BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Tubuh membutuhkan jumlah yang berbeda untuk setiap vitamin. Setiap orang punya kebutuhan vitamin yang berbeda. Anak-anak, orang tua, orang yang menderita penyakit atau wanita hamil membutuhkan jumlah yang lebih tinggi akan beberapa vitamin dalam makanan mereka sehari-hari.(1)
Vitamin termasuk kelompok zat pengatur pertumbuhan dalam pemeliharaan kehidupan. Tiap vitamin mempunyai tugas spesifik di dalam tubuh. Karena vitamin adalah zat organic maka vitamin dapat rusak karena penyimpanan dan pengolahan.(1)
Vitamin merupakan nutrisi tanpa kalori yang penting dan dibutuhkan untuk metabolisme tubuh manusia. Vitamin tidak dapat diproduksi oleh tubuh manusia, tetapi diperoleh dari makanan sehari-hari. Fungsi khusus vitamin adalah sebagai kofaktor (elemen pembantu) untuk reaksi enzimatik. Vitamin juga berperan dalam berbagai macam fungsi tubuh lainnya, termasuk regenerasi kulit, penglihatan, sistem susunan syaraf dan sistem kekebalan tubuh dan pembekuan darah.(1)
Lama tidak diketahuinya mengenai vitamin karena bahan-bahan makanan mengandung vitamin yang cukup untuk mencegah timbulnya gangguan yang hebat terhadap kesehatan. Bahan makanan yang disajikan oleh alam mengandung berbagai vitamin dan bila dimakan secara bersama-sama akan saling melengkapi satu sama lain. Oleh karena itu konsumsi jenis bahan makanan yang monoton dalam waktu lama dapat menimbulkan terjadinya kekurangan vitamin.(2)
Gejala defisiensi bervariasi dari tingkat masalah kecil, seperti sakit kepala, masalah-masalah kulit atau hilangnya nafsu makan sampai penyakit–penyakit yang serius misalnya beri-beri yang disebabkan oleh kekurangan vitamin B atau kudisan yang disebabkan oleh kekurangan vitamin C dalam jangka waktu yang panjang. Namun demikian, konsumsi vitamin yang hampir sampai pada tahap optimum juga terjadi pada beberapa bagian grup populasi.(2)
Melihat pentingnya dan peranan vitamin dalam tubuh manusia maka dilakukan percobaan ini untuk mengetahui sifat-sifat vitamin.
I.2 Tujuan Percobaan
A. Tujuan umum :
1. Mempelajari sifat-sifat vitamin.
2. Membuktikan adanya vitamin dalam suatu bahan secara kualitatif.
B. Tujuan khusus :
1. Penentuan adanya vitamin A
Untuk membuktikan adanya vitamin A dalam suatu bahan secara kualitatif.
2. Penentuan adanya vitamin D
Untuk membuktikan adanya vitamin D dalam suatu bahan secara kualitatif.
3. Penentuan adanya vitamin B1
Untuk membuktikan adanya vitamin B1 secara kualitatif.
4. Penentuan adanya vitamin B6
Untuk membuktikan adanya vitamin B6 secara kualitatif.
5. Penentuan adanya vitamin C
Untuk mrmbuktikan adanya vitamin C secara kualitatif.
I. 3 Prinsip Percobaan
1. Penentuan vitamin A
Percobaan ini dilakukan untuk membuktikan adanya vitamin A dalam suatu bahan yang dapat dilakukan denga 2 metode yaitu dengan pereaksi Carr-Price atau pereaksi Trikloroasetat (TCA). Vitamin A dengan pereaksi Carr-Price akan memberikan warna biru, kemudian berubah menjadi merah coklat. Intensitas warna biru sebanding dengan banyaknya vitamin A yang terkandung dalam suatu bahan. Oleh karena itu reaksi dapat dijadikan dasar penentuan kualitatif vitamin A secara kolorimetri.
2. Penentuan adanya vitamin D
Percobaan ini dilakukan untuk membuktikan adanya vitamin D dalam suatu bahan dengan cara mencampurkan minyak ikan dengan larutan H2SO4 lalu dipanaskan beberapa menit, setelah itu didinginkan dan diuji dengan pereaksi Carr-Price. Adanya warna jingga-kuning berarti vitamin D positif.
3. Penentuan adanya vitamin B1
Percobaan ini dilakukan untuk membuktikan adanya vitamin D dalam suatu bahan dengan cara mencampurkan thiamin dengan Pb-asetat dan NaOH kemudian panaskan, jika timbul endapan warna coklat-hitam menandakan vitamin B1 positif. Atau dapat juga dilakukan dengan cara mencampurkan tiamin dengan larutan Bismuth nitrat dan tambahkan larutan KI. Timbulnya warna endapan merah jingga berarti vitamin B1 positif.
4. Penentuan adanya vitamin B6
Percobaan ini dilakukan untuk membuktikan adanya vitamin B6 dengan cara mencampurkan larutan pirodoksin dengan CuSO4 lalu ditambahkan NaOH. Bla terbentuk warna biru ungu berarti vitamin B6 positif. Atau dengan cara mencampurkan larutan pirooksin dengan FeCl3. Jika terbentuk warna jingga sampai merah tua berarti vitamin B6 positif.
5. Penentuan adanya vitamin C
Percobaan ini dilakukan untuk membuktikan adanya vitamin C dengan cara mencampurkan asam askorbat dengan pereaksi benedict dan kemudian dipanaskan. Bila endapan berwarna hijau kekuningan sampai merah bata menandakan vitamin C positif. Atau dengan cara menetralkan asam askorbat dengan NaHCO3 kemudian ditambahkan larutan FeCL3. Adanya warna merah-ungu berarti vitamin C positif.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada tahap pemrosesan dan pemasakan banyak vitamin hilang bila menggunakan suhu tinggi, air perebus dibuang, permukaan makanan bersentuhan dengan udara dan menggunakan alkali. Vitamin yang terpengaruh dalam hal ini adalah yang rusak oleh panas, oksidasi, atau yang larut dalam air. (Vita Healt ;2006)
Kehilangan vitamin dalam pemasakan dapat dicegah dengan cara : menggunakan suhu tidak terlalu tinggi.
1. waktu memasak tidak terlalu lama.
2. menggunakan air pemasak sesedikit mungkin.
3. memotong dengan pisau tajam menjadi potongan tidak terlalu halus.
4. panci memasak ditutup.
5. tidak mengguanakan alkali dalam pemasakan.
6. sisa air perebus digunakan untuk masakan lain.
Vitamin adalah sekelompok senyawa organik berbobot molekul kecil yang memiliki fungsi vital dalam metabolisme organisme. Dipandang dari sisi enzimologi (ilmu tentang enzim), vitamin adalah kofaktor dalam reaksi kimia yang dikatalisasi oleh enzim. Istilah "vitamin" sebenarnya sudah tidak tepat untuk dipakai tetapi akhirnya dipertahankan dalam konteks ilmu kesehatan dan gizi. Nama ini berasal dari gabungan kata latin vita yang artinya hidup dan amina (amine) yang mengacu pada suatu gugus organik yang memiliki atom nitrogen (N), karena pada awalnya vitamin dianggap demikian. Kelak diketahui bahwa banyak vitamin sama sekali tidak memiliki atom N. (Saifudin ;2009)
Beberapa fungsi vitamin yang penting diantaranya: (Almatsier ;2004)
• Vitamin A berfungsi :mempertahankan struktur dan fungsi jaringan epitel, membantu pertumbuhan dan proses penglihatan.
• Vitamin D berfungsi :meningkatkan absorbsi kalsium dan fosfor dalam saluran pencernaan, mepunyai peranan penting pada proses klasifikasi , dan berhubungan dengan aktifitas enzim fosfatase alkali di dalam serum.
• Vitamin B1 berfungsi :sebagai koenzim (tiamin difosfat, tiamin pirofosfat) pada reaksi-reaksi metabolisme karbohidrat misalnya : pada reaksi dekarboksilasi ooksidatif asa piruvat menjadi asetil-koenzim A dan reaksi transketolasi pada “the hexose monophosphate shunt”.
• Vitamin B6 berfungsi :fungsi vitamin B6 yang utama ialah sebagai koenzim pada metabolisme asam amino, diantaranya pada proses-proses dekarboksilasi dan transminasi.
• Vitamin C berfungsi :fungsi utama vitamin C ialah mempertahankan keadaan zat-zat intersel jaringan cartilage, dentin dan tulang.
Pada umumnya vitamin tidak dapat dibuat sendiri oleh hewan (atau manusia) karena mereka tidak memiliki enzim untuk membentuknya, sehingga harus dipasok dari makanan. Akan tetapi, ada beberapa vitamin yang dapat dibuat dari zat-zat tertentu (disebut provitamin) di dalam tubuh. Contoh vitamin yang mempunyai provitamin adalah vitamin D. Provitamin D banyak terdapat di jaringan bawah kulit. Vitamin lain yang disintetis di dalam tubuh adalah vitamin K dan vitamin B12. Kedua macam vitamin tersebut disintetis di dalam usus oleh bakteri: (Yazid ; 2006)
Bedasarkan kelarutannya vitamin dibagi menjadi dua kelompok, yaitu vitamin yang larut dalam air (vitamin C dan semua golongan vitamin B) dan yang larut dalam lemak (vitamin A, D, E, dan K). Oleh karena sifat kelarutannya tersebut, vitamin yang larut dalam air tidak dapat disimpan dalam tubuh, sedangkan vitamin yang larut dalam lemak dapat disimpan dalam tubuh. (Yazid ; 2006).
Vitamin yang larut dalam lemak adalah vitamin A, D, E dan K. Untuk beberapa hal, vitamin ini berbeda dari vitamin yang larut dalam air. Vitamin ini terdapat dalam lemak dan bagian berminyak dari makanan. Vitamin ini hanya dicerna oleh empedu karena tidak larut dalam air. Adapun sumber dan macam-macam penyakit yang ditimbulkan dari masing-masing jenis vitamin adalah sebagai berikut : (Syahruddin ; 2007).
1. Vitamin A
• sumber vitamin A = susu, ikan, sayuran berwarna hijau dan kuning, hati, buah-buahan warna merah dan kuning (cabe merah, wortel, pisang, pepaya, dan lain-lain)
• Penyakit yang ditimbulkan akibat kekurangan vitamin A = rabun senja, katarak, infeksi saluran pernapasan, menurunnya daya tahan tubuh, kulit yang tidak sehat, dan lain-lain.
2. Vitamin B1
• sumber yang mengandung vitamin B1 = gandum, daging, susu, kacang hijau, ragi, beras, telur, dan sebagainya
• Penyakit yang ditimbulkan akibat kekurangan vitamin B1 = kulit kering/kusik/busik, kulit bersisik, daya tahan tubuh berkurang.
3. Vitamin B12
• sumber yang mengandung vitamin B12 = telur, hati, daging, dan lainnya
• Penyakit yang ditimbulkan akibat kekurangan vitamin B12 = kurang darah atau anemia, gampang capek/lelah/lesu/lemes/lemas, penyakit pada kulit, dan sebagainya
4. Vitamin C
• sumber yang mengandung vitamin C = jambu klutuk atau jambu batu, jeruk, tomat, nanas, sayur segar, dan lain sebagainya
• Penyakit yang ditimbulkan akibat kekurangan vitamin C = mudah infeksi pada luka, gusi berdarah, rasa nyeri pada persendian, dan lain-lain
5. Vitamin D
• sumber yang mengandung vitamin D = minyak ikan, susu, telur, keju, dan lain-lain
• Penyakit yang ditimbulkan akibat kekurangan vitamin D = gigi akan lebih mudah rusak, otok bisa mengalami kejang-kejang, pertumbuhan tulang tidak normal yang biasanya betis kaki akan membentuk huruf O atau X.
6. Vitamin E
• sumber yang mengandung vitamin E = ikan, ayam, kuning telur, kecambah, ragi, minyak tumbuh-tumbuhan, havermut, dsb
• Penyakit yang ditimbulkan akibat kekurangan vitamin E = bisa mandul baik pria maupun wanita, gangguan syaraf dan otot, dll.
7. Vitamin K
• sumber yang mengandung vitamin K = susu, kuning telur, sayuran segar, dkk
• Penyakit yang ditimbulkan akibat kekurangan vitamin K = darah sulit membeku bila terluka/berdarah/luka/pendarahan, pendarahan di dalam tubuh, dan sebagainya (organisasi)
Vitamin B1 (Thiamin) pertama kali dikristalkan oleh Jansen dan Donath pada tahun 1962 dan pertama kali disintetis oleh Roger R.Williams dan kawan-kawannya pada tahun 1936 (Neal dan Sauberlich,1980). Ketiga reaksi enzim yang diketahui pada hewan dan manusia yang melibatkan thiamin pirofosfat sebagai suatu ko-enzim adalah dekarboksilase piruvat, dekarboksilase α- ketoglutarat (dalam siklus krebs) dan transketolase (dalam pentose-fosfat shunt) Dan juga merupakan hal yang sangat penting dalam reaksi gelap dari proses fotosintetis, selama konversi CO menjadi karbohidrat. Enzim yang mengikat thiamin, pirofosfat membentuk substrat dalam reaksi-reaksi tersebut. Secara fisiologis, tiamin dalam bentuk tiamin difosfat (kokarboksilase) bertindak sebagai koenzim pada sistem dekarboksilase oksidatif piruvat atau alfa-ketoglutarat masing-masing pada sistem enzim piruvat atau ketoglutarat dehidrogenase. (Toha ;1992).
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
III. 1 Alat
1. Penentuan Adanya Vitamin A
Alat yang dipakai adalah :
1. Tabung reaksi.
2. Pipet ukur dan pipet tetes
3. Spatula
2. Penentuan Adanya Vitamin D
Alat yang dipakai adalah :
1. Tabung reaksi.
2. Pipet ukur, dan pipet tetes.
3. Alat pemanas.
3. Penentuan Adanya Vitamin B1
Alat yang dipakai adalah :
1.Alat pemanas,
2.Tabung reaksi.
3.Pipet ukur dan pipet tetes
4. Penentuan Adanya Vitamin B6
Alat yang dipakai adalah :
1.Tabung reaksi.
2.Pipet tetes
5. Penentuan Adanya Vitamin C
Alat yang dipakai adalah :
1.Kertas pH atau lakmus,
2.Alat pemanas.
3.Tabung reaksi.
4. Pipet tetes.
III.2 Bahan
1. Penentuan Adanya Vitamin A
Bahan-bahan yang digunakan adalah :
1. Minyak ikan
2. Kloroform
3. Kristal SbCl3
4. Asam setat anhidrid
5. Asam trikloroasetat (TCA)
2.Penentuan Adanya Vitamin D
Bahan-bahan yang digunakan adalah :
1. Minyak ikan
2. Kloroform
3. Asam asetat anhidrid
4. Larutan H2O2 5%
5. Asam Trikloroasetat
3.Penentuan Adanya Vitamin B1
Bahan-bahan yang digunakan adalah :
1. Larutan thiamin 1%
2. Larutan bismuth nitrat, Bi (NO3)3
3. Larutan NaOH 6 N
4. Larutan KI 5%
5. Larutan Pb-asetat 10%
4. Penentan Adanya Vitamin B6
Bahan-bahan yang digunakan adalah :
1. Larutan pridoksin- HCl 1%
2. Larutan NaOH 3%
3. Larutan CuSO4 2%
4. Larutan besi (III) klorida, FeCl3 1%
5.Penentuan Adanya Vitamin C
Bahan-bahan yang digunakan adalah :
1. Larutan asam asetat 1%
2. Pereaksi benedid
3. Larutan NaHCO 5%
4. Larutan FeCl3 1%
5. Kertas PH atau Lakmus
III.3 lokasi dan pengambilan sampel
Pengambilan sampel di Laboratorium Biologi Fakultas Kesehatan Masyarakat UNHAS, pada hari minngu tanggal 28 juni 2009.
III.4 Prosedur Kerja
1. Penentuan Adanya Vitamin A
Prosedur A :
a. Didalam tabung reaksi , masukan 10 tetes minyak ikan
b. Ditambahkan 15 tetes klorofom, kemudian camprlah dengan baik.
c. Ditambahkan 4 tetes asam asetat anhidrid.
d. Dibubuhka sepucuk sendok Kristal SbCl3 ke dalamnya.
e. DiPerhatikan perubahan warna yang terjadi, terbentuknya warna biru yang akan brubah menjadi merah coklat berarti vitamin A positif.
Prosedur B:
a. Didalam tabung reaksi , masukan 10 tetes minyak ikan.
b. Ditambahkan 10 ml pereaksi asam trikloroasetat dalam kloroform.
c. Dicampurkan dengan baik.
d. Diamati warna yang terjadi, timbulnya warna biru kehijauan menandakan vitamin A positif.
2. Penentuan adanya vitamin D
a. Didalam tabug reaksi masukan 10tetes minyak ikan.
b. Ditambahkan 10 tetes larutan H2O2 5%.
c. Dikocoklah campuran selama kira-kira 1menit.
d. Dipanaskan diatas api kecil perlahan-lahan sampai tidak ada gelembung-gelembung gas keluar. Usahakan jangan sampai mendidih.
e. Didinginkan tabung dibawah air kran.
f. Dilakukan uji dengan pereaksi Carr-price seperti pada penentan adanya vitamin A.P
g. Diamati perubahan warna yang terjadi, adanya warna jingga-kuning berarti vitamin D positif.
3. Penentuan adanya vitamin B1
Prosedur A :
a. Dimasukan 1 ml larutan thiamine 1% kedalam tabung reaksi.
b. Ditambahkan 1 ml larutan Pb-asetat 10% dan 4,5 ml NaOH 6 N.
c. Dicampurkan dengan baik, kemudian perhatikan timbulnya warna kuning yang terjadi.
d. Dipanaskan, sehingga akan timbul endapan warna coklat-hitam yang menandakan vitamin B1 positif.
Prosedur B :
a. Didalam tabung reaksi masukan 5 tetes larutan thiamen 1%.
b. Ditambahkan 5 tetes larutan bismuth nitrat,dicampurkan dengan baik.
c. Ditambahkan pula satu tetes larutan KI 5%.
d. Diperhatikan perubahan warna yang terjadi. Timbulnya endapan warna merah jingga berarti vitamin B1 positif.
4. Penentuan adanya B6
Prosedur A
a. Dimaskan 10 tetes larutan pirodoksin 1 % kedalam tabung reaksi.
b. Ditambahkan 4 tetes larutan CuSO4 2% dan 20 tetes NaOH 3 N.
c. Diamati perubahan warna yang terjadi.bila terbentuk warna biru-unggu berarti vitamin B6 positif.
Prosedur B :
a. Dimasukan 10 tetes larutan pirodoksin 1% kedalam tabung reaksi
b. Ditambahkan 3-5 tetes larutan FeCl3
c. Diamati perubahan warna yang terjadi.timbulnya warna jingga sampai merah tua berarti vitanmin B6 positif
5. Penentuan adanya vitamin C
Prosedur A :
a. Dimasukan 10 tetes larutan askorbat 1% kedalam tabung reaksi
b. Ditambahkan 30 tetes preaksi benedit
c. Dipanaskan diatas api kecil sampai mendidih selama 2 menit
d. Diperhatikan adanya endapan yang terbentuk warna hijau, kekuningan sampai merah bata berarti vitamin C positif.
Prosedur B :
a. Dimasukan 10 tetes larutan asam askorbat 1% kedalam tabung reaksi
b. Dinetralkan larutan mengunakan NaHCO3 5%
c. Ditambahkan 2 tetes larutan FeCl3
d. Diamati warna yang terjadi adanya warnah merah,unggu berarti vitamin C positif.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. 1 Hasil Pengamatan
A. Tabel
1. Penentuan Adanya Vitamin A
Bahan Prosedur A Prosedur B
Minyak ikan 10 tetes 10 tetes
Kloroform 15 tetes -
Asam asetat anhidrid 4 tetes -
SbCl3 kristal Sepucuk sendok -
TCA dalam kloroform - 2 Ml
Camparlah dengan baik
Hasil : Perhatikan warna yang terbentuk Berwarna coklat (+) Warna kuning (-)
2. Penentuan Adanya Vitamin D
Bahan Tabung 1
Minyak ikan 10 tetes
Larutan H2O2 5% 10 tetes
Panaskan tidak sampai mendidih, lalu uji dengan pereaksi Carr-Price
Hasil :
warna jingga-kuning (+/-) Kuning (+)
3. Penentuan Adanya Vitamin B1
Bahan Prosedur A Prosedur B
Larutan Thiamin 1% 1 mL 5 tetes
Larutan Pb-asetat 10% 1 mL -
Larutan NaOH 6N 4,5 mL -
Larutan Bi(NO3)3 - 5 tetes
Larutan KI - 1 tetes
Campurlah dengan baik dan panaskan untuk prosedur A
Hasil : Perhatikan warna endapan yang terbentuk Warna coklat tidak ada endapan (-) Ada endapan coklat (-)
4. Penentuan Adanya Vitamin B6
Bahan Prosedur A Prosedur B
Larutan asam askorbat 10 tetes 10 tetes
Peraksi Benedict 30 tetes -
Ph larutan - 8
Larutan FeCl3 - 2-3 tetes
Hasil : Perhatikan warna endapan yang terbentuk Biru (+) Jingga (+)
5. Penentuan Adanya Vitamin C
Bahan Prosedur A Prosedur B
Larutan pirodoksin 10 tetes 10 tetes
Larutan CuSO4 4 tetes -
Larutan NaOH 3N 20 tetes -
Larutan FeCl3 1% - 3-5 tetes
Hasil : Perhatikan warna endapan yang terbentuk Hijau ada endapan (+) Merah bata (+)
B. Pembahasan
1. Penentuan Adanya Vitamin A
Pada percobaan ini diperoleh hasil bahwa pada prosedur A dari warna biru berubah menjadi warna coklat yang menandakan hasil yang positif atau dengan kata lain terdapat vitamin A. Ini dikarenakan dalam reaksi yang digunakan dapat dipakai untuk penentuan adanya vitamin A. karna pada percobaan A ini akan terbentuk warna biru yang akan berubah menjadi merah coklat yang menandakan vitamin A positif.
Hal ini dapat dibuktikan pada prosedur B diperoleh hasil larutan yang berwarna biru kehijauan yang menandakan positif terdapat vitamin A. Ini dikarenakan pada reaksi yang dipakai dengan TCA pada prosedur B akan menunjukkan larutan berwarna biru kehijauan sebanding dengan banyaknya vitamin A yang terkandung. Dimana TCA merupakan dasar penentuan secara kualitatif adanya vitamin A.
2. Penentuan Adanya Vitamin D
Pada percobaan ini hasil yang diperoleh warna kuning yang menunjukan vitamin D positif. Vitamin D ini umumnya stabil pada pemanasan, asam dan oksigen. Vitamin D secara lambat dapat didestruksi bila lingkungannya alkalis, terutama bila terdapat udara dan cahaya. Pemanasan dengan hidrogen peroksida tidak merusak vitamin D.
3. Penentuan Adanya Vitamin B1
Pada percobaan ini, prosedur A sebelum dipanaskan berwarna kuning setelah dipanaskan berwarna coklat tapi tidak terdapat endapan. Pada uji ini hasil yang seharusnya terdapat endapan warna coklat-hitam yang menandakan positif vitamin B1. Sedangkan pada prosedur B menghasilkan endapan berwarna coklat , yang menunjukkan hasil negative atau tidak adanya vitamin B1¬.
4. Penentuan Adanya Vitamin B6
Pada percobaan A, diperoleh warna biru yang menunjukkan positif adanya vitamin B6. Namun, pada prosedur B meunjukkan hasil yang positif dengan warna jingga positif ketika direaksikan dengan FeCl3.
5. Penentuan Adanya Vitamin C
Pada percobaan A, larutan yang diperoleh berwarna hijau dan ada endapan yang menunjukan vitamin C positif . Sedangkan pada prosedur B diperoleh hasil larutan berwarna merah bata yang menandakan vitamin C positif .
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
1. Vitamin A dapat ditentukan secara kualitatif dengan pereaksi Carr-Price atau pereaksi Trikloroasetat (TCA).
2. Adanya vitamin D pada minyak ikan yang ditunjukkan dengan warna hasil larutan yang berwarna jingga-kuning.
3. Dalam larutan netral atau alkalis, thiamin mudah rusak sedangkan dalam keadaan asam tahan panas.
4. Pirodoksin stabil terhadap pemanasan, alkali dan asam serta paling tahan terhadap pengaruh pengolahan dan penyimpanan.
5. Vitamin C mudah dioksidasi terutama bila di panaskan. Dimana proses oksidasi akan dipercepat dengan adanya tembaga, oksigen dan alkali.
V.2 Saran
• Saran asisten: mohon bimbingannya dengan baik pada saat praktikum berlangsung.
• Saran laboratorium : petugas laboratorium agar tepat waktu sehingga tidak terburu-buru dalam melaksanakan rangkaian praktikum. Alat-alat laboratorium juga perlu dibenahi agar proses praktikum berjalan secara efektif dan efisien.
DAFTAR PUSTAKA
1. Almatsier, Sunita.2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama.
2. Vitahealth. 2006. Seluk-beluk Food Suplement. Jakarta : Gramedia
3. Saifuddin, Sirajuddin. 2009. Penuntun Praktikum Biokimia. Laboratorium Makassar : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.
4. Yazid, Estien, dkk. 2006. Penuntun Pratikum Biokimia untuk Mahasiswa Analis. Gresik : Andi Yogayakrta.
5. Syahruddin, Kasim, dkk. 2007. Biokimia. Makassar: UPT MKU Universitas Hasanuddin.
6. Toha, A. 1992. Biokimia. Surabaya : Alfabeta.
Jawaban Pertanyaan
A. Penentuan Adanya Vitamin A
1. Sebutkan fungsi utama vitamin A!
Jawab : Fungsi utamanya memelihara integritas struktural dan permeabilitas normal membran sel
2. Sebutkan penyakit akibat defisiensi vitamin A!
Jawab :
Hemeralopia (rabun ayam/rabun senja)
Frinoderma, kulit tangan atau kaki tampak bersisik
Pendarahan pada selaput usus, ginjal dan paru-paru
Kerusakan pada kornea
Terhentinya proses pertumbuhan
Terganggunya pertumbuhan pada bayi
3. Efek apakah yang dapat ditimbulkan bila seseorang mengalami hipervitaminosis dari vitamin A? Sebutkan gejalanya!
Jawab :
• Menyebabkan Hipervitaminosis A pada bayi dan anak kecil dapat menjadikan anak menjadi cengeng, kulit kering dan gatal-gatal
• Menyebabkan Sirosis dan Hipertensi Portal
• Menyebabkan Lemah, Rambut rontok, bintik-bintik pada kulit, sakit kepala, otot-otot kaku, sakit tulang, hepatosplenomegali dan papiledema
B. Penentuan Adanya Vitamin D
1. Apa fungsi H2O2 dan pemanasan pada percobaan !
Jawab: Fungsi H2O2 akan merusak vitamin A yang masih terkandung dalam bahan dan pemanasannya dilakukan hanyalah untuk menguapkan bahan lain yang tidak dibutuhkan dalam uji ini agar ketika diuji nanti vitamin D lah yang bereaksi.
2. Jelaskan mengapa pemanasan tidak boleh sampai mendidih!
Jawab: Pada dasarnya pemanasan dilakukan hanyalah untuk menguapkan bahan lain yang tidak dibutuhkan dalam uji ini agar ketika diuji nanti vitamin D lah yang bereaksi.
3. Sebutkan fungsi utama vitamin D dalam tubuh!
Jawab: Fungsi utamanya merangsang sintesis protein pengikat kalsium (calcium-binding protein,CaBP).
4. Sebutkan penyakit akibat defisiensi vitamin D dan gejalanya !
Jawab: Proses Osifikasi (penulangan) terganggu sehingga menimbulkan rakhitis dan tulang mudah patah, terjadi gangguan pada pertukaran zat kapur dan fosfor serta gangguan pada sistem pertulangan.
C. Penentuan Adanya Vitamin B1
1. Sebutkan fungsi utama vitamin B1!
Jawab:
• Thiamin merupakan bagian dari TPP, yaitu koenzim yang dibutuhkan untuk metabolisme energi.
• Berperan dalam sistem syaraf
• Menimbulkan nafsu makan
• membantu penggunaan karbohidrat dalam tubuh dan sangat berperan dalam sistem saraf.
3. Tuliskan struktur kimia vitamin B1!
Jawab:
D. Penentuan Adanya Vitamin B6
1. Sebutkan fungsi utama vitamin B6!
Jawab:
• Berperan dalam metabolisme asam amino dan asam lemak.
• Membantu tubuh untuk mensintesis asam amino nonesensial.
• Berperan dalam produksi sel darah merah.
• Berperan mengatur dalam penggunaan protein, lemak, karbohidrat
• Berperan dalam pembaruan sel darah merah.
• Merupakan co factor terhadap beberapa jenis enzim
2. Sebutkan penyakit akibat defisiensi vitamin B6 dengan gejalanya!
Jawab: gejala kegagalan pertumbuhan, kerusakan fungsi motorik dan sawah.
E. Penentuan Adanya Vitamin C
1. Jelaskan mengapa vitamin C positif terhadap uji Benedict!
Jawab: Dalam larutan vitamin C mudah rusak karena oksidasi dari udara, tetapi lebih stabil bila terdapat dalam bentuk kristal kering. Jika vitamin C dilarutkan dengan asam askorbat dan pereaksi Benedict menghasilkan warna merah bata yang menunjukkan bahan asam askorbat mengandung vitamin C.
2. Sebutkan fungsi utama vitamin C dalam tubuh!
Jawab:
• Berperan membantu spesifik enzim dalam melakukan fungsinya.
• Bekerja sebagai antioksidan.
• Membentuk kolagen, serat, struktur protein.
• Meningkatkan ketahanan tubuh terhadap infeksi dan membantu tubuh menyerap zat besi.
• Membentuk senyawa kimiawi yang berfungsi sebagai perekat antar sel-sel.
• Berperan sekali dalam penyembuhan luka, memperkuat aliran darah dan membantu penyerapan zat besi, juga memperkuat daya tahan terhadap infeksi terhadap tubuh.
• Berperan dalam pembentukan substansi antarsel berbagai jaringan
• Meningkatkan aktivitas pagositas sel darah putih
• Meningkatkan absorpsi zat besi dalam usus serta transportasi zat besi
3. Sebutkan penyakit akibat defisiensi vitamin C dan gejalanya!
Jawab: Berakibat pada sistem syaraf dan ketegangan otot.
DAFTAR PUSTAKA
1. Pujiadi, Anna. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta : UI Press.
2. Almatsier, S. 2001. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
3. Sirajuddin, S. 2009. Penuntun Praktikum Biokimia. Makassar : Laboratorium Terpadu Kesehatan Masyarakat AIPTKMI Regional Indonesia Timur UNHAS.
4. Sediaoetama, A. D. 2006. Ilmu Gizi. Jakarta : Dian Rakyat.
5. Lehninger, A. L. 1998. Dasar-Dasar Biokimia I. Jakarta : Erlangga.
6. Tim Dosen Kimia. 2008. Kimia Dasar 2. Makassar : UPT MKU UNHAS.
Jumat, 28 Januari 2011
fisis jantung
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Jantung (bahasa latin, cor) adalah sebuah rongga, organ berotot yang memompa darah lewat pembuluh darah oleh kontraksi berirama yang berulang. Istilah kardiak berarti berhubungan dengan jantung, dari Yunani cardia untuk jantung.Ukuran jantung manusia kurang lebih sebesar kepalan tangan seorang laki-laki dewasa. Jantung adalah satu otot tunggal yang terdiri dari lapisan endothelium. Jantung terletak di dalam rongga thoracic, di balik tulang dada/sternum. Struktur jantung berbelok ke bawah dan sedikit ke arah kiri.
Dalam proses perkembangannya, makhluk hidup sangat tergantung pada berfungsinya system kardiovaskuler secara optimal, dan kelainan yang terjadi pada sistim ini akan menyebabkan konsekuensi klinik yang serius. Jantung sangant berperan penting bagi kehidupan manusia karena jantung memiliki fungsi vital yaitu untuk memompakan darah ke seluruh tubuh atau jaringan tubuh. Darah yang dipompa mengantarkan nutrisi dan O2 ke jaringan untuk kealngsungan hidupnya, sehingga jaringan dapat hidup dan menjalankan fungsi sebagaimana mestinya.
Melihat betapa pentingnya pernan jantung tersebut, kita perlu mempeajari tata car pemerikasaan jantung secara sederhana untuk setidaknya mengetahui kelainan-kelainan yang mungkin terjadi dari pemeriksaan ini. Dalam percobaan ini akan dilakukan pemeriksaan fisis jantung untuk mengetahui letak apeks, batas-batas jantung, dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
I.2 Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah :
1. Untuk mempelajari 4 cara pemeriksaan fisis jantung
2. Untuk menentukan posisi daripada apeks jantung
3. Untuk menentukan batas-batas jantung
4. Untuk mempelajari suara-suara yang ditimbulkan oleh aktifitas jantung selama
siklus jantung.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sistem kardiovaskuler terdiri dari jantung dan dua sistem veaskuler, sirkulasi sistemik dan sirkulasi pulmonalis. Jantung selanjutnya memompa darah ke kedua sistem vastikuler – sirkulasi tekanan pulmonalis lambat dimana disini terjadi pertukaran gas, dan kemudian sirkulasi sistemik, dimana darah dialirkan ke setiap organ, sesuai suplai dari permintaan metabolisme. Tekanan darah dan aliran darah berperan penting untuk mengontrol melalui nervus autonomi sistem. Dan juga berpengaruh pada pembedahan dan anatesi obat.pengetahuan yang baik tentang fisiologi kardiovaskuler merupakan kebutuhan untuk anastesi praktis yang baik (benar) (http://www.nda.ox.ac.uk, 2008).
Setiap orang tahu bahwa jantung merupakan organ vital. Kita tidak bisa hidup tanpa jantung. Bagaimanapun, jantung hanyalah sebuah pompa. Kompleks dan penting, tapi hanyalah sebuah pompa. Seperti dengan pompa-pompa yang lain jantung bisa menjadi tersumbat, kerja menurun dan membutuhkan perbaikan (adaptasi\0. Ini menjadi alasan mengapa kita perlu mengetahui tentang bagaimana keja jantung. Dengan sedikit pengetahuan tentang jantung kita dan mana yang baik dan mana yang sebaiknya atau yang buruk untuk jantung ,kama bias setidaknya sedikit mengurangi bahaya dari penyakit jantung (www.houstuffwork.com,2008)
Peristiwa yang terjadi pada jantung berawal dari permulaan sebuah denyut jantung berikutnya disebut siklus jantung. Setiap siklus diawali oleh pembentukan potensial aksi yang spontan di dalam nodus sinus. Nodus ini terletak pada dinding lateral superior atrium kanan dekat tempat masuk vena kava superior , dan potensial aksi menjalar dari sini dengan kecepatan tinggi melalui kedua atrium dan kemudian melalui berkas AV ke ventrikel. Karena terdapat pengaturan khusus dalam sistem konduksi dari atrium menuju ke ventrikel, ditemukan keterlambatan selama lebih dati 0,1 detik ketika impuls jantung dihantarkan dari atrium ke ventrikel. Keadaan ini akan menyebabkan atrium akan berkontraksi mendahului kontraksi ventrikel, sehingga akan memompakan darah ke dalam ventrikel sebelum erjadi kontraksi atrium yang kuat. Jadi, atrium itu bekerja sebagai pompa pendahulu bagi ventrikel, dan ventrikel selanjutnya akan menyediakan sumber kekuatan utama untuk memompakan darah ke sistem pembuluh darah tubuh (Guyton, 2000).
Pada saat berdenyut, setiap ruang jantung mengendur dan terisi darah (disebut diastol). Selanjutnya jantung berkontraksi dan memompa darah keluar dari ruang jantung (disebut sistol). Kedua serambi mengendur dan berkontraksi secara bersamaan, dan kedua bilik juga mengendur dan berkontraksi secara bersamaan. Darah yang kehabisan oksigen dan mengandung banyak karbondioksida (darah kotor) dari seluruh tubuh mengalir melalui dua vena berbesar (vena kava) menuju ke dalam serambi kanan. Setelah atrium kanan terisi darah, dia akan mendorong darah ke dalam bilik kanan. Darah dari bilik kanan akan dipompa melalui katup pulmoner ke dalam arteri pulmonalis, menuju ke paru-paru. Darah akan mengalir melalui pembuluh yang sangat kecil (kapiler) yang mengelilingi kantong udara di paru-paru, menyerap oksigen dan melepaskan karbondioksida yang selanjutnya dihembuskan. Darah yang kaya akan oksigen (darah bersih) mengalir di dalam vena pulmonalis menuju ke serambi kiri. Peredaran darah di antara bagian kanan jantung, paru-paru dan atrium kiri disebut sirkulasi pulmoner. Darah dalam serambi kiri akan didorong menuju bilik kiri, yang selanjutnya akan memompa darah bersih ini melewati katup aorta masuk ke dalam aorta (arteri terbesar dalam tubuh). Darah kaya oksigen ini disediakan untuk seluruh tubuh, kecuali paru-paru (http://id.wikipedia.org, 2008).
Pemeriksaan Jantung
Inspeksi
Dilakukan inspeksi pada prekordial penderita yang berbaring terlentang atau dalam posisi sedikit dekubitus lateral kiri karena apek kadang sulit ditemukan misalnya pada stenosis mitral. dan pemeriksa berdiri disebelah kanan penderita.
Memperhatikan bentuk prekordial apakah normal, mengalami depresi atau ada penonjolan asimetris yang disebabkan pembesaran jantung sejak kecil. Hipertropi dan dilatasi ventrikel kiri dan kanan dapat terjadi akibat kelainan kongenital.
Mencari pungtum maksimum, Inspirasi dalam dapat mengakibatkan paru-paru menutupi jantung, sehingga pungtum maksimimnya menghilang, suatu variasi yang khususnya ditemukan pada penderita emfisema paru. Oleh kerena itu menghilangnya pungtum maksimum pada inspirasi tidak berarti bahwa jantung tidak bergerak bebas. Pembesaran ventrikel kiri akan menggeser pungtum maksimum kearah kiri, sehingga akan berada diluar garis midklavikula dan kebawah. Efusi pleura kanan akan memindahkan pungtum maksimum ke aksila kiri sedangkan efusi pleura kiri akan menggeser kekanan. Perlekatan pleura, tumor mediastinum, atelektasis dan pneumotoraks akan menyebabkan terjadi pemindahan yang sama. Kecepatan denyut jantung juga diperhatikan,demam meningkat pada berbagai keadaan seperti hipertiroidisme, anemia, demam (http://medlinux.blogspot.com, 2008).
Palpasi
Pada palpasi jantung, telapak tangan diletakkan diatas prekordium dan dilakukan perabaan diatas iktus kordis (apical impulse) Lokasi point of masksimal impulse , normal terletak pada ruang sela iga (RSI) V kira-kira 1 jari medial dari garis midklavikular (medial dari apeks anatomis). Pada bentuk dada yang panjang dan gepeng, iktus kordis terdapat pada RSI VI medial dari garis midklavikular, sedang pada bentuk dada yang lebih pendek lebar, letak iktus kordis agak ke lateral. Pada keadaan normal lebar iktus kordis yang teraba adalah 1-2 cm2
Bila kekuatan volum dan kualitas jantung meningkat maka terjadi systolic lift, systolic heaving, dan dalam keadaan ini daerah iktus kordis akan teraba lebih melebar. Getaranan bising yang ditimbulkan dapat teraba misalnya pada Duktus Arteriosis Persisten (DAP) kecil berupa getaran bising di sela iga kiri sternum(http://medlinux.blogspot.com, 2008).
Perkusi Jantung
Cara perkusi
Batas atau tepi kiri pekak jantung yang normal terletak pada ruang interkostal III/IV pada garis parasternal kiri pekak jantung relatif dan pekak jantung absolut perlu dicari untuk menentukan gambaran besarnya jantung. Pada kardiomegali, batas pekak jantung melebar kekiri dan ke kanan. Dilatasi ventrikel kiri menyebabkan apeks kordis bergeser ke lateral-bawah. Pinggang jantung merupakan batas pekak jantung pada RSI III pada garis parasternal kiri.
Kardiomegali dapat dijumpai pada atlit, gagal jantung, hipertensi, penyakit jantung koroner, infark miokard akut, perikarditis, kardiomiopati, miokarditis, regurgitasi tricuspid, insufisiensi aorta, ventrikel septal defect sedang, tirotoksikosis, Hipertrofi atrium kiri menyebabkan pinggang jantung merata atau menonjol kearah lateral. Pada hipertrofi ventrikel kanan, batas pekak jantung melebar ke lateral kanan dan/atau ke kiri atas. Pada perikarditis pekat jantung absolut melebar ke kanan dan ke kiri. Pada emfisema paru, pekak jantung mengecil bahkan dapat menghilang pada emfisema paru yang berat, sehingga batas jantung dalam keadaan tersebut sukar ditentukan (http://medlinux.blogspot.com, 2008).
Auskultasi Jantung
Auskultasi ialah merupakan cara pemeriksaan dengan mendengar bunyi akibat vibrasi (getaran suara) yang ditimbulkan karena kejadian dan kegiatan jantung dan kejadian hemodemanik darah dalam jantung.
Alat yang digunakan ialah stetoskop yang terdiri atas earpiece, tubing dan chespiece. Macam-macam ches piece yaitu bowel type dengan membran, digunakan terutama untuk mendengar bunyi dengan frekuensi nada yang tinggi; bel type, digunakan untuk mendengar bunyi-bunyi dengan frekuensi yang lebih rendah.
Beberapa aspek bunyi yang perlu diperhatikan :
Nada berhubungan dengan frekuensi tinggi rendahnya getaran.
Kerasnya (intensitas), berhubungan dengan ampitudo gelombang suara.
Kualitas bunyi dihubungkan dengan timbre yaitu jumlah nada dasar dengan bermacam-macam jenis vibrasi bunyi yang menjadi komponen-komponen bunyi yang terdengar. Selain bunyi jantung pada auskultasi dapat juga terdengar bunyi akibat kejadian hemodemanik darah yang dikenal sebagai desiran atau bising jantung (cardiac murmur) (http://medlinux.blogspot.com, 2008).
Bunyi Jantung
Bunyi jantung adalah suara yang dihasilkan dari denyutan jantung dan aliran darah yang melewatinya. Disebut juga denyut jantung. Untuk memeriksanya digunakan stetoskop.Bunyi jantung dibagi menjadi bunyi jantung normal dan patologis yang mengindikasikan suatu penyakit. Bunyi jantung dikenali sebagai lub dan dub secara bergantian. Bunyi murmur dihasilkan oleh turbulensi aliran darah di jantung. Stenosis merupakan penyebab dari turbulensi tersebut. Insufisiensi katup menyebabkan aliran darah berbalik dan bertabrakan dengan aliran yang berlawanan arah. Pada keadaan ini, murmur akan terdengar menjadi bagian dari tiap siklus jantung (www.wikipedia.co.id, 2008).
Ketika stetoskop ditempatkan pada daerah yang berbeda dari jantung, maka akan terdengar 4 bunyi jantung yang bisa terdengar . respon dari gelombang bunyi dari bunyi jantung termasuk bunyi abnormal seperti murmurs) diciptakan oleh dorongan vibrasi dari penutupan katup, katup terbuka secara abnormal, vibrasi pada ruang ventrikuler, ketegangan otot jantung, dan turbuensi atau aliran darah abnormal yang melewati katup atau melewati antara ruang jantung.
Dasar dari bunyi jantung adalah bunyi pertama dan bunyi kedua, biasa disingkat sebagai S1 dan S2. S1 disebabkan oleh penutupan dari katup mitral dan katup trikuspidalis pada fase kontraksi isovoumetrik. Faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas BJ I yaitu:
1. Kekuatan dan kecepatan kontraksi otot ventrikel, Makin kuat dan cepat makin keras bunyinya.
2. Posisi daun katup atrio-ventrikular pada saat sebelum kontraksi ventrikel. Makin dekat terhadap posisi tertutup makin kecil kesempatan akselerasi darah yang keluar dari ventrikel, dan makin pelan terdengarnya BJ I dan sebaliknya makin lebar terbukanya katup atrioventrikuler sebelum kontraksi, makin keras BJ I, karena akselerasi darah dan gerakan katup lebih cepat.
3. Jarak jantung terhadap dinding dada. Pada pasien dengan dada kurus BJ lebih keras terdengar dibandingkan pasien gemuk dengan BJ yang terdengar lebih lemah. Demikian juga pada pasien emfisema pulmonum BJ terdengar lebih lemah. Bunyi jantung I yang mengeras dapat terjadi pada stenosisis mitral.
S2 disebabkan karena pentupan katup aorta dan katup pomonal pada fase relaksasi isovolumetrik. Terjadinya split S2 merupakan keadaan fisiologi karena penutupan katup aorta lebih dahulu dibandingkan katup pulmonalis. Split tidak terjadi pada durasi yang tetap. Split s2 tergantung pada pernapasan, postur tubuh, dan kondisi patologis tertentu (http://pagead2.googlesyndication.com, 2008).
Bunyi jantung 3 (S3), ketika didengar, terdengar lebih jelas pada pada saat pengisian ventrikel. Bunyi ini normal pada bayi, tapi ketika didengarr pada orang dewasa, sering dihubungkan dengan dilasi ventrikel seperti ditemukan pada kegagalan ventrikel (http://pagead2.googlesyndication.com, 2008).
Bunyi jantung 4 (S4), terdengar, karena vibrasi dari dinding ventrikel selama kontraksi atrium. Bunyi ini biasanya dihubungkan dengan penegangan ventrikel, dan dan oleh karena itu bunyi ini terdengar pada pasien hipertropi ventrikel, miokardi iskemia, atau pada orang tua. Selain dari bunyi keempat jantung tersebut, yaitu bunyi lainnya seperti bunyi murmurs juga dapat didengar (http://pagead2.googlesyndication.com, 2008).
Bising (desir) jantung (cardiac murmur) ialah bunyi desiran yang terdengar memanjang, yang timbul akibat vibrasi darah turbulen yang abnormal (Moehadsjah, 2001).
Bunyi Jantung Abnormal
Irama derap (gallop rhytmh)
Istilah irama derap digunakan untuk bunyi jantung rangkap tiga yang menyerupai derap lari seekor kuda. Irama derap disebabkan adanya satu atau lebih bunyi ekstra. Penting untuk membedakan apakah bunyi ekstra terjadi pada saat sistole atau diastole. Irama derap protodiastolik terdiri atas bunyi jantung I, II, III. Irama derap presistolik terdiri atas bunyi jantung IV, I, II. Bila terdiri atas bunyi jantung III dan IV disebut irama derap sumasi. Irama derap pada neonatus menunjukkan adanya gagal jantung, juga ditemukan pada miokarditis mitral (Lande, 2008).
Opening Snap
Ada dua jenis yakni yang dijumpai pada stenosis mitral dan pada stenosis trikuspid. Opening snap katup mitral terjadi akibat pembukaan valvula mitral yang stenotik pada saat pengisian ventrikel di awal diastole. Opening snap katup trikuspid timbul karena pembukaan katup trikuspid yang stenotik pada awal diastole ventrikel. Yang lebih bernilai untuk diagnostik ialah opening snap katup mitral. Opening snap tidak terdapat pada anak, hanya pada orang dewasa mitral (Lande, 2008).
Klik
Klik ialah bunyi detakan pendek bernada tinggi. Klik ejeksi sistole dini terdengar segera sesudah bunyi jantung I. Nadanya lebih tinggi daripada bunyi jantung I. Klik ejeksi disebabkan oleh dilatasi aorta dan a.pulmonal secara tibatiba. Klik ejeksi sistolik pulmonal yang terdengar pada bagian bawah jantung terdapat pada hipertensi pulmonal, stenosis pulmonal, dilatasi a.pulmonal sedangkan ejeksi sistolik aorta yang terdengar pada semua permukaan jantung ditemukan pada koarktatio aorta, stenosis aorta, insufisiensi aorta dan hipertensi sistemik. Dapat didengar pada batas kiri sternum. Klik middiastolik dijumpai pada prolapsus katup mitral (Lande, 2008).
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
III.1 Alat
Alat yang dibutuhkan untuk melakukan percobaan ini adalah stetoskop.
III.2 Cara Kerja
1. Inspeksi (pemeriksaan pandang)
Perhatikan posisi dari denyut apeks jantung dan nyatkan titik terendah dan terluar dari pada pulsasi jantung maksimal. Biasanya ini terletak pada ICS 5 kiri sternum.
2. Palpasi (periksaan raba)
Rabalah dengan jari-jari pada daerah apeks dan rasakanlah dorongan dari apeks selama systole-ventrikel.
3. Perkusi ( perikasa ketuk)
Letakanlah jari telunjuk tangan kiri pada dinding toraks dan ketuklah dengan jari tengah tangan kanan. Mula-mula jari telunjuk tangan kiri diletakan diatas daerah paru-paru kemudian sambil mengetuk, pindahkanlah jari tersebut menuju ke daerah jantung. Perhatikan saat terjadinya perubahan dari bunyi ketukan yang terdengar dan berilanh tanda pada tempat tersebut.
4. Auskulatasi ( periksa dengar)
Suara jantung pertama (S1)
Letakkan stetoskop pada dada yaitu pada ruang interkostal V sebelah kiri sternum di atas apeks jantung. Pada tenpat ini S1 terdengar sangat jelas dengan intensitas yang maksimum.
Suara jantung kedua (S2)
Letakkan stetoskop pada ruang interkostal II sebelah kanan sternum. Disini paling jelas terdengar S2. pada daerah pulmonar (pinggir kiri sternum bagian atas) normal dapat didengar dua komponen S2 (suara kedua yang terpisah). Pemisahan (splitting) dari S2 ini menjadi lebih besar (lebih jelas) pada waktu inspirasi. Letakkan stetoskop pada pinggir kiri sternum bagian atas dan dengarkan apakan terjadi pemisahan S2 pada waktu inspirasi dalam.
Suara jantung ketiga (S3)
Letakkan stetoskop pada apeks jantung 9interkosta V kiri) dan dengarkan ada tidaknya S3 sesudah S2. Untuk memperjelas S3 tinggikanlah tungkai orang coba atau mintalah orang coba untuk melakukan kegiatan sebentar.
Suara jantung keempat (S4)
Normal suara ini tidak terdengar dengan stetoskop kecuali pada keadaan patologis. S4 ini terjadi akibat kontraksi atrium yang menyebabkan darah masuk dalam ke dalam ventrikel dengan cepat
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil
Dari percobaan yang telah dilakukan pada orang coba atas nama Syahrul diperoleh hasil:
a. Keadaan umum (inspeksi) : tampak sehat , skleranya normal, tidak terdapat edem.
Thoraks : bentuknya simetris, tidak terdapat penonjolan maupun bekas luka, inspirasin dan ekspirasi normal.
b. Palpasi, perabaan pada daerah apeks jantung dengan menggunakan telapak tangan tengah diperoleh hasil: gaya dorong jantung normal dan daerah pulsasi tidak menunjukkan tanda-tanda abnormal.
c. Perkusi jantung menghasilkan bunyi pekak relatif
Batas atas : bunyi sonor ke pekak relative (batas atas paru-basis jantung), Intercostalis II
Batas bawah : bunyi pekak relatif menjadi pekak (batas jantung bawah dengan hati), Intercostalis V
Batas kanan : perkusi kearah medial, terdengar perubahan bunyi dari dari sonor ke pekak relative (batas paru dengan jantung kanan), Linea Parastenalis Dekstra
Batas kiri : perkusi dari linea midaksila kearah media, terdengar perubahan bunyi dari sonor ke pekak relatif (batas paru kriri dengan jantung kiri), linea midclavikula.
d. Auskultasi
Mendengarkan bunyi jantung dengan menggunakan stetoskop.
S1 : pada ruang ICS V sebelah kiri sternum (apeks), dapat terdengar jelas dengan intensitas maksimum.
S2 : pada ruang ICS II sebelah kanan sternum (basal) dapat terdengar dengan jelas. Terdapat dua komponen S2 yang dapt terdengar jelas, yang pertama yaitu karena disebabkan penutupan katup aorta dan yang kedua yaitu akibat dari penutupan katup pumonalis. Suara ini dapat terdengar jelas pada saat orang coba melakukan inspirasi dalam.
S3 : tidak terdengar jelas.
S4 : tidak terdengar.
IV.2 Pembahasan
Pemeriksaan fisis jantung dpat dilakukan dengan 4 cara. Cara tersebut yaitu dengan melakukan inspeksi (pemeriksaan dengan melihat), palpasi (pemeriksaan dengan meraba), perkusi (pemeriksaan dengan mengetuk), dan auskultasi (pemeriksaan dengan mendengar bunyi jantung). Pemeriksaan dengan keempat cara ini dilakukan untuk mengetahui letak apeks jantung, batas-batas jantung, dan bunyi yang dihasilkan jantung pada saat beraktivitas pada satu siklus jantung.
Inspeksi dilakukan pada orang coba untuk melihat keadaan keseluruhan daerah jantung jika dilihat dari luar seperti pucat atau tidaknya orang coba, pergerakan dada simetris atau tidak, dan memperhatikan posisi dari denyut apeks jantung, Memperhatikan bentuk prekordial apakah normal, mengalami depresi atau ada penonjolan asimetris yang disebabkan pembesaran jantung sejak kecil. Hipertropi dan dilatasi ventrikel kiri dan kanan dapat terjadi akibat kelainan kongenital.. Berdasarkan percobaan yang dilakukan, tidak terihat kelainan dari pemeriksaan inspeksi ini .
Garis anatomis pada permukaan badan yang penting dalam melakukan pemeriksaan dada adalah:
o Garis tengah sternal (mid sternal line/MSL)
o Garis tengah klavikula (mid clavicular line/MCL)
o Garis anterior aksilar (anterior axillary line/AAL)
o Garis parasternal kiri dan kanan (para sterna line/PSL)
Palpasi dilakukan dengan meraba daerah permukaan kulit daerah jantung untuk merasakan denyut jantung pada daerah jantung dan meraskan gaya dorong dari apeks tersebut. Selain itu, palpasi dilakukan untuk mengetahui adanya hipertropi dan dilatasi ventrikel kiri dan kanan yang dapat terjadi karena kelainan kongenital. Biasanya, jika terdapat dinding dada yang tebal atau emfiisemia pulmonum, impuls jantung hanya dapat teraba jika pasien duduk tegak atau membungkuk ke depan. Akan tetapi pada orang yang mengalami obesitas terkadang sulit untuk melihat dan meraba iktus kordiks. Pada insufisiensi aorta dan mitral, jika ventrikel harus bekerja melawan resistensi yang rendah, impuls apeks tersebut juga kuat, tetap mempunyai amplitude yang lebih besar dan lebih mendadak serta lebih hidup. Dalam percobaan ini, denyut jantung daerah apeks dari orang coba dapat dirasakan dan tidak terdapat keainan seperti hipertropi atau kelainan denyut jantung.
Setelah pemeriksaan inspeksi dan palpasi kemudian dilakukan pemeriksaan dengan perkusi yang bertujuan untuk mengetahui letak dan batas-batas dari jantung dengan mendengarkan bunyi yang dihasilkan. Pada keadaan normal jantung mempunyai bunyi pekak relative karena selain jantung merupakan padatan jantung juga mempunyai rongga dan cairan. Sebelum melakukan perkusi, pemeriksa terlebih dahulu menetapkan ICS II dan ICS V.
Setelah ketiga pemeriksaan diatas, orang coba kemudian diperiksa dengan auskultasi aitu mendengar bunti jantung dengan menggunakan stetoskop. Dengan auskultasi, keadaan fisiologis jantung dapat diketahui utamanya pada bunyi yang dihasilkan. Terdapat 4 bunti jantung dan yang dapat didengar melaui stetoskop adalah bunyi jantung 1 dan bunti jantung 2. Bunyi jantung 3 terdengar lemah atau bahkan tidak terdengar dan secara fisioogis dapat terdengar jelas setelah melakukan aktivitas berat seperti olah raga. Bunyi jantung 4 hanya terdengar pada keadaan patologis.
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari percobaan ini adalah:
1. Pemeriksaan fisis jantung dapat dilakukan dengan empat cara yaitu inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
2. Inspeksi dilakukan memperhtikan posisi denyut dari apeks jantung.
3. Letak apeks jantung dapat ditentukan dengan cara inspeksi dan palpasi, apeks jantung terletak di bagian kiri ICS V. Selain itu, papasi dilakukan untuk merasakan seberapa besar gaya dorong jantung.
4. Batas-batas jantung dapat ditentukan dengan cara perkusi. Batas jantung bagian atas di ICS II, bagian bawah di ICS V, bagian kiri di linea mediaklavikularis sinsitra, dan bagian kanan pada linea parasternalis dextra.
5. Stetoskop digunakan untuk auskultasi yaitu mendengar bunyi jantung. Bunyi yang dapat didengar adalah bunyi jantung I dan II, sedangkan bunyi jantung III tidak dapat terdengar, dan tidak terdengar bunyi jantung IV. Bunyi jantung IV hanya tertedengar dalam keadaan patologis.
V.2 Saran
a. Saran untuk laboraturium
Sebaiknnya dalam melakukan praktikum harus dilengkapi alat-alat laboratorium yang akan digunakan pada saat praktek dan sebelum masuk laboraturium harus bersih.
b. Saran untuk asisten
Sebelum masuk laboraturium asisten suda mempersiapkan alat-alat peraktikum.
DAFTAR PUSTAKA
Guyton and Hall. 2000. Medical Physiology. W.B.Saunders Company : NewYork
Lande, Rante dan J.M. Ch. Pelupessy , ___, Bunyi Jantung, Cermin dunia Kedokteran, www.google.com, diakses pada tanggal 2 November 2008.
Moehadsjah, O. K. dkk. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Jilid I. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Rogers, James. 2000. Cardiovascular Physiology.
http://www.nda.ox.ac.uk, diakses pada tanggal 2 November 2008.
Bianco, Carl. 2000. How Your Heart Works.
www.howstuffworks.com, diakses pada tanggal 6 November 2008
Wikipedia Indinesia. 2008. Jantung.
http://id.wikipedia.org, diakses pada tanggal 2 november 2008.
Medicine and linux. 2008. Pemeriksaan Jantung.
http://medlinux.blogspot.com, diakses pada tanggal 6 november 2008
Ph.D, Klabunde, Richard. 2007. Cardiovascular Physiology Concepts.
http://www.cvphysiology.com, diakses pada tanggal 6 November 2008.
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Jantung (bahasa latin, cor) adalah sebuah rongga, organ berotot yang memompa darah lewat pembuluh darah oleh kontraksi berirama yang berulang. Istilah kardiak berarti berhubungan dengan jantung, dari Yunani cardia untuk jantung.Ukuran jantung manusia kurang lebih sebesar kepalan tangan seorang laki-laki dewasa. Jantung adalah satu otot tunggal yang terdiri dari lapisan endothelium. Jantung terletak di dalam rongga thoracic, di balik tulang dada/sternum. Struktur jantung berbelok ke bawah dan sedikit ke arah kiri.
Dalam proses perkembangannya, makhluk hidup sangat tergantung pada berfungsinya system kardiovaskuler secara optimal, dan kelainan yang terjadi pada sistim ini akan menyebabkan konsekuensi klinik yang serius. Jantung sangant berperan penting bagi kehidupan manusia karena jantung memiliki fungsi vital yaitu untuk memompakan darah ke seluruh tubuh atau jaringan tubuh. Darah yang dipompa mengantarkan nutrisi dan O2 ke jaringan untuk kealngsungan hidupnya, sehingga jaringan dapat hidup dan menjalankan fungsi sebagaimana mestinya.
Melihat betapa pentingnya pernan jantung tersebut, kita perlu mempeajari tata car pemerikasaan jantung secara sederhana untuk setidaknya mengetahui kelainan-kelainan yang mungkin terjadi dari pemeriksaan ini. Dalam percobaan ini akan dilakukan pemeriksaan fisis jantung untuk mengetahui letak apeks, batas-batas jantung, dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
I.2 Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah :
1. Untuk mempelajari 4 cara pemeriksaan fisis jantung
2. Untuk menentukan posisi daripada apeks jantung
3. Untuk menentukan batas-batas jantung
4. Untuk mempelajari suara-suara yang ditimbulkan oleh aktifitas jantung selama
siklus jantung.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sistem kardiovaskuler terdiri dari jantung dan dua sistem veaskuler, sirkulasi sistemik dan sirkulasi pulmonalis. Jantung selanjutnya memompa darah ke kedua sistem vastikuler – sirkulasi tekanan pulmonalis lambat dimana disini terjadi pertukaran gas, dan kemudian sirkulasi sistemik, dimana darah dialirkan ke setiap organ, sesuai suplai dari permintaan metabolisme. Tekanan darah dan aliran darah berperan penting untuk mengontrol melalui nervus autonomi sistem. Dan juga berpengaruh pada pembedahan dan anatesi obat.pengetahuan yang baik tentang fisiologi kardiovaskuler merupakan kebutuhan untuk anastesi praktis yang baik (benar) (http://www.nda.ox.ac.uk, 2008).
Setiap orang tahu bahwa jantung merupakan organ vital. Kita tidak bisa hidup tanpa jantung. Bagaimanapun, jantung hanyalah sebuah pompa. Kompleks dan penting, tapi hanyalah sebuah pompa. Seperti dengan pompa-pompa yang lain jantung bisa menjadi tersumbat, kerja menurun dan membutuhkan perbaikan (adaptasi\0. Ini menjadi alasan mengapa kita perlu mengetahui tentang bagaimana keja jantung. Dengan sedikit pengetahuan tentang jantung kita dan mana yang baik dan mana yang sebaiknya atau yang buruk untuk jantung ,kama bias setidaknya sedikit mengurangi bahaya dari penyakit jantung (www.houstuffwork.com,2008)
Peristiwa yang terjadi pada jantung berawal dari permulaan sebuah denyut jantung berikutnya disebut siklus jantung. Setiap siklus diawali oleh pembentukan potensial aksi yang spontan di dalam nodus sinus. Nodus ini terletak pada dinding lateral superior atrium kanan dekat tempat masuk vena kava superior , dan potensial aksi menjalar dari sini dengan kecepatan tinggi melalui kedua atrium dan kemudian melalui berkas AV ke ventrikel. Karena terdapat pengaturan khusus dalam sistem konduksi dari atrium menuju ke ventrikel, ditemukan keterlambatan selama lebih dati 0,1 detik ketika impuls jantung dihantarkan dari atrium ke ventrikel. Keadaan ini akan menyebabkan atrium akan berkontraksi mendahului kontraksi ventrikel, sehingga akan memompakan darah ke dalam ventrikel sebelum erjadi kontraksi atrium yang kuat. Jadi, atrium itu bekerja sebagai pompa pendahulu bagi ventrikel, dan ventrikel selanjutnya akan menyediakan sumber kekuatan utama untuk memompakan darah ke sistem pembuluh darah tubuh (Guyton, 2000).
Pada saat berdenyut, setiap ruang jantung mengendur dan terisi darah (disebut diastol). Selanjutnya jantung berkontraksi dan memompa darah keluar dari ruang jantung (disebut sistol). Kedua serambi mengendur dan berkontraksi secara bersamaan, dan kedua bilik juga mengendur dan berkontraksi secara bersamaan. Darah yang kehabisan oksigen dan mengandung banyak karbondioksida (darah kotor) dari seluruh tubuh mengalir melalui dua vena berbesar (vena kava) menuju ke dalam serambi kanan. Setelah atrium kanan terisi darah, dia akan mendorong darah ke dalam bilik kanan. Darah dari bilik kanan akan dipompa melalui katup pulmoner ke dalam arteri pulmonalis, menuju ke paru-paru. Darah akan mengalir melalui pembuluh yang sangat kecil (kapiler) yang mengelilingi kantong udara di paru-paru, menyerap oksigen dan melepaskan karbondioksida yang selanjutnya dihembuskan. Darah yang kaya akan oksigen (darah bersih) mengalir di dalam vena pulmonalis menuju ke serambi kiri. Peredaran darah di antara bagian kanan jantung, paru-paru dan atrium kiri disebut sirkulasi pulmoner. Darah dalam serambi kiri akan didorong menuju bilik kiri, yang selanjutnya akan memompa darah bersih ini melewati katup aorta masuk ke dalam aorta (arteri terbesar dalam tubuh). Darah kaya oksigen ini disediakan untuk seluruh tubuh, kecuali paru-paru (http://id.wikipedia.org, 2008).
Pemeriksaan Jantung
Inspeksi
Dilakukan inspeksi pada prekordial penderita yang berbaring terlentang atau dalam posisi sedikit dekubitus lateral kiri karena apek kadang sulit ditemukan misalnya pada stenosis mitral. dan pemeriksa berdiri disebelah kanan penderita.
Memperhatikan bentuk prekordial apakah normal, mengalami depresi atau ada penonjolan asimetris yang disebabkan pembesaran jantung sejak kecil. Hipertropi dan dilatasi ventrikel kiri dan kanan dapat terjadi akibat kelainan kongenital.
Mencari pungtum maksimum, Inspirasi dalam dapat mengakibatkan paru-paru menutupi jantung, sehingga pungtum maksimimnya menghilang, suatu variasi yang khususnya ditemukan pada penderita emfisema paru. Oleh kerena itu menghilangnya pungtum maksimum pada inspirasi tidak berarti bahwa jantung tidak bergerak bebas. Pembesaran ventrikel kiri akan menggeser pungtum maksimum kearah kiri, sehingga akan berada diluar garis midklavikula dan kebawah. Efusi pleura kanan akan memindahkan pungtum maksimum ke aksila kiri sedangkan efusi pleura kiri akan menggeser kekanan. Perlekatan pleura, tumor mediastinum, atelektasis dan pneumotoraks akan menyebabkan terjadi pemindahan yang sama. Kecepatan denyut jantung juga diperhatikan,demam meningkat pada berbagai keadaan seperti hipertiroidisme, anemia, demam (http://medlinux.blogspot.com, 2008).
Palpasi
Pada palpasi jantung, telapak tangan diletakkan diatas prekordium dan dilakukan perabaan diatas iktus kordis (apical impulse) Lokasi point of masksimal impulse , normal terletak pada ruang sela iga (RSI) V kira-kira 1 jari medial dari garis midklavikular (medial dari apeks anatomis). Pada bentuk dada yang panjang dan gepeng, iktus kordis terdapat pada RSI VI medial dari garis midklavikular, sedang pada bentuk dada yang lebih pendek lebar, letak iktus kordis agak ke lateral. Pada keadaan normal lebar iktus kordis yang teraba adalah 1-2 cm2
Bila kekuatan volum dan kualitas jantung meningkat maka terjadi systolic lift, systolic heaving, dan dalam keadaan ini daerah iktus kordis akan teraba lebih melebar. Getaranan bising yang ditimbulkan dapat teraba misalnya pada Duktus Arteriosis Persisten (DAP) kecil berupa getaran bising di sela iga kiri sternum(http://medlinux.blogspot.com, 2008).
Perkusi Jantung
Cara perkusi
Batas atau tepi kiri pekak jantung yang normal terletak pada ruang interkostal III/IV pada garis parasternal kiri pekak jantung relatif dan pekak jantung absolut perlu dicari untuk menentukan gambaran besarnya jantung. Pada kardiomegali, batas pekak jantung melebar kekiri dan ke kanan. Dilatasi ventrikel kiri menyebabkan apeks kordis bergeser ke lateral-bawah. Pinggang jantung merupakan batas pekak jantung pada RSI III pada garis parasternal kiri.
Kardiomegali dapat dijumpai pada atlit, gagal jantung, hipertensi, penyakit jantung koroner, infark miokard akut, perikarditis, kardiomiopati, miokarditis, regurgitasi tricuspid, insufisiensi aorta, ventrikel septal defect sedang, tirotoksikosis, Hipertrofi atrium kiri menyebabkan pinggang jantung merata atau menonjol kearah lateral. Pada hipertrofi ventrikel kanan, batas pekak jantung melebar ke lateral kanan dan/atau ke kiri atas. Pada perikarditis pekat jantung absolut melebar ke kanan dan ke kiri. Pada emfisema paru, pekak jantung mengecil bahkan dapat menghilang pada emfisema paru yang berat, sehingga batas jantung dalam keadaan tersebut sukar ditentukan (http://medlinux.blogspot.com, 2008).
Auskultasi Jantung
Auskultasi ialah merupakan cara pemeriksaan dengan mendengar bunyi akibat vibrasi (getaran suara) yang ditimbulkan karena kejadian dan kegiatan jantung dan kejadian hemodemanik darah dalam jantung.
Alat yang digunakan ialah stetoskop yang terdiri atas earpiece, tubing dan chespiece. Macam-macam ches piece yaitu bowel type dengan membran, digunakan terutama untuk mendengar bunyi dengan frekuensi nada yang tinggi; bel type, digunakan untuk mendengar bunyi-bunyi dengan frekuensi yang lebih rendah.
Beberapa aspek bunyi yang perlu diperhatikan :
Nada berhubungan dengan frekuensi tinggi rendahnya getaran.
Kerasnya (intensitas), berhubungan dengan ampitudo gelombang suara.
Kualitas bunyi dihubungkan dengan timbre yaitu jumlah nada dasar dengan bermacam-macam jenis vibrasi bunyi yang menjadi komponen-komponen bunyi yang terdengar. Selain bunyi jantung pada auskultasi dapat juga terdengar bunyi akibat kejadian hemodemanik darah yang dikenal sebagai desiran atau bising jantung (cardiac murmur) (http://medlinux.blogspot.com, 2008).
Bunyi Jantung
Bunyi jantung adalah suara yang dihasilkan dari denyutan jantung dan aliran darah yang melewatinya. Disebut juga denyut jantung. Untuk memeriksanya digunakan stetoskop.Bunyi jantung dibagi menjadi bunyi jantung normal dan patologis yang mengindikasikan suatu penyakit. Bunyi jantung dikenali sebagai lub dan dub secara bergantian. Bunyi murmur dihasilkan oleh turbulensi aliran darah di jantung. Stenosis merupakan penyebab dari turbulensi tersebut. Insufisiensi katup menyebabkan aliran darah berbalik dan bertabrakan dengan aliran yang berlawanan arah. Pada keadaan ini, murmur akan terdengar menjadi bagian dari tiap siklus jantung (www.wikipedia.co.id, 2008).
Ketika stetoskop ditempatkan pada daerah yang berbeda dari jantung, maka akan terdengar 4 bunyi jantung yang bisa terdengar . respon dari gelombang bunyi dari bunyi jantung termasuk bunyi abnormal seperti murmurs) diciptakan oleh dorongan vibrasi dari penutupan katup, katup terbuka secara abnormal, vibrasi pada ruang ventrikuler, ketegangan otot jantung, dan turbuensi atau aliran darah abnormal yang melewati katup atau melewati antara ruang jantung.
Dasar dari bunyi jantung adalah bunyi pertama dan bunyi kedua, biasa disingkat sebagai S1 dan S2. S1 disebabkan oleh penutupan dari katup mitral dan katup trikuspidalis pada fase kontraksi isovoumetrik. Faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas BJ I yaitu:
1. Kekuatan dan kecepatan kontraksi otot ventrikel, Makin kuat dan cepat makin keras bunyinya.
2. Posisi daun katup atrio-ventrikular pada saat sebelum kontraksi ventrikel. Makin dekat terhadap posisi tertutup makin kecil kesempatan akselerasi darah yang keluar dari ventrikel, dan makin pelan terdengarnya BJ I dan sebaliknya makin lebar terbukanya katup atrioventrikuler sebelum kontraksi, makin keras BJ I, karena akselerasi darah dan gerakan katup lebih cepat.
3. Jarak jantung terhadap dinding dada. Pada pasien dengan dada kurus BJ lebih keras terdengar dibandingkan pasien gemuk dengan BJ yang terdengar lebih lemah. Demikian juga pada pasien emfisema pulmonum BJ terdengar lebih lemah. Bunyi jantung I yang mengeras dapat terjadi pada stenosisis mitral.
S2 disebabkan karena pentupan katup aorta dan katup pomonal pada fase relaksasi isovolumetrik. Terjadinya split S2 merupakan keadaan fisiologi karena penutupan katup aorta lebih dahulu dibandingkan katup pulmonalis. Split tidak terjadi pada durasi yang tetap. Split s2 tergantung pada pernapasan, postur tubuh, dan kondisi patologis tertentu (http://pagead2.googlesyndication.com, 2008).
Bunyi jantung 3 (S3), ketika didengar, terdengar lebih jelas pada pada saat pengisian ventrikel. Bunyi ini normal pada bayi, tapi ketika didengarr pada orang dewasa, sering dihubungkan dengan dilasi ventrikel seperti ditemukan pada kegagalan ventrikel (http://pagead2.googlesyndication.com, 2008).
Bunyi jantung 4 (S4), terdengar, karena vibrasi dari dinding ventrikel selama kontraksi atrium. Bunyi ini biasanya dihubungkan dengan penegangan ventrikel, dan dan oleh karena itu bunyi ini terdengar pada pasien hipertropi ventrikel, miokardi iskemia, atau pada orang tua. Selain dari bunyi keempat jantung tersebut, yaitu bunyi lainnya seperti bunyi murmurs juga dapat didengar (http://pagead2.googlesyndication.com, 2008).
Bising (desir) jantung (cardiac murmur) ialah bunyi desiran yang terdengar memanjang, yang timbul akibat vibrasi darah turbulen yang abnormal (Moehadsjah, 2001).
Bunyi Jantung Abnormal
Irama derap (gallop rhytmh)
Istilah irama derap digunakan untuk bunyi jantung rangkap tiga yang menyerupai derap lari seekor kuda. Irama derap disebabkan adanya satu atau lebih bunyi ekstra. Penting untuk membedakan apakah bunyi ekstra terjadi pada saat sistole atau diastole. Irama derap protodiastolik terdiri atas bunyi jantung I, II, III. Irama derap presistolik terdiri atas bunyi jantung IV, I, II. Bila terdiri atas bunyi jantung III dan IV disebut irama derap sumasi. Irama derap pada neonatus menunjukkan adanya gagal jantung, juga ditemukan pada miokarditis mitral (Lande, 2008).
Opening Snap
Ada dua jenis yakni yang dijumpai pada stenosis mitral dan pada stenosis trikuspid. Opening snap katup mitral terjadi akibat pembukaan valvula mitral yang stenotik pada saat pengisian ventrikel di awal diastole. Opening snap katup trikuspid timbul karena pembukaan katup trikuspid yang stenotik pada awal diastole ventrikel. Yang lebih bernilai untuk diagnostik ialah opening snap katup mitral. Opening snap tidak terdapat pada anak, hanya pada orang dewasa mitral (Lande, 2008).
Klik
Klik ialah bunyi detakan pendek bernada tinggi. Klik ejeksi sistole dini terdengar segera sesudah bunyi jantung I. Nadanya lebih tinggi daripada bunyi jantung I. Klik ejeksi disebabkan oleh dilatasi aorta dan a.pulmonal secara tibatiba. Klik ejeksi sistolik pulmonal yang terdengar pada bagian bawah jantung terdapat pada hipertensi pulmonal, stenosis pulmonal, dilatasi a.pulmonal sedangkan ejeksi sistolik aorta yang terdengar pada semua permukaan jantung ditemukan pada koarktatio aorta, stenosis aorta, insufisiensi aorta dan hipertensi sistemik. Dapat didengar pada batas kiri sternum. Klik middiastolik dijumpai pada prolapsus katup mitral (Lande, 2008).
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
III.1 Alat
Alat yang dibutuhkan untuk melakukan percobaan ini adalah stetoskop.
III.2 Cara Kerja
1. Inspeksi (pemeriksaan pandang)
Perhatikan posisi dari denyut apeks jantung dan nyatkan titik terendah dan terluar dari pada pulsasi jantung maksimal. Biasanya ini terletak pada ICS 5 kiri sternum.
2. Palpasi (periksaan raba)
Rabalah dengan jari-jari pada daerah apeks dan rasakanlah dorongan dari apeks selama systole-ventrikel.
3. Perkusi ( perikasa ketuk)
Letakanlah jari telunjuk tangan kiri pada dinding toraks dan ketuklah dengan jari tengah tangan kanan. Mula-mula jari telunjuk tangan kiri diletakan diatas daerah paru-paru kemudian sambil mengetuk, pindahkanlah jari tersebut menuju ke daerah jantung. Perhatikan saat terjadinya perubahan dari bunyi ketukan yang terdengar dan berilanh tanda pada tempat tersebut.
4. Auskulatasi ( periksa dengar)
Suara jantung pertama (S1)
Letakkan stetoskop pada dada yaitu pada ruang interkostal V sebelah kiri sternum di atas apeks jantung. Pada tenpat ini S1 terdengar sangat jelas dengan intensitas yang maksimum.
Suara jantung kedua (S2)
Letakkan stetoskop pada ruang interkostal II sebelah kanan sternum. Disini paling jelas terdengar S2. pada daerah pulmonar (pinggir kiri sternum bagian atas) normal dapat didengar dua komponen S2 (suara kedua yang terpisah). Pemisahan (splitting) dari S2 ini menjadi lebih besar (lebih jelas) pada waktu inspirasi. Letakkan stetoskop pada pinggir kiri sternum bagian atas dan dengarkan apakan terjadi pemisahan S2 pada waktu inspirasi dalam.
Suara jantung ketiga (S3)
Letakkan stetoskop pada apeks jantung 9interkosta V kiri) dan dengarkan ada tidaknya S3 sesudah S2. Untuk memperjelas S3 tinggikanlah tungkai orang coba atau mintalah orang coba untuk melakukan kegiatan sebentar.
Suara jantung keempat (S4)
Normal suara ini tidak terdengar dengan stetoskop kecuali pada keadaan patologis. S4 ini terjadi akibat kontraksi atrium yang menyebabkan darah masuk dalam ke dalam ventrikel dengan cepat
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil
Dari percobaan yang telah dilakukan pada orang coba atas nama Syahrul diperoleh hasil:
a. Keadaan umum (inspeksi) : tampak sehat , skleranya normal, tidak terdapat edem.
Thoraks : bentuknya simetris, tidak terdapat penonjolan maupun bekas luka, inspirasin dan ekspirasi normal.
b. Palpasi, perabaan pada daerah apeks jantung dengan menggunakan telapak tangan tengah diperoleh hasil: gaya dorong jantung normal dan daerah pulsasi tidak menunjukkan tanda-tanda abnormal.
c. Perkusi jantung menghasilkan bunyi pekak relatif
Batas atas : bunyi sonor ke pekak relative (batas atas paru-basis jantung), Intercostalis II
Batas bawah : bunyi pekak relatif menjadi pekak (batas jantung bawah dengan hati), Intercostalis V
Batas kanan : perkusi kearah medial, terdengar perubahan bunyi dari dari sonor ke pekak relative (batas paru dengan jantung kanan), Linea Parastenalis Dekstra
Batas kiri : perkusi dari linea midaksila kearah media, terdengar perubahan bunyi dari sonor ke pekak relatif (batas paru kriri dengan jantung kiri), linea midclavikula.
d. Auskultasi
Mendengarkan bunyi jantung dengan menggunakan stetoskop.
S1 : pada ruang ICS V sebelah kiri sternum (apeks), dapat terdengar jelas dengan intensitas maksimum.
S2 : pada ruang ICS II sebelah kanan sternum (basal) dapat terdengar dengan jelas. Terdapat dua komponen S2 yang dapt terdengar jelas, yang pertama yaitu karena disebabkan penutupan katup aorta dan yang kedua yaitu akibat dari penutupan katup pumonalis. Suara ini dapat terdengar jelas pada saat orang coba melakukan inspirasi dalam.
S3 : tidak terdengar jelas.
S4 : tidak terdengar.
IV.2 Pembahasan
Pemeriksaan fisis jantung dpat dilakukan dengan 4 cara. Cara tersebut yaitu dengan melakukan inspeksi (pemeriksaan dengan melihat), palpasi (pemeriksaan dengan meraba), perkusi (pemeriksaan dengan mengetuk), dan auskultasi (pemeriksaan dengan mendengar bunyi jantung). Pemeriksaan dengan keempat cara ini dilakukan untuk mengetahui letak apeks jantung, batas-batas jantung, dan bunyi yang dihasilkan jantung pada saat beraktivitas pada satu siklus jantung.
Inspeksi dilakukan pada orang coba untuk melihat keadaan keseluruhan daerah jantung jika dilihat dari luar seperti pucat atau tidaknya orang coba, pergerakan dada simetris atau tidak, dan memperhatikan posisi dari denyut apeks jantung, Memperhatikan bentuk prekordial apakah normal, mengalami depresi atau ada penonjolan asimetris yang disebabkan pembesaran jantung sejak kecil. Hipertropi dan dilatasi ventrikel kiri dan kanan dapat terjadi akibat kelainan kongenital.. Berdasarkan percobaan yang dilakukan, tidak terihat kelainan dari pemeriksaan inspeksi ini .
Garis anatomis pada permukaan badan yang penting dalam melakukan pemeriksaan dada adalah:
o Garis tengah sternal (mid sternal line/MSL)
o Garis tengah klavikula (mid clavicular line/MCL)
o Garis anterior aksilar (anterior axillary line/AAL)
o Garis parasternal kiri dan kanan (para sterna line/PSL)
Palpasi dilakukan dengan meraba daerah permukaan kulit daerah jantung untuk merasakan denyut jantung pada daerah jantung dan meraskan gaya dorong dari apeks tersebut. Selain itu, palpasi dilakukan untuk mengetahui adanya hipertropi dan dilatasi ventrikel kiri dan kanan yang dapat terjadi karena kelainan kongenital. Biasanya, jika terdapat dinding dada yang tebal atau emfiisemia pulmonum, impuls jantung hanya dapat teraba jika pasien duduk tegak atau membungkuk ke depan. Akan tetapi pada orang yang mengalami obesitas terkadang sulit untuk melihat dan meraba iktus kordiks. Pada insufisiensi aorta dan mitral, jika ventrikel harus bekerja melawan resistensi yang rendah, impuls apeks tersebut juga kuat, tetap mempunyai amplitude yang lebih besar dan lebih mendadak serta lebih hidup. Dalam percobaan ini, denyut jantung daerah apeks dari orang coba dapat dirasakan dan tidak terdapat keainan seperti hipertropi atau kelainan denyut jantung.
Setelah pemeriksaan inspeksi dan palpasi kemudian dilakukan pemeriksaan dengan perkusi yang bertujuan untuk mengetahui letak dan batas-batas dari jantung dengan mendengarkan bunyi yang dihasilkan. Pada keadaan normal jantung mempunyai bunyi pekak relative karena selain jantung merupakan padatan jantung juga mempunyai rongga dan cairan. Sebelum melakukan perkusi, pemeriksa terlebih dahulu menetapkan ICS II dan ICS V.
Setelah ketiga pemeriksaan diatas, orang coba kemudian diperiksa dengan auskultasi aitu mendengar bunti jantung dengan menggunakan stetoskop. Dengan auskultasi, keadaan fisiologis jantung dapat diketahui utamanya pada bunyi yang dihasilkan. Terdapat 4 bunti jantung dan yang dapat didengar melaui stetoskop adalah bunyi jantung 1 dan bunti jantung 2. Bunyi jantung 3 terdengar lemah atau bahkan tidak terdengar dan secara fisioogis dapat terdengar jelas setelah melakukan aktivitas berat seperti olah raga. Bunyi jantung 4 hanya terdengar pada keadaan patologis.
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari percobaan ini adalah:
1. Pemeriksaan fisis jantung dapat dilakukan dengan empat cara yaitu inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
2. Inspeksi dilakukan memperhtikan posisi denyut dari apeks jantung.
3. Letak apeks jantung dapat ditentukan dengan cara inspeksi dan palpasi, apeks jantung terletak di bagian kiri ICS V. Selain itu, papasi dilakukan untuk merasakan seberapa besar gaya dorong jantung.
4. Batas-batas jantung dapat ditentukan dengan cara perkusi. Batas jantung bagian atas di ICS II, bagian bawah di ICS V, bagian kiri di linea mediaklavikularis sinsitra, dan bagian kanan pada linea parasternalis dextra.
5. Stetoskop digunakan untuk auskultasi yaitu mendengar bunyi jantung. Bunyi yang dapat didengar adalah bunyi jantung I dan II, sedangkan bunyi jantung III tidak dapat terdengar, dan tidak terdengar bunyi jantung IV. Bunyi jantung IV hanya tertedengar dalam keadaan patologis.
V.2 Saran
a. Saran untuk laboraturium
Sebaiknnya dalam melakukan praktikum harus dilengkapi alat-alat laboratorium yang akan digunakan pada saat praktek dan sebelum masuk laboraturium harus bersih.
b. Saran untuk asisten
Sebelum masuk laboraturium asisten suda mempersiapkan alat-alat peraktikum.
DAFTAR PUSTAKA
Guyton and Hall. 2000. Medical Physiology. W.B.Saunders Company : NewYork
Lande, Rante dan J.M. Ch. Pelupessy , ___, Bunyi Jantung, Cermin dunia Kedokteran, www.google.com, diakses pada tanggal 2 November 2008.
Moehadsjah, O. K. dkk. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Jilid I. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Rogers, James. 2000. Cardiovascular Physiology.
http://www.nda.ox.ac.uk, diakses pada tanggal 2 November 2008.
Bianco, Carl. 2000. How Your Heart Works.
www.howstuffworks.com, diakses pada tanggal 6 November 2008
Wikipedia Indinesia. 2008. Jantung.
http://id.wikipedia.org, diakses pada tanggal 2 november 2008.
Medicine and linux. 2008. Pemeriksaan Jantung.
http://medlinux.blogspot.com, diakses pada tanggal 6 november 2008
Ph.D, Klabunde, Richard. 2007. Cardiovascular Physiology Concepts.
http://www.cvphysiology.com, diakses pada tanggal 6 November 2008.
Jumat, 14 Januari 2011
askep hirsprung/ mega colon
HIRSPRUNG / MEGA COLON
A. Pengertian
Ada beberapa pengertian mengenai Mega Colon, namun pada intinya sama yaitu penyakit yang disebabkan oleh obstruksi mekanis yang disebabkan oleh tidak adekuatnya motilitas pada usus sehingga tidak ada evakuasi usus spontan dan tidak mampunya spinkter rectum berelaksasi.
Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel – sel ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Dan ketidak adaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan ( Betz, Cecily & Sowden : 2000 ). Penyakit Hirschsprung atau Mega Kolon adalah kelainan bawaan penyebab gangguan pasase usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan terjadi pada bayi aterm dengan berat lahir 3 Kg, lebih banyak laki – laki dari pada perempuan. ( Arief Mansjoeer, 2000 ).
B. Etiologi
Adapun yang menjadi penyebab Hirschsprung atau Mega Colon itu sendiri adalah diduga terjadi karena faktor genetik dan lingkungan sering terjadi pada anak dengan Down syndrom, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus.
C. Patofisiologi
Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya kerusakan primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal. Segmen aganglionic hampir selalu ada dalam rectum dan bagian proksimal pada usus besar. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga pendorong ( peristaltik ) dan tidak adanya evakuasi usus spontan serta spinkter rectum tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan distensi pada saluran cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega Colon ( Betz, Cecily & Sowden, 2002:197).
Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontrol kontraksi dan relaksasi peristaltik secara normal.
Isi usus mendorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut, menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian Colon tersebut melebar ( Price, S & Wilson, 1995 : 141 ).
D. Manifestasi Klinis
Bayi baru lahir tidak bisa mengeluarkan Meconium dalam 24 – 28 jam pertama setelah lahir. Tampak malas mengkonsumsi cairan, muntah bercampur dengan cairan empedu dan distensi abdomen. (Nelson, 2000 : 317).
Gejala Penyakit Hirshsprung adalah obstruksi usus letak rendah, bayi dengan Penyakit Hirshsprung dapat menunjukkan gejala klinis sebagai berikut. Obstruksi total saat lahir dengan muntaah, distensi abdomen dan ketidakadaan evakuasi mekonium. Keterlambatan evakuasi meconium diikuti obstruksi konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala rigan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut. Konstipasi ringan entrokolitis dengan diare, distensi abdomen dan demam. Adanya feses yang menyemprot pas pada colok dubur merupakan tanda yang khas. Bila telah timbul enterokolitis nikrotiskans terjadi distensi abdomen hebat dan diare berbau busuk yang dapat berdarah ( Nelson, 2002 : 317 ).
1. Anak – anak
a Konstipasi
b Tinja seperti pita dan berbau busuk
c Distenssi abdomen
d Adanya masa difecal dapat dipalpasi
e Biasanya tampak kurang nutrisi dan anemi ( Betz cecily & sowden, 2002 : 197 ).
2. Komplikasi
a Obstruksi usus
b Konstipasi
c Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit
d Entrokolitis
e Struktur anal dan inkontinensial ( pos operasi ) ( Betz cecily & sowden, 2002 : 197 )
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan dengan barium enema, dengan pemeriksaan ini akan bisa ditemukan :
a Daerah transisi
b Gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian usus yang menyempit
c Entrokolitis padasegmen yang melebar
d Terdapat retensi barium setelah 24 – 48 jam ( Darmawan K, 2004 : 17 )
2. Biopsi isap
Yaitu mengambil mukosa dan sub mukosa dengan alat penghisap dan mencari sel ganglion pada daerah sub mukosa ( Darmawan K, 2004 :17 )
3. Biopsi otot rektum
Yaitu pengambilan lapisan otot rektum
4. Periksaan aktivitas enzim asetil kolin esterase dari hasil biobsi isap pada penyakit ini khas terdapat peningkatan, aktifitas enzimasetil kolin esterase ( Darmawan K, 2004 : 17 )
5. Pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari jaringan biopsi usus
( Betz, cecily & Sowden, 2002 : 197 )
6. Pemeriksaan colok anus
Pada pemeriksaan ini jari akan merasakan jepitan dan pada waktu tinja yang menyemprot. Pemeriksaan ini untuk mengetahu bahu dari tinja, kotoran yang menumpuk dan menyumbat pada usus di bagian bawah dan akan terjadi pembusukan.
F. Penatalaksanaan
1. Medis
Penatalaksaan operasi adalah untuk memperbaiki portion aganglionik di usus besar untuk membebaskan dari obstruksi dan mengembalikan motilitas usus besar sehingga normal dan juga fungsi spinkter ani internal.
Ada dua tahapan dalam penatalaksanaan medis yaitu :
a Temporari ostomy dibuat proksimal terhadap segmen aganglionik untuk melepaskan obstruksi dan secara normal melemah dan terdilatasinya usus besar untuk mengembalikan ukuran normalnya.
b Pembedahan koreksi diselesaikan atau dilakukan lagi biasanya saat berat anak mencapai sekitar 9 Kg ( 20 pounds ) atau sekitar 3 bulan setelah operasi pertama ( Betz Cecily & Sowden 2002 : 98 )
Ada beberapa prosedur pembedahan yang dilakukan seperti Swenson, Duhamel, Boley & Soave. Prosedur Soave adalah salah satu prosedur yang paling sering dilakukan terdiri dari penarikan usus besar yang normal bagian akhir dimana mukosa aganglionik telah diubah ( Darmawan K 2004 : 37 )
2. Perawatan
Perhatikan perawatan tergantung pada umur anak dan tipe pelaksanaanya bila ketidakmampuan terdiagnosa selama periode neonatal, perhatikan utama antara lain :
a Membantu orang tua untuk mengetahui adanya kelainan kongenital pada anak secara dini
b Membantu perkembangan ikatan antara orang tua dan anak
c Mempersiapkan orang tua akan adanya intervensi medis ( pembedahan )
d Mendampingi orang tua pada perawatan colostomy setelah rencana pulang ( FKUI, 2000 : 1135 )
Pada perawatan preoperasi harus diperhatikan juga kondisi klinis anak – anak dengan mal nutrisi tidak dapat bertahan dalam pembedahan sampai status fisiknya meningkat. Hal ini sering kali melibatkan pengobatan simptomatik seperti enema. Diperlukan juga adanya diet rendah serat, tinggi kalori dan tinggi protein serta situasi dapat digunakan nutrisi parenteral total ( NPT )
PATHWAYS
Kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus
Sel ganglion pada kolon
Tidak ada / sangat sedikit
Kontrol kontraksi dan relaksasi
Peristaltik abnormal
Peristaltik tidak sempurna Spinter rektum tidak dapat relaksasi
Obstruksi parsial Feses tidak mampu melewati
spinker ani
refluks peristaltik akumulasi benda padat, gas, cair
mual dan muntah perasaan penuh obstruksi di colon
sumber : ( Betz, Cecily & Sowden, 2002 : 196 )
Konsep Tumbuh Kembang Anak
Konsep tumbuh kembang anak difokuskan pada usia todler yakni 1 – 3 tahun bisa juga dimasukkan dalam tahapan pre operasional yakni umur 2 – 7 tahun. Menurut Yupi. S ( 2004 ) berdasarkan teori peaget bahwa masa ini merupakan gambaran kongnitif internal anak tentang dunia luar dengan berbagai kompleksitasnya yang tumbuh secara bertahap merupakan suatu masa dimana pikiran agak terbatas. Anak mampu menggunakan simbul melalui kata – kata, mengingat sekarang dan akan datang. Anak mampu membedakan dirinya sendiri dengan objek dalam dunia sekelilingnya baik bahasa maupun pikiranya bercirikan egesenterisme, ia tidak mahu menguasai ide persamaan terutama berkaitan dengan masalah–masalah secara logis, tetapi dalam situasi bermain bebas ia cenderung untuk memperlihatkan perilaku logis dan berakal sehat pada tahap ini akan mulai mengenal tubuhnya
Pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu yang dapat diukur dengan ukuran berat ( gram, pounnd, kilogram ). Ukuran panjang ( cm, meter ). Umur tulang dan keseimbangan metabolik ( retensi kalium dan nitrogen tubuh ). Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi yang lebih komplek dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan sebagai hasil dari proses pematangan ( Soetjiningsih, 1998: 1 ).
Pada pertumbuhan fisik dapat dinilai pertambahan berat badan sebanyak 2,2 Kg/ tahun dan tinggi badan akan bertambah kira – kira 7,5 cm/ tahun. Proporsi tumbuh berubah yaitu lengan dan kaki tumbuh lebih cepat dari pada kepala dan badan lorosis lumbal pada medulla spinalis kurang terlihat dan tungkai mempunyai tampilan yang bengkok. Lingkar kepala meningkat 2,5 cm/ tahun dan fontanella anterior menutup pada usia 15 bulan. Gigi molar pertama dan molar kedua serta gigi taring mulai muncul ( Betz & Sowden, 2002: 546 ).
1. Strategi Pengurangan Dampak Hospitalisasi Pada Usia Todler
Pada usia todler anak cenderung egosentris maka dalam menjelaskan prosedur dalam hubungan dengan cara apa yang akan anak lihat, dengar, bau, raba dan rasakan. Katakan pada anak tidak apa- apa menangis atau gunakan ekspresi verbal untuk mengatakan tidak nyaman.
Pada usia ini juga mengalami keterbatasan kemampuan berkomunikasi lebih sering menggunakan perilaku atau sikap. Sedikit pendekatan yang sederhana menggunkan contoh peralatan yang kecil ( ijinkan anak untuk memegang peralatan ) menggunakan permainan.
Pada usia ini menjadikan hubungan yang sulit antara anak dengan perawat diperlukan orang tua pada keadaan ini, apapun cara yang dilakukan anaka harus merupakan pertimbangan pertama. Ibu harus didorong untuk tinggal atau paling sedikit mengunjungi anaknya sesering mungkin ( Yupi, S 2004).
2. Fokus Intervensi
a. Konstipasi berhubungan dengan obstruksi ketidakmampuan Kolon mengevakuasi feces ( Wong, Donna, 2004 : 508 )
Tujuan :
1. anak dapat melakukan eliminasi dengan beberapa adaptasi sampai fungsi eliminasi secara normal dan bisa dilakukan
Kriteria Hasil
1. Pasien dapat melakukan eliminasi dengan beberapa adapatasi
2. Ada peningkatan pola eliminasi yang lebih baik
Intervensi :
1. Berikan bantuan enema dengan cairan Fisiologis NaCl 0,9 %
2. Observasi tanda vital dan bising usus setiap 2 jam sekali
3. Observasi pengeluaran feces per rektal – bentuk, konsistensi, jumlah
4. Observasi intake yang mempengaruhi pola dan konsistensi feses
5. Anjurkan untuk menjalankan diet yang telah dianjurkan
b. Perubahan nutrisi kurang dan kebutuhan tubuh berhubungan dengan saluran pencernaan mual dan muntah
Tujuan :
1. Pasien menerima asupan nutrisi yang cukup sesuai dengan diet yang dianjurkan
Kriteria Hasil
1. Berat badan pasien sesuai dengan umurnya
2. Turgor kulit pasien lembab
3. Orang tua bisa memilih makanan yang di anjurkan
Intervensi
1. Berikan asupan nutrisi yang cukup sesuai dengan diet yang dianjurkan
2. Ukur berat badan anak tiap hari
3. Gunakan rute alternatif pemberian nutrisi ( seperti NGT dan parenteral ) untuk mengantisipasi pasien yang sudah mulai merasa mual dan muntah
c. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan intake yang kurang (Betz, Cecily & Sowden 2002:197)
Tujuan :
1. Status hidrasi pasien dapat mencukupi kebutuhan tubuh
Kriteria Hasil
1. Turgor kulit lembab.
2. Keseimbangan cairan.
Intervensi
1. Berikan asupan cairan yang adekuat pada pasien
2. Pantau tanda – tanda cairan tubuh yang tercukupi turgor, intake – output
3. Observasi adanay peningkatan mual dan muntah antisipasi devisit cairan tubuh dengan segera
d. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit dan pengobatanya. ( Whaley & Wong, 2004 ).
Tujuan : pengetahuan pasien tentang penyakitnyaa menjadi lebih adekuat
Kriteria hasil :
1. Pengetahuan pasien dan keluarga tentang penyakitnyaa, perawatan dan obat – obatan. Bagi penderita Mega Colon meningkat daan pasien atau keluarga mampu menceritakanya kembali
Intervensi
1. Beri kesempatan pada keluarga untuk menanyakan hal – hal yang ingn diketahui sehubunagndengan penyaakit yang dialami pasien
2. Kaji pengetahuan keluarga tentang Mega Colon
3. Kaji latar belakang keluarga
4. Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan serta obat – obatan pada keluarga pasien
5. Jelaskan semua prosedur yang akan dilaksanakan dan manfaatnya bagi pasien
Menggunakan liflet aatau agmbar dalam menjelaskan ( Suriadi & Yuliani, 2001: 60 ).
DAFTAR PUSTAKA
A. Price, S. (1995). Patofisiologi. Jakarta: EGC
Arief Mansjoer( 2000 ), Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3, Jakarta : Media Aesculapius FKUI
Betz, Cecily & Sowden. ( 2002 ). Buku Saku Keperawatan Pediatrik, Alih bahasa Jan Tambayong. Jakarta : EGC
Carpenito. LJ ( 2001 ). Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. Alih bahasa Monica Ester. Jakarta : EGC
Darmawan K ( 2004 ). Penyakit Hirschsprung. Jakarta : sagung Seto.
Hambleton, G ( 1995 ). Manual Ilmu Kesehatan Anak di RS. Alih bahasa Hartono dkk. Jakarta : Bina Rupa Aksara
Nelson, W. ( 2000 ). Ilmu Kesehatan Anak. Alih Bahasa A Samik Wahab. Jakarta : EGC
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI ( 2000 ). Ilmu Kesehatan Anak I. Jakarta : Infomedika Jakaarta.
Suherman. ( 2000 ). Buku Saku Perkembanagn Anak. Jakarta : EGC
Suryadi dan Yuliani, R ( 2001 ) Asuhan Keperwatan Pada Anak. Jakarta : CV. Sagung Seto
Wong, Donna ( 2004 ). Keperawatan Pediatrik. Alih Bahasa Monica Ester. Jakarta : EGC
Yupi, S. (2004). Konsep dasar keperawatan anak. Jakarta: EGC
A. Pengertian
Ada beberapa pengertian mengenai Mega Colon, namun pada intinya sama yaitu penyakit yang disebabkan oleh obstruksi mekanis yang disebabkan oleh tidak adekuatnya motilitas pada usus sehingga tidak ada evakuasi usus spontan dan tidak mampunya spinkter rectum berelaksasi.
Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel – sel ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Dan ketidak adaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan ( Betz, Cecily & Sowden : 2000 ). Penyakit Hirschsprung atau Mega Kolon adalah kelainan bawaan penyebab gangguan pasase usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan terjadi pada bayi aterm dengan berat lahir 3 Kg, lebih banyak laki – laki dari pada perempuan. ( Arief Mansjoeer, 2000 ).
B. Etiologi
Adapun yang menjadi penyebab Hirschsprung atau Mega Colon itu sendiri adalah diduga terjadi karena faktor genetik dan lingkungan sering terjadi pada anak dengan Down syndrom, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus.
C. Patofisiologi
Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya kerusakan primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal. Segmen aganglionic hampir selalu ada dalam rectum dan bagian proksimal pada usus besar. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga pendorong ( peristaltik ) dan tidak adanya evakuasi usus spontan serta spinkter rectum tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan distensi pada saluran cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega Colon ( Betz, Cecily & Sowden, 2002:197).
Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontrol kontraksi dan relaksasi peristaltik secara normal.
Isi usus mendorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut, menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian Colon tersebut melebar ( Price, S & Wilson, 1995 : 141 ).
D. Manifestasi Klinis
Bayi baru lahir tidak bisa mengeluarkan Meconium dalam 24 – 28 jam pertama setelah lahir. Tampak malas mengkonsumsi cairan, muntah bercampur dengan cairan empedu dan distensi abdomen. (Nelson, 2000 : 317).
Gejala Penyakit Hirshsprung adalah obstruksi usus letak rendah, bayi dengan Penyakit Hirshsprung dapat menunjukkan gejala klinis sebagai berikut. Obstruksi total saat lahir dengan muntaah, distensi abdomen dan ketidakadaan evakuasi mekonium. Keterlambatan evakuasi meconium diikuti obstruksi konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala rigan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut. Konstipasi ringan entrokolitis dengan diare, distensi abdomen dan demam. Adanya feses yang menyemprot pas pada colok dubur merupakan tanda yang khas. Bila telah timbul enterokolitis nikrotiskans terjadi distensi abdomen hebat dan diare berbau busuk yang dapat berdarah ( Nelson, 2002 : 317 ).
1. Anak – anak
a Konstipasi
b Tinja seperti pita dan berbau busuk
c Distenssi abdomen
d Adanya masa difecal dapat dipalpasi
e Biasanya tampak kurang nutrisi dan anemi ( Betz cecily & sowden, 2002 : 197 ).
2. Komplikasi
a Obstruksi usus
b Konstipasi
c Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit
d Entrokolitis
e Struktur anal dan inkontinensial ( pos operasi ) ( Betz cecily & sowden, 2002 : 197 )
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan dengan barium enema, dengan pemeriksaan ini akan bisa ditemukan :
a Daerah transisi
b Gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian usus yang menyempit
c Entrokolitis padasegmen yang melebar
d Terdapat retensi barium setelah 24 – 48 jam ( Darmawan K, 2004 : 17 )
2. Biopsi isap
Yaitu mengambil mukosa dan sub mukosa dengan alat penghisap dan mencari sel ganglion pada daerah sub mukosa ( Darmawan K, 2004 :17 )
3. Biopsi otot rektum
Yaitu pengambilan lapisan otot rektum
4. Periksaan aktivitas enzim asetil kolin esterase dari hasil biobsi isap pada penyakit ini khas terdapat peningkatan, aktifitas enzimasetil kolin esterase ( Darmawan K, 2004 : 17 )
5. Pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari jaringan biopsi usus
( Betz, cecily & Sowden, 2002 : 197 )
6. Pemeriksaan colok anus
Pada pemeriksaan ini jari akan merasakan jepitan dan pada waktu tinja yang menyemprot. Pemeriksaan ini untuk mengetahu bahu dari tinja, kotoran yang menumpuk dan menyumbat pada usus di bagian bawah dan akan terjadi pembusukan.
F. Penatalaksanaan
1. Medis
Penatalaksaan operasi adalah untuk memperbaiki portion aganglionik di usus besar untuk membebaskan dari obstruksi dan mengembalikan motilitas usus besar sehingga normal dan juga fungsi spinkter ani internal.
Ada dua tahapan dalam penatalaksanaan medis yaitu :
a Temporari ostomy dibuat proksimal terhadap segmen aganglionik untuk melepaskan obstruksi dan secara normal melemah dan terdilatasinya usus besar untuk mengembalikan ukuran normalnya.
b Pembedahan koreksi diselesaikan atau dilakukan lagi biasanya saat berat anak mencapai sekitar 9 Kg ( 20 pounds ) atau sekitar 3 bulan setelah operasi pertama ( Betz Cecily & Sowden 2002 : 98 )
Ada beberapa prosedur pembedahan yang dilakukan seperti Swenson, Duhamel, Boley & Soave. Prosedur Soave adalah salah satu prosedur yang paling sering dilakukan terdiri dari penarikan usus besar yang normal bagian akhir dimana mukosa aganglionik telah diubah ( Darmawan K 2004 : 37 )
2. Perawatan
Perhatikan perawatan tergantung pada umur anak dan tipe pelaksanaanya bila ketidakmampuan terdiagnosa selama periode neonatal, perhatikan utama antara lain :
a Membantu orang tua untuk mengetahui adanya kelainan kongenital pada anak secara dini
b Membantu perkembangan ikatan antara orang tua dan anak
c Mempersiapkan orang tua akan adanya intervensi medis ( pembedahan )
d Mendampingi orang tua pada perawatan colostomy setelah rencana pulang ( FKUI, 2000 : 1135 )
Pada perawatan preoperasi harus diperhatikan juga kondisi klinis anak – anak dengan mal nutrisi tidak dapat bertahan dalam pembedahan sampai status fisiknya meningkat. Hal ini sering kali melibatkan pengobatan simptomatik seperti enema. Diperlukan juga adanya diet rendah serat, tinggi kalori dan tinggi protein serta situasi dapat digunakan nutrisi parenteral total ( NPT )
PATHWAYS
Kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus
Sel ganglion pada kolon
Tidak ada / sangat sedikit
Kontrol kontraksi dan relaksasi
Peristaltik abnormal
Peristaltik tidak sempurna Spinter rektum tidak dapat relaksasi
Obstruksi parsial Feses tidak mampu melewati
spinker ani
refluks peristaltik akumulasi benda padat, gas, cair
mual dan muntah perasaan penuh obstruksi di colon
sumber : ( Betz, Cecily & Sowden, 2002 : 196 )
Konsep Tumbuh Kembang Anak
Konsep tumbuh kembang anak difokuskan pada usia todler yakni 1 – 3 tahun bisa juga dimasukkan dalam tahapan pre operasional yakni umur 2 – 7 tahun. Menurut Yupi. S ( 2004 ) berdasarkan teori peaget bahwa masa ini merupakan gambaran kongnitif internal anak tentang dunia luar dengan berbagai kompleksitasnya yang tumbuh secara bertahap merupakan suatu masa dimana pikiran agak terbatas. Anak mampu menggunakan simbul melalui kata – kata, mengingat sekarang dan akan datang. Anak mampu membedakan dirinya sendiri dengan objek dalam dunia sekelilingnya baik bahasa maupun pikiranya bercirikan egesenterisme, ia tidak mahu menguasai ide persamaan terutama berkaitan dengan masalah–masalah secara logis, tetapi dalam situasi bermain bebas ia cenderung untuk memperlihatkan perilaku logis dan berakal sehat pada tahap ini akan mulai mengenal tubuhnya
Pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu yang dapat diukur dengan ukuran berat ( gram, pounnd, kilogram ). Ukuran panjang ( cm, meter ). Umur tulang dan keseimbangan metabolik ( retensi kalium dan nitrogen tubuh ). Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi yang lebih komplek dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan sebagai hasil dari proses pematangan ( Soetjiningsih, 1998: 1 ).
Pada pertumbuhan fisik dapat dinilai pertambahan berat badan sebanyak 2,2 Kg/ tahun dan tinggi badan akan bertambah kira – kira 7,5 cm/ tahun. Proporsi tumbuh berubah yaitu lengan dan kaki tumbuh lebih cepat dari pada kepala dan badan lorosis lumbal pada medulla spinalis kurang terlihat dan tungkai mempunyai tampilan yang bengkok. Lingkar kepala meningkat 2,5 cm/ tahun dan fontanella anterior menutup pada usia 15 bulan. Gigi molar pertama dan molar kedua serta gigi taring mulai muncul ( Betz & Sowden, 2002: 546 ).
1. Strategi Pengurangan Dampak Hospitalisasi Pada Usia Todler
Pada usia todler anak cenderung egosentris maka dalam menjelaskan prosedur dalam hubungan dengan cara apa yang akan anak lihat, dengar, bau, raba dan rasakan. Katakan pada anak tidak apa- apa menangis atau gunakan ekspresi verbal untuk mengatakan tidak nyaman.
Pada usia ini juga mengalami keterbatasan kemampuan berkomunikasi lebih sering menggunakan perilaku atau sikap. Sedikit pendekatan yang sederhana menggunkan contoh peralatan yang kecil ( ijinkan anak untuk memegang peralatan ) menggunakan permainan.
Pada usia ini menjadikan hubungan yang sulit antara anak dengan perawat diperlukan orang tua pada keadaan ini, apapun cara yang dilakukan anaka harus merupakan pertimbangan pertama. Ibu harus didorong untuk tinggal atau paling sedikit mengunjungi anaknya sesering mungkin ( Yupi, S 2004).
2. Fokus Intervensi
a. Konstipasi berhubungan dengan obstruksi ketidakmampuan Kolon mengevakuasi feces ( Wong, Donna, 2004 : 508 )
Tujuan :
1. anak dapat melakukan eliminasi dengan beberapa adaptasi sampai fungsi eliminasi secara normal dan bisa dilakukan
Kriteria Hasil
1. Pasien dapat melakukan eliminasi dengan beberapa adapatasi
2. Ada peningkatan pola eliminasi yang lebih baik
Intervensi :
1. Berikan bantuan enema dengan cairan Fisiologis NaCl 0,9 %
2. Observasi tanda vital dan bising usus setiap 2 jam sekali
3. Observasi pengeluaran feces per rektal – bentuk, konsistensi, jumlah
4. Observasi intake yang mempengaruhi pola dan konsistensi feses
5. Anjurkan untuk menjalankan diet yang telah dianjurkan
b. Perubahan nutrisi kurang dan kebutuhan tubuh berhubungan dengan saluran pencernaan mual dan muntah
Tujuan :
1. Pasien menerima asupan nutrisi yang cukup sesuai dengan diet yang dianjurkan
Kriteria Hasil
1. Berat badan pasien sesuai dengan umurnya
2. Turgor kulit pasien lembab
3. Orang tua bisa memilih makanan yang di anjurkan
Intervensi
1. Berikan asupan nutrisi yang cukup sesuai dengan diet yang dianjurkan
2. Ukur berat badan anak tiap hari
3. Gunakan rute alternatif pemberian nutrisi ( seperti NGT dan parenteral ) untuk mengantisipasi pasien yang sudah mulai merasa mual dan muntah
c. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan intake yang kurang (Betz, Cecily & Sowden 2002:197)
Tujuan :
1. Status hidrasi pasien dapat mencukupi kebutuhan tubuh
Kriteria Hasil
1. Turgor kulit lembab.
2. Keseimbangan cairan.
Intervensi
1. Berikan asupan cairan yang adekuat pada pasien
2. Pantau tanda – tanda cairan tubuh yang tercukupi turgor, intake – output
3. Observasi adanay peningkatan mual dan muntah antisipasi devisit cairan tubuh dengan segera
d. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit dan pengobatanya. ( Whaley & Wong, 2004 ).
Tujuan : pengetahuan pasien tentang penyakitnyaa menjadi lebih adekuat
Kriteria hasil :
1. Pengetahuan pasien dan keluarga tentang penyakitnyaa, perawatan dan obat – obatan. Bagi penderita Mega Colon meningkat daan pasien atau keluarga mampu menceritakanya kembali
Intervensi
1. Beri kesempatan pada keluarga untuk menanyakan hal – hal yang ingn diketahui sehubunagndengan penyaakit yang dialami pasien
2. Kaji pengetahuan keluarga tentang Mega Colon
3. Kaji latar belakang keluarga
4. Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan serta obat – obatan pada keluarga pasien
5. Jelaskan semua prosedur yang akan dilaksanakan dan manfaatnya bagi pasien
Menggunakan liflet aatau agmbar dalam menjelaskan ( Suriadi & Yuliani, 2001: 60 ).
DAFTAR PUSTAKA
A. Price, S. (1995). Patofisiologi. Jakarta: EGC
Arief Mansjoer( 2000 ), Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3, Jakarta : Media Aesculapius FKUI
Betz, Cecily & Sowden. ( 2002 ). Buku Saku Keperawatan Pediatrik, Alih bahasa Jan Tambayong. Jakarta : EGC
Carpenito. LJ ( 2001 ). Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. Alih bahasa Monica Ester. Jakarta : EGC
Darmawan K ( 2004 ). Penyakit Hirschsprung. Jakarta : sagung Seto.
Hambleton, G ( 1995 ). Manual Ilmu Kesehatan Anak di RS. Alih bahasa Hartono dkk. Jakarta : Bina Rupa Aksara
Nelson, W. ( 2000 ). Ilmu Kesehatan Anak. Alih Bahasa A Samik Wahab. Jakarta : EGC
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI ( 2000 ). Ilmu Kesehatan Anak I. Jakarta : Infomedika Jakaarta.
Suherman. ( 2000 ). Buku Saku Perkembanagn Anak. Jakarta : EGC
Suryadi dan Yuliani, R ( 2001 ) Asuhan Keperwatan Pada Anak. Jakarta : CV. Sagung Seto
Wong, Donna ( 2004 ). Keperawatan Pediatrik. Alih Bahasa Monica Ester. Jakarta : EGC
Yupi, S. (2004). Konsep dasar keperawatan anak. Jakarta: EGC
askep hematothorak
HEMATOTHORAK
1. Pengertian
Hematotorak adalah adanya darah pada rongga pleura (Reksoprodjo S, 1995).
Torakotomi adalah tindakan life saving untuk menhentikan kelainan yang terjadi karena pendarahan (Reksoprodjo, S, 1995).
Gagal pernapasan akut (GPA) adalah tidak berfungsinay pernapsan pada derajad dimana pertukaran gas tidak adekuat untuk mempertahankan gas darah secar adekuat ( Hudak and Gallo, 1994).
2. Patofisiologi dikaitkan dengan perubahan kebutuhan dasar manusia.
Kecelakaan Lalulintas
Menyebabkan ruda paksa tumpul pada toraks dan abdoment.
Diikuti dengan patah tulang tertutup.
Trauma torak (Hematotorak) Trauma abdoment Patah tulang
Pendarahan jaringan interstitium, Pendarahan Intra alviolar, kolaps arteri dan kapiler, kapiler kecil, hingga tahanan periver pembuluh darah paru naik , aliran darah menurun.
HB turun, sesak napas nyeri dada, pergerakan napas pendek
1. Gangguan pertukaran gas.
2. Pola pernapasan tidak efektif
Kompensasi untuk mengurangi nyeri pasien berbaring dan takut bergerak, takut ngantuk.
Reflek batuk menurun.
3. Pembersihan jalan nafas tidak efektif.
Pecahnya usus sehingga terjadi pendarahan
Vs : T , t , DN
4. Hipertermi
5. Resiko defisit volume cairan
Nyeri tekanan +, defance muskular +, suara bising usus -, kembung.
6. Gangguan rasa nyaman (nyeri).
7. Gangguan pola pernapasan.
Terputusnya / hilangnya kontinuitas dari struktur tulang.
Nyeri gerak, deformitas, krepitase.
Gerakan abnormal di lokasi patah tulang
8. Gangguan mobilitas
3. Data fokus
3.1 Aktifitas/istirahat : adanya sesak nafas
3.2 Sirkulasi : adanya takhikardia, frekuensi denyut nadi tidak teratur, tekanan darah menurun, didapatkan adanya S3 atau S4 /irama gallop
3.3 Integritas : ketakutan dan gelisah
3.4 Makanan/cairan : adanya pemasangan infus IV line
3.5 Nyeri/kenyamanan : Nyeri dada unilateral, meningkat bila bernapas dan batuk, wajah berkerut karena menahan nyeri
3.6 Pernapasan : takipnea, peningkatan kerja napas, retraksi interkostal, perkusi pekak, palpasi gerakan dada tidak simetri (paradoksal).
Kulit pucat, sianosis, berkeringat
Penggunaan ventilator mekanik
3.7 Keamanan : riwayat trauma
3. Pemeriksaan diagnostik :
3.1 Sinar x dada menyatakan adanya akumulasi cairan
3.2 Analisa gas darah : PaCO2 meningkat > 45, PaO2 menurun< 80, saturasi oksigen menurun 3.3 Kadar Hb menurun < 10 gr % 3.4 Volume tidak menurun < 500 ml 3.5 Kapasital vital paru menurun 4. Prioritas keperawatan : 1. Meningkatkan ventilasi dan oksigenisasi secara adekuat 2. Mencegah komplikasi 3. Memberikan dukungan emosional kepada pasien dan keluarga 4. Memberikan informasi tentang proses penyakit dan kebutuhan pengobatan 5. Rencana keperawatan 5.1 Diagnosa keperawatan : pola pernapasan tidak efektif berhubungan dengan gangguan rasio O2 dan CO2. Data : perubahan frekuensi nafas, retraksi interkostal, penurunan vital kapasitas paru, takipnea atau henti nafas bila ventilator dihentikan, sianosis, penurunan PO2 < 80, peningkatan CO2 > 45, peningkatan saturasi oksigen, gelisah
Tujuan keperawatan : Pola pernapasan efektif melalui ventilator tanpa adanya penggunaan otot bantu pernapasan
Kriteria hasil : Saturasi oksigen normal, tidak ada hipoksia, kapasital vital normal, tidak ada sianosis
Rencana tindakan :
1. Selidiki penyebab gagal pernapasan, rasional pemahaman tentang penyebab kegagalan pernapasan penting untuk memberikan perawatan.
2. Observasi pola napas dan catat frekuensi pernapasan, jarak antara pernapasan spontan dan napas ventilator, rasional pasien dengan pemasanagn ventilator dapat mengalami hiperventilasi/hipoventilasi dan pasien berupaya memperbaiki kekurangan oksigen dengan peningkatan pola pernapasan sehingga frekuensi meningkat.
3. Auskultasi dada secara periodik, catat bila ada kelainan bunyi pernapasan. Rasional : Memberikan informasi tentang adanya obsturksi jalan nafas, perubahan simetrisitas dada menunjukkan tidak tepatnya letak selang endotrakeal.
4. Jumlahkan pernapasan pasien selama 1 menit penuh dan bandingkan untuk menyusun frekuensi yang diinginkan ventilator. Rasional : Pernapasan pasien cepat menimbulkan alkalosis respiratorik, sednagkan pernapasan pasien lambat menimbulkan asidosis ( peningkatan PaCO2)
5. Kembangkan balon selang endotrakeal dengan tepat menggunakan tehnik hambatan minimal, periksa pengembangan tiap 4 jam. Rasional : balon harus tepat mengembang untuk meyakinkan ventilasi adekuat sesuai volume tidak yang diinginkan
6. Periksa selang bila ada sumbatan/lipatan. Rasional lipatan selang menghambat aliran volume udara adekuat. Adanya air memungkinkan tumbuhkan kuman sehingga pencetus terjadinya kolonisasi kuman.
7. Periksa fungsi alarm ventilator. Rasional : ventilator mempunyai berbagai alarm sehingga kelainan dini bisa terdeteksi misalnya adanya penurunan tekanan gas, saturasi oksigen, rasio inspirasi dan ekspirasi dsb.
8. Bantu pasien dalm kontorl pernapasan bila penyapihan diupayakan. Rasional melatih pasien untuk bernapas secara lambat denga cara nafas abdomen dan penggunaan tehnik relaksasi sehingga fungsi pernapasan bisa maksimal.
9. Kolaborasi untuk pemeriksaan analisa gas darah sesuai pesanan. Rasional untuk mengetahui keberhasilan pemberian bantuan napas.
10. Kaji volume tidal. Rasional untuk menentukan jumlah udara inspirasi dan ekspirasi
11. Awasi rasio inspirasi den ekspirasi. Rasional : fase ekspirasi biasanya 2 kali panjangnya dari kecepatan inspirasi.
5.2 Diagnosa keperawatan : tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan adanya sekret pada jalan nafas akibat ketidakmampuan batuk efektif.
Data : Perubahan frekuensi nafas, sianosis, bunyi nafas tidak normal (stridor), gelisah
Tujuan keperawatan : Pasien mampu mempertahankan jalan nafas bersih tanpa ada kelainan bunyi pernapasan.
Kriteria hasil : Tidak ada stridor, frekuensi napas normal
Rencana keperawatan :
1. Observasi bunyi nafas. Rasional : obstruksi disebabkan adanya akumulasi sekret, spasme bronkus, perlengketran muskosa, dan atau adanya masalah terhadap endotrakeal.
2. Evaluasi gerakan dada. Rasional : gerakan dada simetris dengan bunyi nafas menunjukkan letak selang tepat. Obstruksi jalan nafas bawah menghasilkan perubahan bunyi nafas seperti ronkhi dan whezing.
3. Catat bial ada sesak mendadak, bunyi alarm tekanan tinggi ventilator, adanya sekret pada selang. Rasional : pasien dengan intubasi biasanya mengalami reflek batuk tidak efektif.
4. Hisap lendir, batasi penghisapan 15 detik atau kurang, pilih kateter penghisap yang tepat, isikan cairan garam faali bila diindikasikan. Gunakan oksigen 100 % bila ada. Rasional : penghisapan tidak harus ruitn, dan lamanya harus dibatasi untuk mengurangi terjadinya hipoksia. Diamter kateter < diameter endotrakel. 5. Lakukan fisioterapi dada sesuai indikasi. Rasional untuk meningkatkan ventilasi pada semua segmen paru dan untuk drainage sekret. 6. Berikan bronkodilator sesuai pesanan. Rasional untuk meningkatkan ventilasi dan mengencerkan sekret dengan cara relaksasi otot polos bronkus. 5.3 Diagnosa keperawatan : Resiko tinggi perubahan membran mukosa oral berhubungan dengan tidak efektifnya bersihan oral. Tujuan keperawatan : Pasien mampu menunjukkan kesehatan mukosa mulut dengan tepat tanpa adanya tanda peradangan. Kriteria hasil : Tanda peradangan mukosa mulut tidak ada, mulut bersih dan tidak berbau. Rencana tindakan : 1. Observasi secara rutin rongga mulut, gigi, gusi terhadap adanya luka atau pendarahan. Rasional : identifikasi dini memberikan kesempatan untuk pencegahan secara tepat. 2. Berikan perawatan mulut secara rutin. Rasional : Mencegah adanya luka membran mukosa mulut dan menurunkan media pertumbuhan bakteri dan meningkatkan kenyamanan. 3. Ubah posisi selang endotrakeal sesuai jadual. Rasional : menurunkan resiko luka pada bibir dan membran mukosa mulut. 4. Berikan minyak bibir. Rasional: mempertahankan kelembaban dan mencegah kekeringan. 5.4 Diagnosa keperawatan : perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan kemampuan mencerna. Data : penurunan berat badan, tonus otot lemah, peradangan pada mulut, bunyi usus lemah. Tujuan keperawatan : Kebutuhan nutrisi cukup Kriteria hasil : berat badan naik, albumin serum normal, tonus otot kuat Rencana keperawatan : 1. Evaluasi kemampuan makan. Rasional : pasien dengan selang endotrakeal harus terpenuhi kebutuhan makannya melalui parenteral atau selang makan. 2. Observai penurunan kekuatan otot dan kehilangan lemak subkutan. Rasional : penurunan jumlah komponen gizi mengakibatkan penurunan cadangan energi pada otot dan dapat menurunkan fungsi otot pernapasan. 3. Timbang berat badan bila memungkinkan. Rasional untuk mengetahui bahwa kehilangan berat badan 10 % merupakan abnormal. 4. Catat masukan oral bila memungkinkan 5. Berikan masukan cairan sedikitnya 2500 cc/ hari. Rasional : untuk mencegah adanya dehidrasi. 6. Awasi pemeriksaan laboratorium : serum, glukosa, dan BUN/kreatinin. Rasional : memberikan informasi tentang dukungan nutrisi adekuat atau tidak. 5.5 Diagnosa keperawatan : resiko terhadap infeksi berhubungan dengan penurunan daya tahan tubuh. Tujuan keperawatan : pasien menunjukkan tidak terdapat adanya tanda infeksi selama perawatan. Kriteria hasil : daya tahan tubuh meningkat, diff. Count normal, penurunan monosyt tidak ada, lekosit normal : >10.000/mm
Rencana keperawatan :
1. Catat faktor resiko terjadinya infeksi. Rasional : faktor yang menyebabkan adanya infeksi antara lain; malnutrisi, usia, intubasi, pemasangan ventilator lama, tindakan invasif. Faktor ini harus dibatasi/diminimalkan.
2. Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan. Rasional untuk mengurangi sekunder infeksi
3. Pertahankan hidrasi adekuat dan nutrisi. Rasional, membantu peningkatan daya tahan tubuh.
4. Kolaborasi dengan pemberian antibitika sesuai pesanan. Rasional : untuk membunuh dan mengurangi adanya kuman.
5.6 Diagnosa keperawatan : resiko tinggi disfungsi respons penyapihan ventilator berhubungan dengan ketidak mampuan untuk penyapihan.
Tujuan perawatan : pasien mampu aktip untuk berpartisipasi dalam proses penyapihan.
Kriteria hasil : tanga gagal nafas tidak ada
Rencana keperawatan :
1. Kaji faktor fisik dalam proses penyapihan : vital sign. Rasional : penyapihan adalah kerja keras, peningkatan suhu indikasi peningkatan kebutuhan oksigen 7 %, takikardia dan hipertensi menandai jantung kerja keras dalam bekerja sehingga penyapihan tidak diperbolehkan, stres dalam penyapihan mengurangi stamina sehingga daya tahan tubuh menurun.
2. Tentukan persipan psikologis. Rasional : penyapihan menimbulkan stress.
3. Jelaskan tehnik penyapihan. Rasional : membantu pasien untuk siap mengadapi penyapihan.
4. Berikan periode istirahat tanpa gangguan. Rasional : memaksimalkan energi untuk proses penyapihan.
5. Catat kemajuan pasien. Rasonal : untuk mengetahui perkembangan dalam proses penyapihan.
6. Awasi respons terhadap aktivitas. Rasional : kebutuhan oksigen berlebih bila aktifitas berlebih.
7. Kaji foto dada dan analisa gas darah. Rasional : saturasi oksigen harus memuaskan dengan cek analisa gas darah, FIO2 < 40 %
Daftar pustaka
Hudak and Gallo, (1994), Critical Care Nursing, A Holistic Approach, JB Lippincott company, Philadelpia.
Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien, EGC, Jakarta.
Reksoprodjo Soelarto, (1995), Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Binarupa Aksara, Jakarta.
Suddarth Doris Smith, (1991), The lippincott Manual of Nursing Practice, fifth edition, JB Lippincott Company, Philadelphia.
1. Pengertian
Hematotorak adalah adanya darah pada rongga pleura (Reksoprodjo S, 1995).
Torakotomi adalah tindakan life saving untuk menhentikan kelainan yang terjadi karena pendarahan (Reksoprodjo, S, 1995).
Gagal pernapasan akut (GPA) adalah tidak berfungsinay pernapsan pada derajad dimana pertukaran gas tidak adekuat untuk mempertahankan gas darah secar adekuat ( Hudak and Gallo, 1994).
2. Patofisiologi dikaitkan dengan perubahan kebutuhan dasar manusia.
Kecelakaan Lalulintas
Menyebabkan ruda paksa tumpul pada toraks dan abdoment.
Diikuti dengan patah tulang tertutup.
Trauma torak (Hematotorak) Trauma abdoment Patah tulang
Pendarahan jaringan interstitium, Pendarahan Intra alviolar, kolaps arteri dan kapiler, kapiler kecil, hingga tahanan periver pembuluh darah paru naik , aliran darah menurun.
HB turun, sesak napas nyeri dada, pergerakan napas pendek
1. Gangguan pertukaran gas.
2. Pola pernapasan tidak efektif
Kompensasi untuk mengurangi nyeri pasien berbaring dan takut bergerak, takut ngantuk.
Reflek batuk menurun.
3. Pembersihan jalan nafas tidak efektif.
Pecahnya usus sehingga terjadi pendarahan
Vs : T , t , DN
4. Hipertermi
5. Resiko defisit volume cairan
Nyeri tekanan +, defance muskular +, suara bising usus -, kembung.
6. Gangguan rasa nyaman (nyeri).
7. Gangguan pola pernapasan.
Terputusnya / hilangnya kontinuitas dari struktur tulang.
Nyeri gerak, deformitas, krepitase.
Gerakan abnormal di lokasi patah tulang
8. Gangguan mobilitas
3. Data fokus
3.1 Aktifitas/istirahat : adanya sesak nafas
3.2 Sirkulasi : adanya takhikardia, frekuensi denyut nadi tidak teratur, tekanan darah menurun, didapatkan adanya S3 atau S4 /irama gallop
3.3 Integritas : ketakutan dan gelisah
3.4 Makanan/cairan : adanya pemasangan infus IV line
3.5 Nyeri/kenyamanan : Nyeri dada unilateral, meningkat bila bernapas dan batuk, wajah berkerut karena menahan nyeri
3.6 Pernapasan : takipnea, peningkatan kerja napas, retraksi interkostal, perkusi pekak, palpasi gerakan dada tidak simetri (paradoksal).
Kulit pucat, sianosis, berkeringat
Penggunaan ventilator mekanik
3.7 Keamanan : riwayat trauma
3. Pemeriksaan diagnostik :
3.1 Sinar x dada menyatakan adanya akumulasi cairan
3.2 Analisa gas darah : PaCO2 meningkat > 45, PaO2 menurun< 80, saturasi oksigen menurun 3.3 Kadar Hb menurun < 10 gr % 3.4 Volume tidak menurun < 500 ml 3.5 Kapasital vital paru menurun 4. Prioritas keperawatan : 1. Meningkatkan ventilasi dan oksigenisasi secara adekuat 2. Mencegah komplikasi 3. Memberikan dukungan emosional kepada pasien dan keluarga 4. Memberikan informasi tentang proses penyakit dan kebutuhan pengobatan 5. Rencana keperawatan 5.1 Diagnosa keperawatan : pola pernapasan tidak efektif berhubungan dengan gangguan rasio O2 dan CO2. Data : perubahan frekuensi nafas, retraksi interkostal, penurunan vital kapasitas paru, takipnea atau henti nafas bila ventilator dihentikan, sianosis, penurunan PO2 < 80, peningkatan CO2 > 45, peningkatan saturasi oksigen, gelisah
Tujuan keperawatan : Pola pernapasan efektif melalui ventilator tanpa adanya penggunaan otot bantu pernapasan
Kriteria hasil : Saturasi oksigen normal, tidak ada hipoksia, kapasital vital normal, tidak ada sianosis
Rencana tindakan :
1. Selidiki penyebab gagal pernapasan, rasional pemahaman tentang penyebab kegagalan pernapasan penting untuk memberikan perawatan.
2. Observasi pola napas dan catat frekuensi pernapasan, jarak antara pernapasan spontan dan napas ventilator, rasional pasien dengan pemasanagn ventilator dapat mengalami hiperventilasi/hipoventilasi dan pasien berupaya memperbaiki kekurangan oksigen dengan peningkatan pola pernapasan sehingga frekuensi meningkat.
3. Auskultasi dada secara periodik, catat bila ada kelainan bunyi pernapasan. Rasional : Memberikan informasi tentang adanya obsturksi jalan nafas, perubahan simetrisitas dada menunjukkan tidak tepatnya letak selang endotrakeal.
4. Jumlahkan pernapasan pasien selama 1 menit penuh dan bandingkan untuk menyusun frekuensi yang diinginkan ventilator. Rasional : Pernapasan pasien cepat menimbulkan alkalosis respiratorik, sednagkan pernapasan pasien lambat menimbulkan asidosis ( peningkatan PaCO2)
5. Kembangkan balon selang endotrakeal dengan tepat menggunakan tehnik hambatan minimal, periksa pengembangan tiap 4 jam. Rasional : balon harus tepat mengembang untuk meyakinkan ventilasi adekuat sesuai volume tidak yang diinginkan
6. Periksa selang bila ada sumbatan/lipatan. Rasional lipatan selang menghambat aliran volume udara adekuat. Adanya air memungkinkan tumbuhkan kuman sehingga pencetus terjadinya kolonisasi kuman.
7. Periksa fungsi alarm ventilator. Rasional : ventilator mempunyai berbagai alarm sehingga kelainan dini bisa terdeteksi misalnya adanya penurunan tekanan gas, saturasi oksigen, rasio inspirasi dan ekspirasi dsb.
8. Bantu pasien dalm kontorl pernapasan bila penyapihan diupayakan. Rasional melatih pasien untuk bernapas secara lambat denga cara nafas abdomen dan penggunaan tehnik relaksasi sehingga fungsi pernapasan bisa maksimal.
9. Kolaborasi untuk pemeriksaan analisa gas darah sesuai pesanan. Rasional untuk mengetahui keberhasilan pemberian bantuan napas.
10. Kaji volume tidal. Rasional untuk menentukan jumlah udara inspirasi dan ekspirasi
11. Awasi rasio inspirasi den ekspirasi. Rasional : fase ekspirasi biasanya 2 kali panjangnya dari kecepatan inspirasi.
5.2 Diagnosa keperawatan : tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan adanya sekret pada jalan nafas akibat ketidakmampuan batuk efektif.
Data : Perubahan frekuensi nafas, sianosis, bunyi nafas tidak normal (stridor), gelisah
Tujuan keperawatan : Pasien mampu mempertahankan jalan nafas bersih tanpa ada kelainan bunyi pernapasan.
Kriteria hasil : Tidak ada stridor, frekuensi napas normal
Rencana keperawatan :
1. Observasi bunyi nafas. Rasional : obstruksi disebabkan adanya akumulasi sekret, spasme bronkus, perlengketran muskosa, dan atau adanya masalah terhadap endotrakeal.
2. Evaluasi gerakan dada. Rasional : gerakan dada simetris dengan bunyi nafas menunjukkan letak selang tepat. Obstruksi jalan nafas bawah menghasilkan perubahan bunyi nafas seperti ronkhi dan whezing.
3. Catat bial ada sesak mendadak, bunyi alarm tekanan tinggi ventilator, adanya sekret pada selang. Rasional : pasien dengan intubasi biasanya mengalami reflek batuk tidak efektif.
4. Hisap lendir, batasi penghisapan 15 detik atau kurang, pilih kateter penghisap yang tepat, isikan cairan garam faali bila diindikasikan. Gunakan oksigen 100 % bila ada. Rasional : penghisapan tidak harus ruitn, dan lamanya harus dibatasi untuk mengurangi terjadinya hipoksia. Diamter kateter < diameter endotrakel. 5. Lakukan fisioterapi dada sesuai indikasi. Rasional untuk meningkatkan ventilasi pada semua segmen paru dan untuk drainage sekret. 6. Berikan bronkodilator sesuai pesanan. Rasional untuk meningkatkan ventilasi dan mengencerkan sekret dengan cara relaksasi otot polos bronkus. 5.3 Diagnosa keperawatan : Resiko tinggi perubahan membran mukosa oral berhubungan dengan tidak efektifnya bersihan oral. Tujuan keperawatan : Pasien mampu menunjukkan kesehatan mukosa mulut dengan tepat tanpa adanya tanda peradangan. Kriteria hasil : Tanda peradangan mukosa mulut tidak ada, mulut bersih dan tidak berbau. Rencana tindakan : 1. Observasi secara rutin rongga mulut, gigi, gusi terhadap adanya luka atau pendarahan. Rasional : identifikasi dini memberikan kesempatan untuk pencegahan secara tepat. 2. Berikan perawatan mulut secara rutin. Rasional : Mencegah adanya luka membran mukosa mulut dan menurunkan media pertumbuhan bakteri dan meningkatkan kenyamanan. 3. Ubah posisi selang endotrakeal sesuai jadual. Rasional : menurunkan resiko luka pada bibir dan membran mukosa mulut. 4. Berikan minyak bibir. Rasional: mempertahankan kelembaban dan mencegah kekeringan. 5.4 Diagnosa keperawatan : perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan kemampuan mencerna. Data : penurunan berat badan, tonus otot lemah, peradangan pada mulut, bunyi usus lemah. Tujuan keperawatan : Kebutuhan nutrisi cukup Kriteria hasil : berat badan naik, albumin serum normal, tonus otot kuat Rencana keperawatan : 1. Evaluasi kemampuan makan. Rasional : pasien dengan selang endotrakeal harus terpenuhi kebutuhan makannya melalui parenteral atau selang makan. 2. Observai penurunan kekuatan otot dan kehilangan lemak subkutan. Rasional : penurunan jumlah komponen gizi mengakibatkan penurunan cadangan energi pada otot dan dapat menurunkan fungsi otot pernapasan. 3. Timbang berat badan bila memungkinkan. Rasional untuk mengetahui bahwa kehilangan berat badan 10 % merupakan abnormal. 4. Catat masukan oral bila memungkinkan 5. Berikan masukan cairan sedikitnya 2500 cc/ hari. Rasional : untuk mencegah adanya dehidrasi. 6. Awasi pemeriksaan laboratorium : serum, glukosa, dan BUN/kreatinin. Rasional : memberikan informasi tentang dukungan nutrisi adekuat atau tidak. 5.5 Diagnosa keperawatan : resiko terhadap infeksi berhubungan dengan penurunan daya tahan tubuh. Tujuan keperawatan : pasien menunjukkan tidak terdapat adanya tanda infeksi selama perawatan. Kriteria hasil : daya tahan tubuh meningkat, diff. Count normal, penurunan monosyt tidak ada, lekosit normal : >10.000/mm
Rencana keperawatan :
1. Catat faktor resiko terjadinya infeksi. Rasional : faktor yang menyebabkan adanya infeksi antara lain; malnutrisi, usia, intubasi, pemasangan ventilator lama, tindakan invasif. Faktor ini harus dibatasi/diminimalkan.
2. Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan. Rasional untuk mengurangi sekunder infeksi
3. Pertahankan hidrasi adekuat dan nutrisi. Rasional, membantu peningkatan daya tahan tubuh.
4. Kolaborasi dengan pemberian antibitika sesuai pesanan. Rasional : untuk membunuh dan mengurangi adanya kuman.
5.6 Diagnosa keperawatan : resiko tinggi disfungsi respons penyapihan ventilator berhubungan dengan ketidak mampuan untuk penyapihan.
Tujuan perawatan : pasien mampu aktip untuk berpartisipasi dalam proses penyapihan.
Kriteria hasil : tanga gagal nafas tidak ada
Rencana keperawatan :
1. Kaji faktor fisik dalam proses penyapihan : vital sign. Rasional : penyapihan adalah kerja keras, peningkatan suhu indikasi peningkatan kebutuhan oksigen 7 %, takikardia dan hipertensi menandai jantung kerja keras dalam bekerja sehingga penyapihan tidak diperbolehkan, stres dalam penyapihan mengurangi stamina sehingga daya tahan tubuh menurun.
2. Tentukan persipan psikologis. Rasional : penyapihan menimbulkan stress.
3. Jelaskan tehnik penyapihan. Rasional : membantu pasien untuk siap mengadapi penyapihan.
4. Berikan periode istirahat tanpa gangguan. Rasional : memaksimalkan energi untuk proses penyapihan.
5. Catat kemajuan pasien. Rasonal : untuk mengetahui perkembangan dalam proses penyapihan.
6. Awasi respons terhadap aktivitas. Rasional : kebutuhan oksigen berlebih bila aktifitas berlebih.
7. Kaji foto dada dan analisa gas darah. Rasional : saturasi oksigen harus memuaskan dengan cek analisa gas darah, FIO2 < 40 %
Daftar pustaka
Hudak and Gallo, (1994), Critical Care Nursing, A Holistic Approach, JB Lippincott company, Philadelpia.
Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien, EGC, Jakarta.
Reksoprodjo Soelarto, (1995), Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Binarupa Aksara, Jakarta.
Suddarth Doris Smith, (1991), The lippincott Manual of Nursing Practice, fifth edition, JB Lippincott Company, Philadelphia.
askep fraktur mandibula
FRAKTUR OS.MANDIBULARIS
DEFiNISI
Rusaknya kontinuitas tulang mandibular yang dapat disebabkan oleh trauma baik secara langsung atau tidak langsung.
PATOFISIOLOGI
Penyebab fraktur adalah trauma
Fraktur patologis; fraktur yang diakibatkan oleh trauma minimal atau tanpa trauma berupa yang disebabkan oleh suatu proses., yaitu :
• Osteoporosis Imperfekta
• Osteoporosis
• Penyakit metabolik
TRAUMA
Trauma, yaitu benturan pada tulang. Biasanya penderita terjatuh dengan posisi dagu langsung terbentur dengan benda keras (jalanan).
TANDA DAN GEJALA
• Nyeri hebat di tempat fraktur
• Tak mampu menggerakkan dagu bawah
• Diikuti tanda gejala fraktur secara umum, seperti : fungsi berubah, bengkak, kripitasi, sepsis pada fraktur terbuka, deformitas.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• X.Ray
• Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans
• Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
• CCT kalau banyak kerusakan otot.
PENATALAKSANAAN MEDIK
• Konservatif : Immobilisasi, mengistirahatkan daerah fraktur.
• Operatif : dengan pemasangan Traksi, Pen, Screw, Plate, Wire ( tindakan Asbarg)
RENCANA KEPERAWATAN
Prioritas Masalah
• Mengatasi perdarahan
• Mengatasi nyeri
• Mencegah komplikasi
• Memberi informasi tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan
NO DX. KEPERAWATAN INTERVENSI RASIONAL
1. Potensial terjadinya syok sehubungan dengan perdarah-an yang banyak INDENPENDEN:
• Observasi tanda-tanda vital.
• Mengkaji sumber, lokasi, dan banyaknya per darahan
• Memberikan posisi supinasi
• Memberikan banyak cairan (minum)
KOLABORASI:
• Pemberian cairan per infus
• Pemberian obat koagulan sia (vit.K, Adona) dan penghentian perdarahan dengan fiksasi.
• Pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht)
• Untuk mengetahui tanda-tanda syok sedini mungkin
• Untuk menentukan tindakan
• Untuk mengurangi per darahan dan mencegah kekurangan darah ke otak.
• Untuk mencegah kekurangan cairan
(mengganti cairan yang hilang)
• Pemberian cairan per infus.
• Membantu proses pembekuan darah dan untuk meng hentikan perdarahan.
• Untuk mengetahui kadar Hb, Ht apakah perlu transfusi atau tidak.
2. Gangguan rasa nyaman:
Nyeri sehubungan dengan perubahan fragmen tulang, luka pada jaringan lunak, pemasangan back slab, stress, dan cemas INDEPENDEN:
• Mengkaji karakteristik nyeri : lokasi, durasi, intensitas nyeri dengan meng-gunakan skala nyeri (0-10)
• Mempertahankan immobilisasi (back slab)
• Berikan sokongan (support) pada ektremitas yang luka.
• Menjelaskan seluruh prosedur di atas
KOLABORASI:
• Pemberian obat-obatan analgesik
• Untuk mengetahui tingkat rasa nyeri sehingga dapat menentukan jenis tindak annya.
• Mencegah pergeseran tulang dan penekanan pada jaringan yang luka.
• Peningkatan vena return, menurunkan edem, dan me ngurangi nyeri.
• Untuk mempersiapkan mental serta agar pasien be-partisipasi pada setiap tindakan yang akan dilakukan.
• Mengurangi rasa nyeri
3. Potensial infeksi sehubungan dengan luka terbuka. INDEPENDEN:
• Kaji keadaan luka (kontinuitas dari kulit) terhadap adanya: edema, rubor, kalor, dolor, fungsi laesa.
• Anjurkan pasien untuk tidak memegang bagian yang luka.
• Merawat luka dengan meng-gunakan tehnik aseptik
• Mewaspadai adanya keluhan nyeri mendadak, keterbatasan gerak, edema lokal, eritema pada daerah luka.
KOLABORASI:
• Pemeriksaan darah : leokosit
Pemberian obat-obatan :
• antibiotika dan TT (Toksoid Tetanus)
• Persiapan untuk operasi sesuai indikasi
• Untuk mengetahui tanda-tanda infeksi.
• Meminimalkan terjadinya kontaminasi.
• Mencegah kontaminasi dan kemungkinan infeksi silang.
• Merupakan indikasi adanya osteomilitis.
• Lekosit yang meningkat artinya sudah terjadi proses infeksi
• Untuk mencegah kelanjutan terjadinya infeksi dan pencegahan tetanus.
• Mempercepat proses penyembuhan luka dan dan penyegahan peningkatan infeksi.
4. Gangguan aktivitas s/d keru-sakan neuromuskuler skeletal, nyeri, immobilisasi. INDEPENDEN:
• Kaji tingkat immobilisasi yang disebabkan oleh edema dan persepsi pasien tentang immobilisasi tersebut.
• Mendorong partisipasi dalam aktivitas rekreasi (menonton TV, membaca koran dll ).
• Menganjurkan pasien untuk melakukan latihan pasif dan aktif pada yang cedera maupun yang tidak.
• Membantu pasien dalam perawatan diri
• Auskultasi bising usus, monitor kebiasaan eliminasi dan menganjurkan agar b.a.b. teratur.
• Memberikan diit tinggi protein , vitamin , dan mineral.
KOLABORASI :
• Konsul dengan bagian fisioterapi
• Pasien akan membatasi gerak karena salah persepsi (persepsi tidak proporsional)
• Memberikan kesempatan untuk mengeluarkan energi, memusatkan perhatian, meningkatkan perasaan me-ngontrol diri pasien dan membantu dalam mengurangi isolasi sosial.
• Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan tonus otot, mempertahankan mobilitas sendi, mencegah kontraktur / atropi dan reapsorbsi Ca yang tidak digunakan.
• Meningkatkan kekuatan dan sirkulasi otot, meningkatkan pasien dalam mengontrol situasi, meningkatkan kemauan pasien untuk sembuh.
• Bedrest, penggunaan analgetika dan perubahan diit dapat menyebabkan penu-runan peristaltik usus dan konstipasi.
• Mempercepat proses penyembuhan, mencegah penurunan BB, karena pada immobilisasi biasanya terjadi penurunan BB
• Untuk menentukan program latihan.
5. Kurangnya pengetahuan ttg kondisi, prognosa, dan pengo- batan sehubungan dengan kesalahan dalam pe- nafsiran, tidak familier dengan sumber in- formasi. INDEPENDEN:
• Menjelaskan tentang kelainan yg muncul prognosa, dan harapan yang akan datang.
• Memberikan dukungan cara-cara mobilisasi dan ambulasi sebagaimana yang dianjurkan oleh bagian fisioterapi.
• Memilah-milah aktifitas yg bisa mandiri dan yang harus dibantu.
• Mengidentifikasi pelayanan umum yang tersedia seperti team rehabilitasi, perawat keluarga (home care)
• Mendiskusikan tentang perawatan lanjutan.
• Pasien mengetahui kondisi saat ini dan hari depan sehingga pasien dapat menentu kan pilihan..
• Sebagian besar fraktur memerlukan penopang dan fiksasi selama proses pe- nyembuhan shg keterlambatan penyembuhan disebabkan oleh penggunaan alat bantu yang kurang tepat.
• Mengorganisasikan kegiatan yang diperlu kan dan siapa yang perlu menolongnya (apakah fisioterapist, perawat atau ke- luarga).
• Membantu mengfasilitasi perawatan mandiri memberi support untuk mandiri.
• Penyembuhan fraktur tulang kemungkinan lama (kurang lebih 1 tahun) sehingga perlu disiapkan untuk perencanaan perawatan lanjutan dan pasien kooperatif.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Doenges M.E. (1989) Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Care (2 nd ed ). Philadelpia, F.A. Davis Company.
Long; BC and Phipps WJ (1985) Essential of Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach St. Louis. Cv. Mosby Company.
DEFiNISI
Rusaknya kontinuitas tulang mandibular yang dapat disebabkan oleh trauma baik secara langsung atau tidak langsung.
PATOFISIOLOGI
Penyebab fraktur adalah trauma
Fraktur patologis; fraktur yang diakibatkan oleh trauma minimal atau tanpa trauma berupa yang disebabkan oleh suatu proses., yaitu :
• Osteoporosis Imperfekta
• Osteoporosis
• Penyakit metabolik
TRAUMA
Trauma, yaitu benturan pada tulang. Biasanya penderita terjatuh dengan posisi dagu langsung terbentur dengan benda keras (jalanan).
TANDA DAN GEJALA
• Nyeri hebat di tempat fraktur
• Tak mampu menggerakkan dagu bawah
• Diikuti tanda gejala fraktur secara umum, seperti : fungsi berubah, bengkak, kripitasi, sepsis pada fraktur terbuka, deformitas.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• X.Ray
• Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans
• Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
• CCT kalau banyak kerusakan otot.
PENATALAKSANAAN MEDIK
• Konservatif : Immobilisasi, mengistirahatkan daerah fraktur.
• Operatif : dengan pemasangan Traksi, Pen, Screw, Plate, Wire ( tindakan Asbarg)
RENCANA KEPERAWATAN
Prioritas Masalah
• Mengatasi perdarahan
• Mengatasi nyeri
• Mencegah komplikasi
• Memberi informasi tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan
NO DX. KEPERAWATAN INTERVENSI RASIONAL
1. Potensial terjadinya syok sehubungan dengan perdarah-an yang banyak INDENPENDEN:
• Observasi tanda-tanda vital.
• Mengkaji sumber, lokasi, dan banyaknya per darahan
• Memberikan posisi supinasi
• Memberikan banyak cairan (minum)
KOLABORASI:
• Pemberian cairan per infus
• Pemberian obat koagulan sia (vit.K, Adona) dan penghentian perdarahan dengan fiksasi.
• Pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht)
• Untuk mengetahui tanda-tanda syok sedini mungkin
• Untuk menentukan tindakan
• Untuk mengurangi per darahan dan mencegah kekurangan darah ke otak.
• Untuk mencegah kekurangan cairan
(mengganti cairan yang hilang)
• Pemberian cairan per infus.
• Membantu proses pembekuan darah dan untuk meng hentikan perdarahan.
• Untuk mengetahui kadar Hb, Ht apakah perlu transfusi atau tidak.
2. Gangguan rasa nyaman:
Nyeri sehubungan dengan perubahan fragmen tulang, luka pada jaringan lunak, pemasangan back slab, stress, dan cemas INDEPENDEN:
• Mengkaji karakteristik nyeri : lokasi, durasi, intensitas nyeri dengan meng-gunakan skala nyeri (0-10)
• Mempertahankan immobilisasi (back slab)
• Berikan sokongan (support) pada ektremitas yang luka.
• Menjelaskan seluruh prosedur di atas
KOLABORASI:
• Pemberian obat-obatan analgesik
• Untuk mengetahui tingkat rasa nyeri sehingga dapat menentukan jenis tindak annya.
• Mencegah pergeseran tulang dan penekanan pada jaringan yang luka.
• Peningkatan vena return, menurunkan edem, dan me ngurangi nyeri.
• Untuk mempersiapkan mental serta agar pasien be-partisipasi pada setiap tindakan yang akan dilakukan.
• Mengurangi rasa nyeri
3. Potensial infeksi sehubungan dengan luka terbuka. INDEPENDEN:
• Kaji keadaan luka (kontinuitas dari kulit) terhadap adanya: edema, rubor, kalor, dolor, fungsi laesa.
• Anjurkan pasien untuk tidak memegang bagian yang luka.
• Merawat luka dengan meng-gunakan tehnik aseptik
• Mewaspadai adanya keluhan nyeri mendadak, keterbatasan gerak, edema lokal, eritema pada daerah luka.
KOLABORASI:
• Pemeriksaan darah : leokosit
Pemberian obat-obatan :
• antibiotika dan TT (Toksoid Tetanus)
• Persiapan untuk operasi sesuai indikasi
• Untuk mengetahui tanda-tanda infeksi.
• Meminimalkan terjadinya kontaminasi.
• Mencegah kontaminasi dan kemungkinan infeksi silang.
• Merupakan indikasi adanya osteomilitis.
• Lekosit yang meningkat artinya sudah terjadi proses infeksi
• Untuk mencegah kelanjutan terjadinya infeksi dan pencegahan tetanus.
• Mempercepat proses penyembuhan luka dan dan penyegahan peningkatan infeksi.
4. Gangguan aktivitas s/d keru-sakan neuromuskuler skeletal, nyeri, immobilisasi. INDEPENDEN:
• Kaji tingkat immobilisasi yang disebabkan oleh edema dan persepsi pasien tentang immobilisasi tersebut.
• Mendorong partisipasi dalam aktivitas rekreasi (menonton TV, membaca koran dll ).
• Menganjurkan pasien untuk melakukan latihan pasif dan aktif pada yang cedera maupun yang tidak.
• Membantu pasien dalam perawatan diri
• Auskultasi bising usus, monitor kebiasaan eliminasi dan menganjurkan agar b.a.b. teratur.
• Memberikan diit tinggi protein , vitamin , dan mineral.
KOLABORASI :
• Konsul dengan bagian fisioterapi
• Pasien akan membatasi gerak karena salah persepsi (persepsi tidak proporsional)
• Memberikan kesempatan untuk mengeluarkan energi, memusatkan perhatian, meningkatkan perasaan me-ngontrol diri pasien dan membantu dalam mengurangi isolasi sosial.
• Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan tonus otot, mempertahankan mobilitas sendi, mencegah kontraktur / atropi dan reapsorbsi Ca yang tidak digunakan.
• Meningkatkan kekuatan dan sirkulasi otot, meningkatkan pasien dalam mengontrol situasi, meningkatkan kemauan pasien untuk sembuh.
• Bedrest, penggunaan analgetika dan perubahan diit dapat menyebabkan penu-runan peristaltik usus dan konstipasi.
• Mempercepat proses penyembuhan, mencegah penurunan BB, karena pada immobilisasi biasanya terjadi penurunan BB
• Untuk menentukan program latihan.
5. Kurangnya pengetahuan ttg kondisi, prognosa, dan pengo- batan sehubungan dengan kesalahan dalam pe- nafsiran, tidak familier dengan sumber in- formasi. INDEPENDEN:
• Menjelaskan tentang kelainan yg muncul prognosa, dan harapan yang akan datang.
• Memberikan dukungan cara-cara mobilisasi dan ambulasi sebagaimana yang dianjurkan oleh bagian fisioterapi.
• Memilah-milah aktifitas yg bisa mandiri dan yang harus dibantu.
• Mengidentifikasi pelayanan umum yang tersedia seperti team rehabilitasi, perawat keluarga (home care)
• Mendiskusikan tentang perawatan lanjutan.
• Pasien mengetahui kondisi saat ini dan hari depan sehingga pasien dapat menentu kan pilihan..
• Sebagian besar fraktur memerlukan penopang dan fiksasi selama proses pe- nyembuhan shg keterlambatan penyembuhan disebabkan oleh penggunaan alat bantu yang kurang tepat.
• Mengorganisasikan kegiatan yang diperlu kan dan siapa yang perlu menolongnya (apakah fisioterapist, perawat atau ke- luarga).
• Membantu mengfasilitasi perawatan mandiri memberi support untuk mandiri.
• Penyembuhan fraktur tulang kemungkinan lama (kurang lebih 1 tahun) sehingga perlu disiapkan untuk perencanaan perawatan lanjutan dan pasien kooperatif.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Doenges M.E. (1989) Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Care (2 nd ed ). Philadelpia, F.A. Davis Company.
Long; BC and Phipps WJ (1985) Essential of Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach St. Louis. Cv. Mosby Company.
askep fraktur femur
FRAKTUR FEMUR
I. DEFENISI
Rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang / osteoporosis.
II.
III. FISIOLOGI / ANATOMI
Persendian panggul merupakan bola dan mangkok sendi dengan acetabulum bagian dari femur, terdiri dari : kepala, leher, bagian terbesar dan kecil, trokhanter dan batang, bagian terjauh dari femur berakhir pada kedua kondilas. Kepala femur masuk acetabulum. Sendi panggul dikelilingi oleh kapsula fibrosa, ligamen dan otot. Suplai darah ke kepala femoral merupakan hal yang penting pada faktur hip. Suplai darah ke femur bervariasi menurut usia. Sumber utamanya arteri retikuler posterior, nutrisi dari pembuluh darah dari batang femur meluas menuju daerah tronkhanter dan bagian bawah dari leher femur.
IV.
V. KLASIFIKASI
Ada 2 type dari fraktur femur, yaitu :
1. Fraktur Intrakapsuler; femur yang terjadi di dalam tulang sendi, panggul dan kapsula.
• Melalui kepala femur (capital fraktur)
• Hanya di bawah kepala femur
• Melalui leher dari femur
2. Fraktur Ekstrakapsuler;
• Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokhanter femur yang lebih besar/yang lebih kecil /pada daerah intertrokhanter.
• Terjadi di bagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2 inci di bawah trokhanter kecil.
VI. PATOFISIOLOGI
A. PENYEBAB FRAKTUR ADALAH TRAUMA
Fraktur patologis; fraktur yang diakibatkan oleh trauma minimal atau tanpa trauma berupa
yang disebabkan oleh suatu proses., yaitu :
• Osteoporosis Imperfekta
• Osteoporosis
• Penyakit metabolik
1. TRAUMA
Dibagi menjadi dua, yaitu :
Trauma langsung, yaitu benturan pada tulang. Biasanya penderita terjatuh dengan posisi miring dimana daerah trokhanter mayor langsung terbentur dengan benda keras (jalanan).
Trauma tak langsung, yaitu titik tumpuan benturan dan fraktur berjauhan, misalnya jatuh terpeleset di kamar mandi pada orangtua.
TANDA DAN GEJALA
• Nyeri hebat di tempat fraktur
• Tak mampu menggerakkan ekstremitas bawah
• Rotasi luar dari kaki lebih pendek
• Diikuti tanda gejala fraktur secara umum, seperti : fungsi berubah, bengkak, kripitasi, sepsis pada fraktur terbuka, deformitas.
PENATALAKSANAAN MEDIK
• X.Ray
• Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans
• Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
• CCT kalau banyak kerusakan otot.
TRAKSI
Penyembuhan fraktur bertujuan mengembalikan fungsi tulang yang patah dalam jangka waktu sesingkat mungkin
Metode Pemasangan traksi:
Traksi Manual
Tujuan : Perbaikan dislokasi, Mengurangi fraktur, Pada keadaan Emergency.
Dilakukan dengan menarik bagian tubuh.
Traksi Mekanik
Ada dua macam, yaitu :
Traksi Kulit
Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk struktur yang lain, misalnya: otot. Traksi kulit terbatas
untuk 4 minggu dan beban < 5 kg.
Untuk anak-anak waktu beban tersebut mencukupi untuk dipakai sebagai fraksi definitif, bila tidak diteruskan dengan pemasangan gips.
Traksi Skeletal
Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan balanced traction. Dilakukan untuk menyempurnakan luka operasi dengan kawat metal atau penjepit melalui tulang/jaringan metal.
KEGUNAAN PEMASANGAN TRAKSI
Traksi yang dipasang pada leher, di tungkai, lengan atau panggul, kegunaannya :
• Mengurangi nyeri akibat spasme otot
• Memperbaiki dan mencegah deformitas
• Immobilisasi
• Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi).
• Mengencangkan pada perlekatannya.
MACAM - MACAM TRAKSI
Traksi Panggul
Disempurnakan dengan pemasangan sebuah ikat pinggang di atas untuk mengikat puncak iliaka.
Traksi Ekstension (Buck’s Extention)
Lebih sederhana dari traksi kulit dengan menekan lurus satu kaki ke dua kaki. Digunakan untuk immibilisasi tungkai lengan untuk waktu yang singkat atau untuk mengurangi spasme otot.
Traksi Cervikal
Digunakan untuk menahan kepala extensi pada keseleo, kejang dan spasme. Traksi ini biasa dipasang dengan halter kepala.
Traksi Russell’s
Traksi ini digunakan untuk frakstur batang femur. Kadang-kadang juga digunakan untuk terapi nyeri punggung bagian bawah. Traksi kulit untuk skeletal yang biasa digunakan.
Traksi ini dibuat sebuah bagian depan dan atas untuk menekan kaki dengan pemasangan vertikal pada lutut secara horisontal pada tibia atau fibula.
Traksi khusus untuk anak-anak
Penderita tidur terlentang 1-2 jam, di bawah tuberositas tibia dibor dengan steinman pen, dipasang staples pada steiman pen. Paha ditopang dengan thomas splint, sedang tungkai bawah ditopang atau Pearson attachment. Tarikan dipertahankan sampai 2 minggu atau lebih, sampai tulangnya membentuk callus yang cukup. Sementara itu otot-otot paha dapat dilatih secara aktif.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Doenges M.E. (1989) Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Care (2 nd ed ). Philadelpia, F.A. Davis Company.
Long; BC and Phipps WJ (1985) Essential of Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach St. Louis. Cv. Mosby Company.
KASUS
Saudara adalah seorang perawat di ruang bedah yang diberi tanggung jawab untuk memberikan asuhan keperawatan kepada Tn. umar, usia 40 tahun dengan fraktur femur kanan 1/3 distal comunited. Saat ini pasien masih menggunakan Back slab sambil menunggu jadwal operasi untuk tandur (cangkok) tulang dan pemasangan eksterna traksi.
Dari balutan yang ada pada Back slab merembes darah cukup banyak, pasien mengeluh nyeri berat. Pasien semenjak kecelakaan 24 jam yang lalu tidak bisa tidur karena menahan nyeri. Ibu jari dan jari-jari kaki kanan terasa baal.
SOAL : Buatlah rencana asuhan keperawatan disertai rasionalisasinya !
JAWAB:
RENCANA KEPERAWATAN
Prioritas Masalah
• Mengatasi perdarahan
• Mengatasi nyeri
• Mencegah komplikasi
• Memberi informasi tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN INTERVENSI RASIONALISASI
1.
Potensial terjadinya syok s/d perdarahan yg banyak
INDENPENDEN:
a) Observasi tanda-tanda vital.
b) Mengkaji sumber, lokasi, dan banyak- nya per darahan
c) Memberikan posisi supinasi
d) Memberikan banyak cairan (minum)
KOLABORASI:
e) Pemberian cairan per infus
f) Pemberian obat koa-gulan sia (vit.K, Adona) dan peng- hentian perdarahan dgn fiksasi.
g) Pemeriksaan laborato- rium (Hb, Ht)
a) Untuk mengetahui tanda-tanda syok se- dini mungkin
b) Untuk menentukan tindak an
c) Untuk mengurangi per darahan dan men- cegah kekurangan darah ke otak.
d) Untuk mencegah ke- kurangan cairan
(mengganti cairan yang hilang)
e) Pemberian cairan per-infus.
f) Membantu proses pem-bekuan darah dan untuk menghentikan perda-rahan.
g) Untuk mengetahui ka-dar Hb, Ht apakah perlu transfusi atau tidak.
2.
Gangguan rasa nyaman:
Nyeri s/d perubahan fragmen tulang, luka pada jaringan lunak, pemasangan back slab, stress, dan cemas
INDEPENDEN:
a) Mengkaji karakteris- tik nyeri : lokasi, durasi, intensitas nyeri dengan meng- gunakan skala nyeri (0-10)
b) Mempertahankan im- mobilisasi (back slab)
c) Berikan sokongan (support) pada ektremitas yang luka.
d) Menjelaskan seluruh prosedur di atas
KOLABORASI:
e) Pemberian obat-obatan analgesik
a) Untuk mengetahui tingkat rasa nyeri sehingga dapat me- nentukan jenis tindak annya.
b) Mencegah pergeser- an tulang dan pe- nekanan pada jaring- an yang luka.
c) Peningkatan vena return, menurunkan edem, dan me- ngurangi nyeri.
d) Untuk mempersiap- kan mental serta agar pasien berpartisipasi pada setiap tindakan yang akan dilakukan.
e) Mengurangi rasa nyeri
3.
Potensial infeksi se- hubungan dengan luka terbuka.
INDEPENDEN:
a) Kaji keadaan luka (kontinuitas dari kulit) terhadap ada- nya: edema, rubor, kalor, dolor, fungsi laesa.
b) Anjurkan pasien untuk tidak memegang bagian yang luka.
c) Merawat luka dengan menggunakan tehnik aseptik
d) Mewaspadai adanya keluhan nyeri men- dadak, keterbatasan gerak, edema lokal, eritema pada daerah luka.
KOLABORASI:
e) Pemeriksaan darah : leokosit
f) Pemberian obat-obatan :
antibiotika dan TT (Toksoid Tetanus)
g) Persiapan untuk operasi sesuai indikasi
a) Untuk mengetahui tanda-tanda infeksi.
b) Meminimalkan terjadinya kontaminasi.
c) Mencegah kontami- nasi dan kemungkin- an infeksi silang.
d) Merupakan indikasi adanya osteomilitis.
e) Lekosit yang me- ningkat artinya sudah terjadi proses infeksi
f) Untuk mencegah ke- lanjutan terjadinya infeksi. dan pencegah an tetanus.
g) Mempercepat proses penyembuhan luka dan dan penyegahan peningkatan infeksi.
4.
Gangguan aktivitas sehubungan dengan kerusakan neuromuskuler skeletal, nyeri, immobilisasi.
INDEPENDEN:
a) Kaji tingkat im- mobilisasi yang disebabkan oleh edema dan persepsi pasien tentang immobilisasi ter- sebut.
b) Mendorong parti- sipasi dalam aktivitas rekreasi (menonton TV, membaca kora, dll )
c) Menganjurkan pasien untuk melakukan latihan pasif dan aktif pada yang cedera maupun yang tidak.
d) Membantu pasien dalam perawatan diri
e) Auskultasi bising usus, monitor kebiasa an eliminasi dan menganjurkan agar b.a.b. teratur.
f) Memberikan diit tinggi protein , vitamin , dan mi- neral.
KOLABORASI :
g) Konsul dengan bagi- an fisioterapi
a) Pasien akan mem- batasi gerak karena salah persepsi (persepsi tidak pro- posional)
b) Memberikan ke- sempatan untuk me- ngeluarkan energi, memusatkan per- hatian, meningkatkan perasaan mengontrol diri pasien dan membantu dalam mengurangi isolasi sosial.
c) Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk me- ningkatkan tonus otot, mempertahankan mobilitas sendi, men- cegah kontraktur / atropi dan reapsorbsi Ca yang tidak digunakan.
d) Meningkatkan ke- kuatan dan sirkulasi otot, meningkatkan pasien dalam me- ngontrol situasi, me- ningkatkan kemauan pasien untuk sembuh.
e) Bedrest, penggunaan analgetika dan pe- rubahan diit dapat menyebabkan penurunan peristaltik usus dan konstipasi.
f) Mempercepat proses penyembuhan, mencegah penurunan BB, karena pada immobilisasi biasanya terjadi penurunan BB (20 - 30 lb).
Catatan : Untuk sudah dilakukan traksi.
g) Untuk menentukan program latihan.
5.
Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosa, dan pengo- batan sehubungan dengan kesalahan dalam pe- nafsiran, tidak familier dengan sumber in- formasi.
INDEPENDEN:
a) Menjelaskan tentang kelainan yang muncul prognosa, dan harap- an yang akan datang.
b) Memberikan dukung an cara-cara mobili- sasi dan ambulasi sebagaimana yang dianjurkan oleh bagi- an fisioterapi.
c) Memilah-milah aktif- itas yang bisa mandiri dan yang harus dibantu.
d) Mengidentifikasi pe- layanan umum yang tersedia seperti team rehabilitasi, perawat keluarga (home care)
e) Mendiskusikan tentang perawatan lanjutan.
a) Pasien mengetahui kondisi saat ini dan hari depan sehingga pasien dapat menentu kan pilihan.
b) Sebagian besar fraktur memerlukan penopang dan fiksasi selama proses pe- nyembuhan sehingga keterlambatan pe- nyembuhan disebab- kan oleh penggunaan alat bantu yang kurang tepat.
c) Mengorganisasikan kegiatan yang diperlu kan dan siapa yang perlu menolongnya. (apakah fisioterapi, perawat atau ke- luarga).
d) Membantu meng- fasilitaskan perawa- tan mandiri memberi support untuk man- diri.
e) Penyembuhan fraktur tulang kemungkinan lama (kurang lebih 1 tahun) sehingga perlu disiapkan untuk perencanaan perawatan lanjutan dan pasien koopratif.
VII. FRAKTUR FEMUR
VIII. DEFINISI
Rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang / osteoporosis.
IX.
X. FISIOLOGI / ANATOMI
Persendian panggul merupakan bola dan mangkok sendi dengan acetabulum bagian dari femur, terdiri dari : kepala, leher, bagian terbesar dan kecil, trokhanter dan batang, bagian terjauh dari femur berakhir pada kedua kondilas. Kepala femur masuk acetabulum. Sendi panggul dikelilingi oleh kapsula fibrosa, ligamen dan otot. Suplai darah ke kepala femoral merupakan hal yang penting pada faktur hip. Suplai darah ke femur bervariasi menurut usia. Sumber utamanya arteri retikuler posterior, nutrisi dari pembuluh darah dari batang femur meluas menuju daerah tronkhanter dan bagian bawah dari leher femur.
XI.
XII. KLASIFIKASI
Ada 2 type dari fraktur femur, yaitu :
1. Fraktur Intrakapsuler; femur yang terjadi di dalam tulang sendi, panggul dan kapsula.
• Melalui kepala femur (capital fraktur)
• Hanya di bawah kepala femur
• Melalui leher dari femur
2. Fraktur Ekstrakapsuler;
• Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokhanter femur yang lebih besar/yang lebih kecil/pada daerah intertrokhanter.
• Terjadi di bagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2 inci di bawah trokhanter kecil.
XIII. PATOFISIOLOGI
B. PENYEBAB FRAKTUR ADALAH TRAUMA
Fraktur patologis; fraktur yang diakibatkan oleh trauma minimal atau tanpa trauma yang disebabkan oleh suatu proses, yaitu :
• Osteoporosis Imperfekta
• Osteoporosis
• Penyakit metabolik
2. TRAUMA
Dibagi menjadi dua, yaitu :
Trauma langsung, yaitu benturan pada tulang. Biasanya penderita terjatuh dengan posisi miring dimana daerah trokhanter mayor langsung terbentur dengan benda keras (jalanan).
Trauma tak langsung, yaitu titik tumpuan benturan dan fraktur berjauhan, misalnya jatuh terpeleset di kamar mandi pada orangtua.
TANDA DAN GEJALA
• Nyeri hebat di tempat fraktur
• Tak mampu menggerakkan ekstremitas bawah
• Rotasi luar dari kaki lebih pendek
• Diikuti tanda gejala fraktur secara umum, seperti : fungsi berubah, bengkak, kripitasi, sepsis pada fraktur terbuka, deformitas.
PENATALAKSANAAN MEDIK
• X.Ray
• Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans
• Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
• CCT kalau banyak kerusakan otot.
TRAKSI
Penyembuhan fraktur bertujuan mengembalikan fungsi tulang yang patah dalam jangka waktu sesingkat mungkin
Metode Pemasangan traksi:
Traksi Manual
Tujuan : Perbaikan dislokasi, Mengurangi fraktur, Pada keadaan Emergency.
Dilakukan dengan menarik bagian tubuh.
Traksi Mekanik
Ada dua macam, yaitu :
Traksi Kulit
Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk struktur yang lain, misalnya: otot. Traksi kulit terbatas
untuk 4 minggu dan beban < 5 kg.
Untuk anak-anak waktu beban tersebut mencukupi untuk dipakai sebagai fraksi definitif, bila tidak diteruskan dengan pemasangan gips.
Traksi Skeletal
Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan balanced traction. Dilakukan untuk menyempurnakan luka operasi dengan kawat metal atau penjepit melalui tulang/jaringan metal.
KEGUNAAN PEMASANGAN TRAKSI
Traksi yang dipasang pada leher, di tungkai, lengan atau panggul, kegunaannya :
• Mengurangi nyeri akibat spasme otot
• Memperbaiki dan mencegah deformitas
• Immobilisasi
• Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi).
• Mengencangkan pada perlekatannya.
MACAM - MACAM TRAKSI
Traksi Panggul
Disempurnakan dengan pemasangan sebuah ikat pinggang di atas untuk mengikat puncak iliaka.
Traksi Ekstension (Buck’s Extention)
Lebih sederhana dari traksi kulit dengan menekan lurus satu kaki ke dua kaki. Digunakan untuk immibilisasi tungkai lengan untuk waktu yang singkat atau untuk mengurangi spasme otot.
Traksi Cervikal
Digunakan untuk menahan kepala extensi pada keseleo, kejang dan spasme. Traksi ini biasa dipasang dengan halter kepala.
Traksi Russell’s
Traksi ini digunakan untuk frakstur batang femur. Kadang-kadang juga digunakan untuk terapi nyeri punggung bagian bawah. Traksi kulit untuk skeletal yang biasa digunakan.
Traksi ini dibuat sebuah bagian depan dan atas untuk menekan kaki dengan pemasangan vertikal pada lutut secara horisontal pada tibia atau fibula.
Traksi khusus untuk anak-anak
Penderita tidur terlentang 1-2 jam, di bawah tuberositas tibia dibor dengan steinman pen, dipasang staples pada steiman pen. Paha ditopang dengan thomas splint, sedang tungkai bawah ditopang atau Pearson attachment. Tarikan dipertahankan sampai 2 minggu atau lebih, sampai tulangnya membentuk callus yang cukup. Sementara itu otot-otot paha dapat dilatih secara aktif.
PENGKAJIAN
1. Riwayat keperawatan
a. Riwayat Perjalanan penyakit
- Keluhan utama klien datang ke RS atau pelayanan kesehatan
- Apa penyebabnya, kapan terjadinya kecelakaan atau trauma
- Bagaimana dirasakan, adanya nyeri, panas, bengkak dll
- Perubahan bentuk, terbatasnya gerakan
- Kehilangan fungsi
- Apakah klien mempunyai riwayat penyakit osteoporosis
b. Riwayat pengobatan sebelumnya
- Apakan klien pernah mendapatkan pengobatan jenis kortikosteroid dalam jangka waktu lama
- Apakah klien pernah menggunakan obat-obat hormonal, terutama pada wanita
- Berapa lama klien mendapatkan pengobatan tersebut
- Kapan klien mendapatkan pengobatan terakhir
c. Proses pertolongan pertama yang dilakukan
- Pemasangan bidai sebelum memindahkan dan pertahankan gerakan diatas/di bawah tulang yang fraktur sebelum dipindahkan
- Tinggikan ekstremitas untuk mengurangi edema
2. Pemeriksaan fisik
a. Mengidentifikasi tipe fraktur
b. Inspeksi daerah mana yang terkena
- Deformitas yang nampak jelas
- Edema, ekimosis sekitar lokasi cedera
- Laserasi
- Perubahan warna kulit
- Kehilangan fungsi daerah yang cidera
c. Palpasi
- Bengkak, adanya nyeri dan penyebaran
- Krepitasi
- Nadi, dingin
- Observasi spasme otot sekitar daerah fraktur
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Doenges M.E. (1989) Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Care (2 nd ed ). Philadelpia, F.A. Davis Company.
Long; BC and Phipps WJ (1985) Essential of Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach St. Louis. Cv. Mosby Company.
I. DEFENISI
Rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang / osteoporosis.
II.
III. FISIOLOGI / ANATOMI
Persendian panggul merupakan bola dan mangkok sendi dengan acetabulum bagian dari femur, terdiri dari : kepala, leher, bagian terbesar dan kecil, trokhanter dan batang, bagian terjauh dari femur berakhir pada kedua kondilas. Kepala femur masuk acetabulum. Sendi panggul dikelilingi oleh kapsula fibrosa, ligamen dan otot. Suplai darah ke kepala femoral merupakan hal yang penting pada faktur hip. Suplai darah ke femur bervariasi menurut usia. Sumber utamanya arteri retikuler posterior, nutrisi dari pembuluh darah dari batang femur meluas menuju daerah tronkhanter dan bagian bawah dari leher femur.
IV.
V. KLASIFIKASI
Ada 2 type dari fraktur femur, yaitu :
1. Fraktur Intrakapsuler; femur yang terjadi di dalam tulang sendi, panggul dan kapsula.
• Melalui kepala femur (capital fraktur)
• Hanya di bawah kepala femur
• Melalui leher dari femur
2. Fraktur Ekstrakapsuler;
• Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokhanter femur yang lebih besar/yang lebih kecil /pada daerah intertrokhanter.
• Terjadi di bagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2 inci di bawah trokhanter kecil.
VI. PATOFISIOLOGI
A. PENYEBAB FRAKTUR ADALAH TRAUMA
Fraktur patologis; fraktur yang diakibatkan oleh trauma minimal atau tanpa trauma berupa
yang disebabkan oleh suatu proses., yaitu :
• Osteoporosis Imperfekta
• Osteoporosis
• Penyakit metabolik
1. TRAUMA
Dibagi menjadi dua, yaitu :
Trauma langsung, yaitu benturan pada tulang. Biasanya penderita terjatuh dengan posisi miring dimana daerah trokhanter mayor langsung terbentur dengan benda keras (jalanan).
Trauma tak langsung, yaitu titik tumpuan benturan dan fraktur berjauhan, misalnya jatuh terpeleset di kamar mandi pada orangtua.
TANDA DAN GEJALA
• Nyeri hebat di tempat fraktur
• Tak mampu menggerakkan ekstremitas bawah
• Rotasi luar dari kaki lebih pendek
• Diikuti tanda gejala fraktur secara umum, seperti : fungsi berubah, bengkak, kripitasi, sepsis pada fraktur terbuka, deformitas.
PENATALAKSANAAN MEDIK
• X.Ray
• Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans
• Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
• CCT kalau banyak kerusakan otot.
TRAKSI
Penyembuhan fraktur bertujuan mengembalikan fungsi tulang yang patah dalam jangka waktu sesingkat mungkin
Metode Pemasangan traksi:
Traksi Manual
Tujuan : Perbaikan dislokasi, Mengurangi fraktur, Pada keadaan Emergency.
Dilakukan dengan menarik bagian tubuh.
Traksi Mekanik
Ada dua macam, yaitu :
Traksi Kulit
Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk struktur yang lain, misalnya: otot. Traksi kulit terbatas
untuk 4 minggu dan beban < 5 kg.
Untuk anak-anak waktu beban tersebut mencukupi untuk dipakai sebagai fraksi definitif, bila tidak diteruskan dengan pemasangan gips.
Traksi Skeletal
Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan balanced traction. Dilakukan untuk menyempurnakan luka operasi dengan kawat metal atau penjepit melalui tulang/jaringan metal.
KEGUNAAN PEMASANGAN TRAKSI
Traksi yang dipasang pada leher, di tungkai, lengan atau panggul, kegunaannya :
• Mengurangi nyeri akibat spasme otot
• Memperbaiki dan mencegah deformitas
• Immobilisasi
• Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi).
• Mengencangkan pada perlekatannya.
MACAM - MACAM TRAKSI
Traksi Panggul
Disempurnakan dengan pemasangan sebuah ikat pinggang di atas untuk mengikat puncak iliaka.
Traksi Ekstension (Buck’s Extention)
Lebih sederhana dari traksi kulit dengan menekan lurus satu kaki ke dua kaki. Digunakan untuk immibilisasi tungkai lengan untuk waktu yang singkat atau untuk mengurangi spasme otot.
Traksi Cervikal
Digunakan untuk menahan kepala extensi pada keseleo, kejang dan spasme. Traksi ini biasa dipasang dengan halter kepala.
Traksi Russell’s
Traksi ini digunakan untuk frakstur batang femur. Kadang-kadang juga digunakan untuk terapi nyeri punggung bagian bawah. Traksi kulit untuk skeletal yang biasa digunakan.
Traksi ini dibuat sebuah bagian depan dan atas untuk menekan kaki dengan pemasangan vertikal pada lutut secara horisontal pada tibia atau fibula.
Traksi khusus untuk anak-anak
Penderita tidur terlentang 1-2 jam, di bawah tuberositas tibia dibor dengan steinman pen, dipasang staples pada steiman pen. Paha ditopang dengan thomas splint, sedang tungkai bawah ditopang atau Pearson attachment. Tarikan dipertahankan sampai 2 minggu atau lebih, sampai tulangnya membentuk callus yang cukup. Sementara itu otot-otot paha dapat dilatih secara aktif.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Doenges M.E. (1989) Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Care (2 nd ed ). Philadelpia, F.A. Davis Company.
Long; BC and Phipps WJ (1985) Essential of Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach St. Louis. Cv. Mosby Company.
KASUS
Saudara adalah seorang perawat di ruang bedah yang diberi tanggung jawab untuk memberikan asuhan keperawatan kepada Tn. umar, usia 40 tahun dengan fraktur femur kanan 1/3 distal comunited. Saat ini pasien masih menggunakan Back slab sambil menunggu jadwal operasi untuk tandur (cangkok) tulang dan pemasangan eksterna traksi.
Dari balutan yang ada pada Back slab merembes darah cukup banyak, pasien mengeluh nyeri berat. Pasien semenjak kecelakaan 24 jam yang lalu tidak bisa tidur karena menahan nyeri. Ibu jari dan jari-jari kaki kanan terasa baal.
SOAL : Buatlah rencana asuhan keperawatan disertai rasionalisasinya !
JAWAB:
RENCANA KEPERAWATAN
Prioritas Masalah
• Mengatasi perdarahan
• Mengatasi nyeri
• Mencegah komplikasi
• Memberi informasi tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN INTERVENSI RASIONALISASI
1.
Potensial terjadinya syok s/d perdarahan yg banyak
INDENPENDEN:
a) Observasi tanda-tanda vital.
b) Mengkaji sumber, lokasi, dan banyak- nya per darahan
c) Memberikan posisi supinasi
d) Memberikan banyak cairan (minum)
KOLABORASI:
e) Pemberian cairan per infus
f) Pemberian obat koa-gulan sia (vit.K, Adona) dan peng- hentian perdarahan dgn fiksasi.
g) Pemeriksaan laborato- rium (Hb, Ht)
a) Untuk mengetahui tanda-tanda syok se- dini mungkin
b) Untuk menentukan tindak an
c) Untuk mengurangi per darahan dan men- cegah kekurangan darah ke otak.
d) Untuk mencegah ke- kurangan cairan
(mengganti cairan yang hilang)
e) Pemberian cairan per-infus.
f) Membantu proses pem-bekuan darah dan untuk menghentikan perda-rahan.
g) Untuk mengetahui ka-dar Hb, Ht apakah perlu transfusi atau tidak.
2.
Gangguan rasa nyaman:
Nyeri s/d perubahan fragmen tulang, luka pada jaringan lunak, pemasangan back slab, stress, dan cemas
INDEPENDEN:
a) Mengkaji karakteris- tik nyeri : lokasi, durasi, intensitas nyeri dengan meng- gunakan skala nyeri (0-10)
b) Mempertahankan im- mobilisasi (back slab)
c) Berikan sokongan (support) pada ektremitas yang luka.
d) Menjelaskan seluruh prosedur di atas
KOLABORASI:
e) Pemberian obat-obatan analgesik
a) Untuk mengetahui tingkat rasa nyeri sehingga dapat me- nentukan jenis tindak annya.
b) Mencegah pergeser- an tulang dan pe- nekanan pada jaring- an yang luka.
c) Peningkatan vena return, menurunkan edem, dan me- ngurangi nyeri.
d) Untuk mempersiap- kan mental serta agar pasien berpartisipasi pada setiap tindakan yang akan dilakukan.
e) Mengurangi rasa nyeri
3.
Potensial infeksi se- hubungan dengan luka terbuka.
INDEPENDEN:
a) Kaji keadaan luka (kontinuitas dari kulit) terhadap ada- nya: edema, rubor, kalor, dolor, fungsi laesa.
b) Anjurkan pasien untuk tidak memegang bagian yang luka.
c) Merawat luka dengan menggunakan tehnik aseptik
d) Mewaspadai adanya keluhan nyeri men- dadak, keterbatasan gerak, edema lokal, eritema pada daerah luka.
KOLABORASI:
e) Pemeriksaan darah : leokosit
f) Pemberian obat-obatan :
antibiotika dan TT (Toksoid Tetanus)
g) Persiapan untuk operasi sesuai indikasi
a) Untuk mengetahui tanda-tanda infeksi.
b) Meminimalkan terjadinya kontaminasi.
c) Mencegah kontami- nasi dan kemungkin- an infeksi silang.
d) Merupakan indikasi adanya osteomilitis.
e) Lekosit yang me- ningkat artinya sudah terjadi proses infeksi
f) Untuk mencegah ke- lanjutan terjadinya infeksi. dan pencegah an tetanus.
g) Mempercepat proses penyembuhan luka dan dan penyegahan peningkatan infeksi.
4.
Gangguan aktivitas sehubungan dengan kerusakan neuromuskuler skeletal, nyeri, immobilisasi.
INDEPENDEN:
a) Kaji tingkat im- mobilisasi yang disebabkan oleh edema dan persepsi pasien tentang immobilisasi ter- sebut.
b) Mendorong parti- sipasi dalam aktivitas rekreasi (menonton TV, membaca kora, dll )
c) Menganjurkan pasien untuk melakukan latihan pasif dan aktif pada yang cedera maupun yang tidak.
d) Membantu pasien dalam perawatan diri
e) Auskultasi bising usus, monitor kebiasa an eliminasi dan menganjurkan agar b.a.b. teratur.
f) Memberikan diit tinggi protein , vitamin , dan mi- neral.
KOLABORASI :
g) Konsul dengan bagi- an fisioterapi
a) Pasien akan mem- batasi gerak karena salah persepsi (persepsi tidak pro- posional)
b) Memberikan ke- sempatan untuk me- ngeluarkan energi, memusatkan per- hatian, meningkatkan perasaan mengontrol diri pasien dan membantu dalam mengurangi isolasi sosial.
c) Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk me- ningkatkan tonus otot, mempertahankan mobilitas sendi, men- cegah kontraktur / atropi dan reapsorbsi Ca yang tidak digunakan.
d) Meningkatkan ke- kuatan dan sirkulasi otot, meningkatkan pasien dalam me- ngontrol situasi, me- ningkatkan kemauan pasien untuk sembuh.
e) Bedrest, penggunaan analgetika dan pe- rubahan diit dapat menyebabkan penurunan peristaltik usus dan konstipasi.
f) Mempercepat proses penyembuhan, mencegah penurunan BB, karena pada immobilisasi biasanya terjadi penurunan BB (20 - 30 lb).
Catatan : Untuk sudah dilakukan traksi.
g) Untuk menentukan program latihan.
5.
Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosa, dan pengo- batan sehubungan dengan kesalahan dalam pe- nafsiran, tidak familier dengan sumber in- formasi.
INDEPENDEN:
a) Menjelaskan tentang kelainan yang muncul prognosa, dan harap- an yang akan datang.
b) Memberikan dukung an cara-cara mobili- sasi dan ambulasi sebagaimana yang dianjurkan oleh bagi- an fisioterapi.
c) Memilah-milah aktif- itas yang bisa mandiri dan yang harus dibantu.
d) Mengidentifikasi pe- layanan umum yang tersedia seperti team rehabilitasi, perawat keluarga (home care)
e) Mendiskusikan tentang perawatan lanjutan.
a) Pasien mengetahui kondisi saat ini dan hari depan sehingga pasien dapat menentu kan pilihan.
b) Sebagian besar fraktur memerlukan penopang dan fiksasi selama proses pe- nyembuhan sehingga keterlambatan pe- nyembuhan disebab- kan oleh penggunaan alat bantu yang kurang tepat.
c) Mengorganisasikan kegiatan yang diperlu kan dan siapa yang perlu menolongnya. (apakah fisioterapi, perawat atau ke- luarga).
d) Membantu meng- fasilitaskan perawa- tan mandiri memberi support untuk man- diri.
e) Penyembuhan fraktur tulang kemungkinan lama (kurang lebih 1 tahun) sehingga perlu disiapkan untuk perencanaan perawatan lanjutan dan pasien koopratif.
VII. FRAKTUR FEMUR
VIII. DEFINISI
Rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang / osteoporosis.
IX.
X. FISIOLOGI / ANATOMI
Persendian panggul merupakan bola dan mangkok sendi dengan acetabulum bagian dari femur, terdiri dari : kepala, leher, bagian terbesar dan kecil, trokhanter dan batang, bagian terjauh dari femur berakhir pada kedua kondilas. Kepala femur masuk acetabulum. Sendi panggul dikelilingi oleh kapsula fibrosa, ligamen dan otot. Suplai darah ke kepala femoral merupakan hal yang penting pada faktur hip. Suplai darah ke femur bervariasi menurut usia. Sumber utamanya arteri retikuler posterior, nutrisi dari pembuluh darah dari batang femur meluas menuju daerah tronkhanter dan bagian bawah dari leher femur.
XI.
XII. KLASIFIKASI
Ada 2 type dari fraktur femur, yaitu :
1. Fraktur Intrakapsuler; femur yang terjadi di dalam tulang sendi, panggul dan kapsula.
• Melalui kepala femur (capital fraktur)
• Hanya di bawah kepala femur
• Melalui leher dari femur
2. Fraktur Ekstrakapsuler;
• Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokhanter femur yang lebih besar/yang lebih kecil/pada daerah intertrokhanter.
• Terjadi di bagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2 inci di bawah trokhanter kecil.
XIII. PATOFISIOLOGI
B. PENYEBAB FRAKTUR ADALAH TRAUMA
Fraktur patologis; fraktur yang diakibatkan oleh trauma minimal atau tanpa trauma yang disebabkan oleh suatu proses, yaitu :
• Osteoporosis Imperfekta
• Osteoporosis
• Penyakit metabolik
2. TRAUMA
Dibagi menjadi dua, yaitu :
Trauma langsung, yaitu benturan pada tulang. Biasanya penderita terjatuh dengan posisi miring dimana daerah trokhanter mayor langsung terbentur dengan benda keras (jalanan).
Trauma tak langsung, yaitu titik tumpuan benturan dan fraktur berjauhan, misalnya jatuh terpeleset di kamar mandi pada orangtua.
TANDA DAN GEJALA
• Nyeri hebat di tempat fraktur
• Tak mampu menggerakkan ekstremitas bawah
• Rotasi luar dari kaki lebih pendek
• Diikuti tanda gejala fraktur secara umum, seperti : fungsi berubah, bengkak, kripitasi, sepsis pada fraktur terbuka, deformitas.
PENATALAKSANAAN MEDIK
• X.Ray
• Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans
• Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
• CCT kalau banyak kerusakan otot.
TRAKSI
Penyembuhan fraktur bertujuan mengembalikan fungsi tulang yang patah dalam jangka waktu sesingkat mungkin
Metode Pemasangan traksi:
Traksi Manual
Tujuan : Perbaikan dislokasi, Mengurangi fraktur, Pada keadaan Emergency.
Dilakukan dengan menarik bagian tubuh.
Traksi Mekanik
Ada dua macam, yaitu :
Traksi Kulit
Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk struktur yang lain, misalnya: otot. Traksi kulit terbatas
untuk 4 minggu dan beban < 5 kg.
Untuk anak-anak waktu beban tersebut mencukupi untuk dipakai sebagai fraksi definitif, bila tidak diteruskan dengan pemasangan gips.
Traksi Skeletal
Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan balanced traction. Dilakukan untuk menyempurnakan luka operasi dengan kawat metal atau penjepit melalui tulang/jaringan metal.
KEGUNAAN PEMASANGAN TRAKSI
Traksi yang dipasang pada leher, di tungkai, lengan atau panggul, kegunaannya :
• Mengurangi nyeri akibat spasme otot
• Memperbaiki dan mencegah deformitas
• Immobilisasi
• Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi).
• Mengencangkan pada perlekatannya.
MACAM - MACAM TRAKSI
Traksi Panggul
Disempurnakan dengan pemasangan sebuah ikat pinggang di atas untuk mengikat puncak iliaka.
Traksi Ekstension (Buck’s Extention)
Lebih sederhana dari traksi kulit dengan menekan lurus satu kaki ke dua kaki. Digunakan untuk immibilisasi tungkai lengan untuk waktu yang singkat atau untuk mengurangi spasme otot.
Traksi Cervikal
Digunakan untuk menahan kepala extensi pada keseleo, kejang dan spasme. Traksi ini biasa dipasang dengan halter kepala.
Traksi Russell’s
Traksi ini digunakan untuk frakstur batang femur. Kadang-kadang juga digunakan untuk terapi nyeri punggung bagian bawah. Traksi kulit untuk skeletal yang biasa digunakan.
Traksi ini dibuat sebuah bagian depan dan atas untuk menekan kaki dengan pemasangan vertikal pada lutut secara horisontal pada tibia atau fibula.
Traksi khusus untuk anak-anak
Penderita tidur terlentang 1-2 jam, di bawah tuberositas tibia dibor dengan steinman pen, dipasang staples pada steiman pen. Paha ditopang dengan thomas splint, sedang tungkai bawah ditopang atau Pearson attachment. Tarikan dipertahankan sampai 2 minggu atau lebih, sampai tulangnya membentuk callus yang cukup. Sementara itu otot-otot paha dapat dilatih secara aktif.
PENGKAJIAN
1. Riwayat keperawatan
a. Riwayat Perjalanan penyakit
- Keluhan utama klien datang ke RS atau pelayanan kesehatan
- Apa penyebabnya, kapan terjadinya kecelakaan atau trauma
- Bagaimana dirasakan, adanya nyeri, panas, bengkak dll
- Perubahan bentuk, terbatasnya gerakan
- Kehilangan fungsi
- Apakah klien mempunyai riwayat penyakit osteoporosis
b. Riwayat pengobatan sebelumnya
- Apakan klien pernah mendapatkan pengobatan jenis kortikosteroid dalam jangka waktu lama
- Apakah klien pernah menggunakan obat-obat hormonal, terutama pada wanita
- Berapa lama klien mendapatkan pengobatan tersebut
- Kapan klien mendapatkan pengobatan terakhir
c. Proses pertolongan pertama yang dilakukan
- Pemasangan bidai sebelum memindahkan dan pertahankan gerakan diatas/di bawah tulang yang fraktur sebelum dipindahkan
- Tinggikan ekstremitas untuk mengurangi edema
2. Pemeriksaan fisik
a. Mengidentifikasi tipe fraktur
b. Inspeksi daerah mana yang terkena
- Deformitas yang nampak jelas
- Edema, ekimosis sekitar lokasi cedera
- Laserasi
- Perubahan warna kulit
- Kehilangan fungsi daerah yang cidera
c. Palpasi
- Bengkak, adanya nyeri dan penyebaran
- Krepitasi
- Nadi, dingin
- Observasi spasme otot sekitar daerah fraktur
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Doenges M.E. (1989) Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Care (2 nd ed ). Philadelpia, F.A. Davis Company.
Long; BC and Phipps WJ (1985) Essential of Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach St. Louis. Cv. Mosby Company.
Langganan:
Postingan (Atom)