A. KONSEP MEDIK
1. PENGERTIAN
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium biasanya terjadi di system respirasi manusia, atau
Penyakit infeksi pada paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yaitu suatu bakteri tahan asam.
2. ETIOLOGI
• Jenis kuman berbentuk batang, ukuran panjang 1–4/um dan tebal 0,3 – 0,6/um. Sebagian besar kuman berupa lemak/lipid sehingga kuman tahan asam dan lebih tahan terhadap kimia, fisik. Sifat lain dari kuman ini adalah aerob yang menyukai daerah yang banyak oksigen, dalam hal ini lebih menyenangi daerah yang tinggi kandungan oksigennya yaitu daerah apikal paru, daerah ini yang menjadi prediklesi pada penyakit tuberkulosis.
• Mycobakterium bovis
• Herediter : resistensi seseorang terhadap infeksi kemungkinan diturunkan secara genetic.
• Jenis kelamin : pada akhir masa kanak – kanak dan remaja, angka kematian dan kesakitan lebih banyak terjadi pada anak perempuan.
• Usia : pada masa bayi kemungkinan terinfeksi sangat tinggi
• Pada masa puber dan remaja dimana terjadi masa pertumbuhan yang cepat, kemunginan infeksi cukup tinggi karena diet yang tidak adekuat.
• Keadaan stress : situasi yang penuh stress( penyakit, kurang nutrisi, stress emosional, kelelahan yang kronik)
• Meningkatnya sekresi steroid adrenal yang menekan reaksi inflamasi dan memudahkan untuk penyebar luasan infeksi
• Nutrisi : satuan nutrisi yang kurang
• Infeksi berulang : HIV, measles, pertusis
• Tidak memenuhi turan pengobatan.
3. TANDA DAN GEJALA
• Dahak bercampur darah
• Batuk darah
• Sesak nafas dan rasa nyeri dada
• Badan lemah, nafsu makan menurun
• Demam (subfebris, kadang-kadang 40 - 41 C, seperti demam influensa..
• Batuk (kering, produktif, kadang-kadang hemoptoe (pecahnya pembuluh darah).
• Sesak napas, jika infiltrasi sudah setengah bagian paru.
• Nyeri dada, jika infiltrasi sudah ke pleura.
• Malaise , anoreksia, badan kurus, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam
4. MANIFESTASI KLINIS
• Demam, malaise, anoreksia, berat badan menurun, kadang-kadang batuk (batuk tidak selalu ada, menurun sejalan dengan lamanya penyakit), nyeri dada, hemoptysis.
• Gejala lanjut, (jaringan paru – paru sudah banyak rusak) : pucat, anemia lemah dan berat badan menurun.
• Pemulaan tuberculosis primer biasanya sukar diketahui karena mulainya penyakit secra perlahan. Kadang tuberculosis ditemukan pada anak tanpa gejala atau keluhan.
5. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
• Pemeriksaan fisik
• Riwayat penyakit : riwayat kontak dengan individu yang terinfeksi penyakit
• Reaksi terhadap test tuberculin : reaksi test positif ( diameter = 5mm) menunjukkan adanya infeksi primer
• Radiologi : terdapat kompleks primer dengan atau tanpa perkapuran pembesaran kelenjar paratrakeal, penyebran milier, penyebaran bronkogen, atelektasis, pleuritis dengan efusi, cairan asites.
• Kultur sputum : kultur bilasan lambung atau sputum, cairan pleura, urine, cairan serebrospinal cairan nodus limfe ditemukan hasil tuberculosis.
• Patologi anatomi dilakukan pada kelenjar getah bening, hepar, pleura, peritoneum, kulit ditemukan tuberkal, dan basiltahan asam
• Uji BCG: reaksi positif jika setelah mendapatkan suntikan BCG langsung terdapat reaksi local yang besar dalam waktu kurang dari 7 hari set penyuntikan.
• Infeksi TB : hanya diperlihatkan oleh skin test tuberculin positif
• Penyakit TB : gambaran radiologi positif, kultur sputum posif, dan adanya gejala- gejala penyakit
6. PATOFISIOLOGI
• Masuknya kuman tuberculosis didalam tubuh tidak selalu menimbulkan penyakit. Infeksi dipengaruhi oleh virulensi dan banyaknya basil tuberculosis serta daya tahan tubuh manusia.
• Segera setelah menghirup basil tuberculosis hidup kedalam paru – paru, maka terjadi eksudasi dan konsolidasi yang terbatas disebut focus primer. Basil tuberculosis akan menyebar, histosit mulai mengangkut organisme tersebut kekelenjar limfe regional melalui saluran getah bening menuju kelenjar regional sehingga terbentuk komplek primer dan mengadakan reaksi eksudasi terjadi sekitar 2-10 minggu(6-8 minggu) pasca infeksi.
• Bersamaan denga terbentuknya kompleks primer terjadi pula hypersensitivitas terhadap tuberkuloprotein yang dapat diketahui melalui uji tuberculin. Masa terjadinya infeksi sampai terbentuknya kompleks primer disebut masa inkubasi.
• Pada anak yang mengalami lesi, dalam paru dapat terjadi dimanapun terutama di perifer dekat pleura,tetapi lebih banyak terjadi di lapangan bawah paru dibanding dengan lapangan atas. Juga terdapat pembesaran kelenjar regional serta penyembuhannya mengarah ke klasifikasi dan penyebarannya lebih banyak terjadi melalui hematogen.
• Pada reaksi radang dimana leukosit polimorfonuklear tampak pada alveoli dan memfagosit bakteri namun tidak membunuhnya. Kemudian basil menyebar ke limfe dan sirkulasi. Dalam beberapa minggu limfosit T menjadi sensitive terhadap organisme TBC dan membebaskan limfokin yang merubah makrofag atau mengaktiifkan makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa nekrosis yang tertinggal, atau proses dapat berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak dalam sel. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit. Nekrosis pada bagian sentral memberikan gambaran yang relatifpadat pada keju, yang disebut nekrosis kaseosa.
• Terdapat 3 macam penyebaran secara patogen pada tuberculosis anak; penyebaran hematogen tersembunyi yang kemudian mungkin menimbulkan gejala atau tanpa gejala klinis, penyebaran milier, biasanya terjadi sekaligus dan menimbulkan gejala akut, kadang – kadang kronis, penyebaran hematogen berulang.
7. PENATALAKSANAAN
• Nutrisi adekuat
• Kemoterapi : pemberian terapi pada tuberculosis didasarkan pada 3 karasteristik basil, yaitu basil yang berkembang cepat ditempat yang kaya akan oksigen, basil yang hidup dalam lingkungan yang kurang oksigen berkembang lambat dan dorman hingga nbeberapa tahun, basil yang mengalami mutasi sehingga resistensi terhadap obat. Isonized (INH) bekerja sebagai bakterisidal terhadap basil yang tumbuh aktif, diberikan selama 18-24 bulan, dosis 10-20 mg/kgbb/hari melalui oral. Selanjutnya kombinasi antara INH, rifampizin, dan pyrazinamid (PZA) diberikan selama 6 bulan. Selama 2 bulan pertama obat diberikan setiap hari, selanjutnya obat diberiakan 2 kali dalam 1 minggu. Obat tambahan antara lain streptomycin (diiberikan intramuscular) dan ethambutol. Terapi kortikosteroid diberikan bersamaan dengan obat antituberculosis, untuk mengurangi respon peradangan, misalnya pada meningitis.
• Pembedahan : dilakukan jika kemoterapi tidak berhasil. Dilakukan dengan cara mengangkat jaringan paru yang rusak, tindaka ortopedi untuk memperbaiki kelainan tulang, bronkoskopi untuk mengangkat polip granulornatosa tuberculosis atau untuk reseksi bagian paru yang rusak.
Pencegahan ; menghindari kontak dengan orang yang terinfeksi basil tuberculosis, mempertahankan status kesehatan dengan intake nutrisi yang adekuat, meminum susu yang sudah dilakukan pasteurisasi, isolasi jika pada analisa sputum terdapat bakteri hingga dilakukan karnoterapi, pemberian imunisasi BCG untuk menungkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi oleh basil tuberculosis virulen.
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Riwayat keperawatan : riwayat kontak dengan individu yang terinfeksi, penyakit yang pernah diderita sebelumnya.
Kaji adanya gejala – gejala panas yang naik turun dan dalam jangka waktu lama ; batuk yang hilang timbul, anoreksia, lesu, kurang nafsu makan, hemoptysis.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan adanya sekret
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan jaringan paru
Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan organisme virulen
Perubahan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan.
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan adanya sekret
Tujuan: Mempertahankan jalan napas pasien. Mengeluarkan sekret tanpa bantuan. Menunjukkan prilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas. Berpartisipasi dalam program pengobatan sesuai kondisi. Mengidentifikasi potensial komplikasi dan melakukan tindakan tepat.
Intervensi:
a. Kaji fungsi pernapasan: bunyi napas, kecepatan, imma, kedalaman dan penggunaan otot aksesori..
b. Catat kemampuan untuk mengeluarkan secret atau batuk efektif, catat karakter, jumlah sputum, adanya hemoptisis.
c. Berikan pasien posisi semi atau Fowler, Bantu/ajarkan batuk efektif dan latihan napas dalam.
d. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, suction bila perlu..
e. Pertahankan intake cairan minimal 2500 ml/hari kecuali kontraindikasi.
f. Lembabkan udara/oksigen inspirasi..g. Berikan obat: agen mukolitik, bronkodilator, kortikosteroid sesuai indikasi.
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan jaringa paru
Tujuan: Melaporkan tidak terjadi dispnea. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal. Bebas dari gejala distress pernapasan.
Intervensi
a. Kaji dispnea, takipnea, bunyi pernapasan abnormal. Peningkatan upaya respirasi, keterbatasan ekspansi dada dan kelemahan.
b. Evaluasi perubahan-tingkat kesadaran, catat tanda-tanda sianosis dan perubahan warna kulit, membran mukosa, dan warna kuku.
Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan organisme virulen
Tujuan: Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko penyebaran infeksi. Menunjukkan/melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang. aman.
Intervensi
a. Review patologi penyakit fase aktif/tidak aktif, penyebaran infeksi melalui bronkus pada jaringan sekitarnya atau aliran darah atau sistem limfe dan resiko infeksi melalui batuk, bersin, meludah, tertawa., ciuman atau menyanyi.
b. Identifikasi orang-orang yang beresiko terkena infeksi seperti anggota keluarga, teman, orang dalam satu perkumpulan.
c. Anjurkan pasien menutup mulut dan membuang dahak di tempat penampungan yang tertutup jika batuk.
d. Gunakan masker setiap melakukan tindakan.
e. Monitor temperatur.
f. Identifikasi individu yang berisiko tinggi untuk terinfeksi ulang Tuberkulosis paru, seperti: alkoholisme, malnutrisi, operasi bypass intestinal, menggunakan obat penekan imun/ kortikosteroid, adanya diabetes melitus, kanker.
g. Tekankan untuk tidak menghentikan terapi yang dijalani.
Rasional: Periode menular dapat terjadi hanya 2-3 hari setelah permulaan kemoterapi jika sudah terjadi kavitas, resiko, penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan.
h. Pemberian terapi INH, etambutol, Rifampisin.
i. Pemberian terapi Pyrazinamid (PZA)/Aldinamide, para-amino salisik (PAS), sikloserin, streptomisin.
Rasional: Obat-obat sekunder diberikan jika obat-obat primer sudah resisten.
j. Monitor sputum BTA
Rasional: Untuk mengawasi keefektifan obat dan efeknya serta respon pasien terhadap terapi.
Perubahan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
Tujuan: Menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan dengan nilai laboratoriurn normal dan bebas tanda malnutrisi. Melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan mempertahankan berat badan yang tepat.
Intervensi:
a. Catat status nutrisi paasien: turgor kulit, timbang berat badan, integritas mukosa mulut, kemampuan menelan, adanya bising usus, riwayat mual/rnuntah atau diare.
b. Kaji pola diet pasien yang disukai/tidak disukai..c. Monitor intake dan output secara periodik. d. Catat adanya anoreksia, mual, muntah, dan tetapkan jika ada hubungannya dengan medikasi. Awasi frekuensi, volume, konsistensi Buang Air Besar (BAB).
e. Anjurkan bedrest.
f. Lakukan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernapasan.
g. Anjurkan makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat.
h. Rujuk ke ahli gizi untuk menentukan komposisi diet.
i. Konsul dengan tim medis untuk jadwal pengobatan 1-2 jam sebelum/setelah makan.
j. Awasi pemeriksaan laboratorium. (BUN, protein serum, dan albumin).
k. Berikan antipiretik tepat.
Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan.
Tujuan: Menyatakan pemahaman proses penyakit/prognosis dan kebutuhan pengobatan. Melakukan perubahan prilaku dan pola hidup unruk memperbaiki kesehatan umurn dan menurunkan resiko pengaktifan ulang luberkulosis paru. Mengidentifikasi gejala yang mernerlukan evaluasi/intervensi. Menerima perawatan kesehatan adekuat.
Intervensi
a. Kaji kemampuan belajar pasien misalnya: tingkat kecemasan, perhatian, kelelahan, tingkat partisipasi, lingkungan belajar, tingkat pengetahuan, media, orang dipercaya.
b. Identifikasi tanda-tanda yang dapat dilaporkan pada dokter misalnya: hemoptisis, nyeri dada, demam, kesulitan bernafas, kehilangan pendengaran, vertigo.
c. Tekankan pentingnya asupan diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP) dan intake cairan yang adekuat.
d. Berikan Informasi yang spesifik dalam bentuk tulisan misalnya: jadwal minum obat.
e. jelaskan penatalaksanaan obat: dosis, frekuensi, tindakan dan perlunya terapi dalam jangka waktu lama. Ulangi penyuluhan tentang interaksi obat Tuberkulosis dengan obat lain.
f. jelaskan tentang efek samping obat: mulut kering, konstipasi, gangguan penglihatan, sakit kepala, peningkatan tekanan darah
g. Anjurkan pasien untuk tidak minurn alkohol jika sedang terapi INH.
h. Rujuk perneriksaan mata saat mulai dan menjalani terapi etambutol.. k. Anjurkan untuk berhenti merokok.
4. IMPLEMENTASI
Mencegah perluasan infeksi tidak terjadi
Meninglkatkan pertukaran gas yang adekuat
Meningkatkan pola nafas yang efektif dan kepatenan jalan nafas
Memenuhi kebutuhan nutrisi
Membantu memenuhi kebutuhan aktivitas sesuai dengan usia dan tugas perkembangan.
5.EVALUASI
Keefektifan bersihan jalan napas.
Fungsi pernapasan adekuat untuk mernenuhi kebutuhan individu.
Perilaku/pola hidup berubah untuk mencegah penyebaran infeksi
Kebutuhan nutrisi adekuat, berat badan meningkat dan tidak terjadi malnutrisi
Pemahaman tentang proses penyakit/prognosis dan program pengobatan dan perubahan perilaku untuk memperbaiki kesehatan
DAFTAR PUSTAKA
Suriadi, Yuliani R. Asuhan Keperawatan Pada Anak, Edisi 2. 2010. Jakarta : Sagung Seto
Carpenito, L.J., (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Ed. 2 Jakarta : EGC
Doengoes, (1999). Perencanaan Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif., et all. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar