linen tempat tidur
Rasional : Mencegah kerusakan kulit yang disebabkan oleh tertutup pada kelembaban di bawah gips dalam jangka lama.
- Observasi untuk potensial area yang tertekan
Rasional : Tekanan dapat menyebabkan ulserasi, nekrosis dan kelumpuhan saraf
e. NDX 5 : ADL tidak terpenuhi berhubungan dengan nyeri pada saat bergerak
Tujuan : Klien dapat memenuhi kebutuhan sehari-harinya
Intervensi
- Kaji tingkat ketidakmampuan klien melaksanakan aktivitas sehari-hari
Rasional : Untuk mengetahui sejauhmana ketidakmampuan klien dalam memenuhi ADL nya
- Bantu klien dalam pemenuhan ADL
Rasional : Agar kebutuhan sehari-hari klien dapat terpenuhi
- Anjurkan klien untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya secara mandiri
Rasional : Agar klien mampu memenuhi kebutuhannya secara mandiri.
f. NDX 6 : Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien dan keluarga tentang proses penyakitnya
Tujuan : Klien mengerti tentang penyakitnya
Intervensi
- Kaji tingkat kecemasan klien
Rasional : Untuk mengukur sejauhmana tingkat kecemasan klien
- Kaji tingkat pengetahuan klien
Rasional : Untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan klien tentang penyakitnya
- Berikan informasi tentang penyakit klien
Rasional : Agar klien mengerti dan tahu tentang penyakitnya
- Akui kenyataan/normalitas perasaan, termasuk marah
Rasional : Memberikan dukungan emosi yang dapat membantu pasien melalui penilaian awal juga selama pemulihan.
- Dorong menggunakan manajemen stress contoh : napas dalam
Rasional : Membantu memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan relaksasi dan dapat meningkatkan kemampuan koping.( Marilyn .E. Doengoes,2002)
4. Evaluasi
a. Pasien secara aktif berpartisipasi dalam dalam program terapi.
- Meninggikan ekstremitas yang terkena.
- Berlatih sesuai instruksi
- Menjaga gips tetap kering
- Melaporkan setiap masalah yang timbul.
b. Melaporkan berkurangnya nyeri
- Meninggikan ekstremitas yang digips
- Mereposisi sendiri
- Menggunakan analgetik oral bila perlu.
c. Memperlihatkan peningkatan kemampuan mobilitas
- Mempergunakan alat bantu yang aman
- Berlatih untuk meningkatkan kekuatan
- Mengubah posisi sesering mungkin
d. Berpartisipasi dalam aktivitas perawatan diri.
- Melakukan aktivitas hygiene dan kerapihan secara mandiri.
e. Makan sendiri atau dengan bantuan minim
- Tidak memperlihatkan tanda dan gejala infeksi
- Memperlihatkan kulit yang utuh saat gips dibuka
f. Tidak memperlihatkan adanya komplikasi
- Tidak terjadi ulkus akibat tekanan
- Memperlihatkan pengecilan otot minimal.(Brunner & Suddarth, 2001)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar